Setelah beberapa menit, akhirnya dokter pribadi Saga dan Senya memasuki kamar.
"Senior!" Ucap Senya dengan panik mendekati Dita yang terus merontah di atas sofa.
"Dia terkena obat." Kata Saga.
"Bawa dia ke tempat tidur dan ikat dia." Kata dokter sembari membongkar tasnya.
Dengan dibantu Senya, Saga mengikat tangan dan kaki Dita hingga gadis itu membuat huruf X dengan tubuhnya.
Dita terus menggelinjang, bahkan gadis itu merontah lebih keras dan membuat raungan tidak jelas.
"Dokter cepat!" Teriak Saga.
"Baik Tuan." Kata dokter itu dan langsung memeriksa Dita yang kini dipegangi Saga.
"Bagaimana gejalanya?" Tanya Dokter sembari memeriksa Dita.
"Dia pingsan selama 1 jam, lalu bangun dan langsung jadi seperti ini." Ucap Saga.
"Ini,, ini belum dipastikan sebagai obat. Gejalanya mirip dengan gejala yang ditimbulkan virus itu." Kata Dokter saat ia mengambil sampel darah Dita untuk di periksa.
"Cepat dok!" Kata Saga memperingatkan dokter itu.
"Saya harus pergi ke laboratorium dan memeriksanya dengan teliti," kata dokter itu.
"Obat, berikan penawarnya." Lagi kata Saga.
"Saya sudah menyuntiknya, tapi dilihat dari gejalanya, sepertinya tak ada perkembangan. Saya akan memeriksa darah ini lebih dulu, baru bisa mengambil keputusan."
"Lalu, kau ingin membiarkannya tersiksa seperti ini?!" Kata Saga dengan suara yang menekan.
"Ma,, maafkan saya Tuan. Saya,, untuk saat ini saya tak punya solusi." Ucap dokter itu.
"Aku beri 1 jam untuk memeriksanya."
"Tap,,"
"Pergi!" Teriak Saga.
Senya yang berdiri menatap Dita hanya bisa merasa ketakutan melihat Dita meraung keras dengan keringat membanjiri sekujur tubuh gadis itu.
"Tuan," katanya dengan panik sembari menatap Saga yang juga menatap ke arah Dita.
"Pergi dan urus perusahaan, aku akan mengurusnya." Kata Saga.
Asisten itu menimbang sesaat sebelum memutuskan untuk pergi. Lagi pula, ia melihat Saga sangat kuatir pada Dita.
Akhirnya setelah menunggu 5 jam, dokter kembali menghampiri Saga.
"Bagaimana?" Tanya Saga yang baru saja mengganti seprei tempat tidur karena terlalu basah oleh keringat Dita.
"Itu adalah sebuah virus yang bernama XOP109. Virus ini belum memiliki penawar. Dan,, virus ini akan membunuh orang yang terkena hanya dalam waktu 14 hari."
"Apa!?"
"Ya, Virus ini dikembangkan di negara Q oleh seorang profesor bernama RL. Gejalanya hanya bisa ditahan dengan memberikan apa yang diinginkan pasien."
"Apa itu?" Kata Saga menyipitkan matanya.
"Hubungan lelaki dan perempuan. Tapi ia tidak bisa dilayani satu orang saja.
Setiap kali nafsunya bangkit maka ia harus mendapatkannya, jika tidak, ia akan semakin melemah dan semakin dekat pada gejala akhir."
"Kau boleh pergi." Kata Saga lalu melihat ke arah Dita yang masih merontah dengan kuat.
Ini sudah 5 jam, tapi gadis itu belum berhenti merontah, seolah Dita tak mengenal rasa lelah.
"Aku tidak mungkin membiarkan sembarang pria menyentuhmu." Kata Saga lalu mendekat ke arah Dita.
Ia memperbaiki selimut Dita dan melihat gadis itu sangat tersiksa.
"Baiklah, lagi pula kau sudah dewasa kemarin." Katanya lalu ia kembali keluar menemui dokter.
"Katakan apa yang harus kulakukan?" Tanya Saga.
"Hanya perlu memberikannya hubungan itu. Menurut penelitian, ia akan memerlukannya paling tidak 50 kali sehari.
Ini akan semakin berkurang sampai hari terakhir dimana gejala terakhirnya akan muncul, pasien akan mengalami kaku dan perlahan semua organ tubuhnya akan berhenti bekerja."
"Berikan obat penunda kehamilan." Kata Saga.
Ia menerima obat itu dan melihat ke arah Aran "Selidiki dan basmi kecoaknya!" Katanya.
Saga kembali memasuki kamar. Dengan cepat ia memasukkan obat itu ke mulut Dita lalu ia pergi ke kamar mandi.
Begitu lama ia mengguyur tubuhnya dengan air hangat hingga ia memutuskan untuk melayani Dita sendirian.
Ia keluar dari kamar mandi dan melihat seprei di atas ranjang kembali basah oleh keringat Dita.
Saga menghela nafasnya lalu mengganti sepreinya sebelum naik menyentuh gadis itu.
Tapi Dita tidak bebas bergerak karena tangan dan kakinya diikat. Akhirnya ia melepas ikatan pada kaki Dita.
"Maafkan aku, tapi ini demi kesembuhanmu." Kata Saga yang kini sudah panas dingin.
Baru membayangkan saja sudah tegang, apa lagi melakukannya.
"Maaf," lagi kata Saga sebelum mulai mencium bibir Dita.
Adegan di sensor...
...
Keesokan harinya, Saga masih tidur dengan lemas saat Dita membuka matanya dan menjerit dengan keras.
"Aaa....!!!!!"
"Kau sudah bangun?" Kata Saga yang langsung bangun dari tidurnya.
"Kau! Beraninya kau!" Kata Dita langsung membalut tubuhnya dengan selimut.
Ia kemudian menyerang Saga dengan semua kemampuannya.
Sayang sekali, pria itu hanya mempermainkannya, beberapa kali Saga menahan Dita lalu mencuri ciuman pada bibir Dita.
Bahkan pria itu berani mencium dada yang selalu ia lindungi dari pria.
Dita langsung menjauh dari Saga. Tak ada gunanya menghadapi pria barbar itu.
"Kau!! Aku akan,," Dita berhenti berbicara saat ia merasakan gejolak aneh dari dalam tubuhnya.
Panas dan gelisah, sesuatu di selatan kini berdenyut tak karuan, ia meminta di sentuh!
'Sial! Perasaan macam apa ini?' gumamnya dengan nafas memburu.
'Cih, sekarang aku yakin dia menginginkannya lagi.' Gumam Saga sembari menyibak selimut dan turun dari tempat tidur.
'Aku akan melihat seberapa lama kamu bertahan untuk tidak memintanya.' Saga berjalan ke kamar mandi dengan tubuh telanjangnya.
Sementara Dita yang masih berada di tempat tidur kini berusaha menahan tangannya yang sangat gatal untuk menyentuh benda di selatan.
'Ini pasti obat, aku tahu pria itu pasti memberiku obat!' pikirnya sembari mengepal tangannya dan berusaha menahan diri.
Ia kemudian menyeret tubuhnya yang kepanasan untuk meraih ponsel di samping tempat tidur.
Dengan cepat ia menekan tombol panggil pada Senya.
...
"Senior, kamu sudah sembuh?" Tanya Senya dengan perasaan kuatir.
"Aku di beri obat perangsang, cepat kemari dan jemput aku!" Kata Dita sembari menggesek-gesekkan kedua kakinya.
"Itu, saya sudah tahu. Tapi,,"
"Tapi apa?! Cepat kemari!" Kata Dita dengan tegas.
"Baik senior!" Kata Senya lalu panggilan itu di tutup.
"Haha,, sial! Aku,,, mmmhhh,," Dita meracau, ingatannya tentang tubuh Saga dan saat dimana pria itu menciumnya, ia menginginkan hal itu.
Ia kembali berbaring dan menggesekkan kakinya dengan cepat, bahkan tangannya kini sudah menyentuh kulitnya sendiri.
"Tidak!! Aku,, aku tidak boleh,, tidak!!" Ucapnya berusaha menenangkan diri.
Pikirannya kini menyuruhnya untuk berjalan ke kamar mandi dan meminta Saga menyentuhnya.
"Hmm,, mmhhh,, Tidak!! Tidak boleh! Ahhhh,,,," racaunya terus menerus.
Baru 2 menit dan ia sudah tak tahan, Dita segera bangkit dengan tubuh telanjangnya lalu berlari ke kamar mandi.
Pemandangan dimana Saga sedang basah di bawah shower membuatnya semakin bersemangat.
Tanpa malu ia mendekat ke arah Saga dan memeluk pria itu dari belakang.
Perasannya tidak menjadi tenang, tapi ia menginginkan hal yang lebih dari Saga.
"Apa yang kau lakukan?!" Kata Saga sambil tersenyum.
"Hmmm,,," jawab Dita sembari mengelus dada bidang milik Saga.
"Kau berani menyentuhku!" Saga meninggikan suaranya, berharap gadis itu menjadi takut.
Tapi nyatanya, ia malah tersenyum ketika Dita dengan berani menurunkan tangannya ke bawah hingga menggapai benda panjang di sana.
"Aku mau ini,," ucap Dita di sela-sela nafas memburunya.
Air yang menetes di kulit kedua orang itu semakin membangkitkan keinginan mereka untuk saling memuaskan.
"Cih! Bukannya tadi kau marah dan memukulku?"
"Tidak! Kau minta maaf, tapi berikan aku,,"
Saga menelan air liurnya lalu berbalik mencium Dita.
"Hah,,," Dita merasa puas dan ia melingkarkan tangannya di leher Saga sembari menaikkan tubuhnya untuk semakin dekat dengan Saga.
Saga begitu mengerti, jadi ia mengangkat Dita hingga gadis itu kini ada di gendongannya.
Kaki Dita melingkar kuat di pinggang pria itu lalu ia merasakan Saga berbalik dan menjepitnya ke dinding.
"Kali ini kau sendiri yang memintanya."
"Aku tahu! Cepat berikan!" Kata Dita yang sudah tidak sabar mendapatkan milik Saga.
"Sabar sayang, ini aku berikan." Kata Saga memulai pertempuran.
Keduanya menyelesaikannya dengan cepat sebelum Dita menjadi lemas dan dimandikan oleh Saga.
Pria itu kemudian menggendong Dita keluar kamar mandi "Bagaimana perasaanmu?" Tanya Saga.
"Tinggalkan aku sendiri." Kata Dita yang merasa malu sekaligus marah.
Pria itu telah melecehkannya dengan bantuan obat.
Sekarang ia tak memiliki harga diri lagi.
Ia menyentuh wajahnya yang sudah berlinang air mata.
Bekas luka yang dibuat di sana masih utuh. 'Jadi,, pria itu sama sekali tak keberatan menciumiku dengan bekas luka ini?' pikirnya yang semakin membuatnya sakit hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 102 Episodes
Comments
Dewi Kijang
kasian dita thooor siap yg bikin dia begitu.. ya
2022-05-31
1
Epifania R
bekas luka buatan
2022-04-29
3
💮Aroe🌸
nyantai ya tor, yg ni... banyak yg nunggu ceritanya Christian😁
2022-04-06
3