Ridwan tampak menyendok nasi ke atas piring seng bercorak bunga warna merah, sambal terasi di cobek dengan pete kukus kesukaannya membuatnya semakin lapar.
Mbak Wening menemani Ridwan di ruang makan sambil memetiki daun singkong untuk besok pagi akan direbus dijadikan lalap bersama sambal dan goreng mendoan.
"Berarti mulai hari apa mengajar di sekolah Wan?"
Tanya Mbak Wening.
"inshaAllah kalau tidak ada halangan mulai Senin pekan depan Mbak."
Jawab Ridwan, yang setelahnya meneguk wedang teh aroma melati produksi Tegal.
Teh yang masih mengepul panas terasa langsung memberikan efek segar di tubuh Ridwan yang lelah.
"Oo, masih lima hari lagi ya..."
Gumam Mbak Wening.
Ridwan mengangguk, sambil tangannya kini berada di atas meja, melafal doa sebelum makan baru setelah itu mulai menyantap makanannya.
Mbak Wening rampung memetik daun singkong, lantas berdiri untuk meninggalkan Ridwan menikmati makannya.
Ridwan tidak pernah makan sambil bicara, ia akan makan sampai habis dulu, setelah itu baru ia akan bicara lagi, kecuali jika Ibunya yang bertanya, Ridwan akan tetap menjawab.
Mbak Wening berjalan keluar sebentar, di luar tampak dua orang temannya lewat dari warung menenteng kresek belanja.
Keduanya terlihat berhenti begitu melihat ada Mbak Wening.
"Ning, ndak kerja ta?"
Tanya Asih, salah satu dari perempuan yang merupakan teman Mbak Wening sejak jaman kecil.
Mbak Wening tersenyum, tangannya masih memegangi wadah plastik berisi daun singkong yang baru selesai dipetik.
Jalanan kampung yang sebagiannya sudah banyak yang bolong tampak tergenang air bekas hujan yang turun tadi.
"Tadi libur keluarga Pak Haji Syamsul pergi ke Batang ada acara keluarga."
Kata Mbak Wening.
"Ooh tapi toko emasnya buka itu aku lihat tadi pulang setor jahitan."
Kata salah satu temannya lagi yang bernama Risma.
"Ealah Ris, mbok aku ikut jahit saja supaya bisa kerja dari rumah."
Kata Mbak Wening.
"Lho, kan dulu aku sudah bilang ta, kamu harus beli mesin jahit yang kayak punyaku itu lho Ning, yang gedi, yang bisa buat ngebut, nek pake mesin jahit punyamu itu lho ya kapan rampunge, ndak dapet duit dan boss juga nanti ndak mau karena lama."
Ujar Risma.
"Walah iya aku kok lupa, ya mau beli harganya mahal Ris, aku belum sanggup."
"Yo jahit di tempat boss saja kan di sana ada mesin jahit banyak."
"Eh lah kamu ini piye sih Ris, wong Wening itu kepengin kerja dari rumah, nek kerjo di si boss yo mending di rumah Haji Syamsul jam tiga sore wis mulih."
Asih jadi gemas sendiri mendengar si Risma malah seperti tidak mudeng.
"Nanti tek carikan mesin jahit bekas kayak punyaku sik wae wis Ning, kalau ada nanti tek kasih inpo."
Kata Risma akhirnya, setelah kena omel Asih.
"Maturnuwun Ris."
Mbak Wening tersenyum.
Bersamaan dengan itu dari dalam terdengar suara anak Mbak Wening berisik,
"Buu eee, jilbab Ajeng yang pink ndak ada."
"Aduh si Ajeng ini lho kalau mau les selalu ribut jilbab."
Mbak Wening terdengar menggerutu,
"Wes Ning, kita pada pulang dulu, aku juga mau nyuruh Ika mandi."
Kata Asih.
"Aku sih anak-anak sudah mandi dari tadi, tinggal berangkat les saja nanti diantar suami, cuma ini minta malam masak omelette dikasih sosis, ya anak-anakku itu memang sukanya lho makan saja yang kekinian."
Risma sambil menunjukkan satu bungkus sosis frozenan.
"Ooh sekarang warung Bu Hindun ada frozenan juga sih ya."
Mbak Wening melihat bungkusan sosis yang isinya cukup banyak, pasti harganya mahal, batin Mbak Wening.
"Iya itu untungnya Bu Hindun sekarang sedia frozen fut juga, kan itu seminggu lalu cair dari Bank, makanya itu buat tambahan modal warung, ya kan aku jadi tertolong lah tidak usah ke mall beli sosis, nuget dan itu fris fres."
Mbak Wening mantuk-mantuk, sedangkan Asih mukanya tampak kesal mendengar Risma terus menyombong tapi kalimatnya tidak ada yang benar, sementara Mbak Wening yang polos dan lugu tidak merasa jika Risma sedang menyombongkan diri di depannya.
"Bu Eeeeee..."
Terdengar suara Ajeng lagi, kali ini ia muncul di pintu, wajahnya ditekuk menatap Ibunya yang malah asik ngobrol terus.
"Wes... Wes... Hayulah pulang Ris."
Ajak Asih.
"Nanti tek we a Ning."
Kata Risma.
"Iyo Ris."
Mbak Wening tersenyum, lalu bergegas kembali ke rumah untuk menemui Ajeng.
"Haduh Ajeng, ndak sopan teriak begitu sama Ibu, apalagi Ibu sedang bicara dengan teman-teman Ibu."
Omel Mbak Wening sambil masuk ke dalam rumah.
"Lha wong Ajeng mau berangkat les, jilbab yang pink ndak ada."
"Ya pakai yang ada dulu, itu kan banyak di lemari Ajeng jilbab warna kuning, hijau, biru, hitam."
Kata Mbak Wening terus mengomel.
"Yo baju Ajeng warna pink masa jilbabnya kuning."
Ajeng jadi kesal.
"Lha apa masalahnya, apa kepala Ajeng jadi sakit kalau pakai jilbab warna kuning?"
"Ya kan tidak serasi."
Ajeng kesal.
"Haduh anak sekarang, pakai baju sama jilbab beda warna saja bisa jadi masalah."
Mbak Wening menggerutu seraya melewati ruang makan untuk menuju meja setrika yang ada di depan kamar Mbak Wening dan Ajeng.
Ridwan yang sudah selesai makan, dan akan membawa piring kotornya ke sumur di belakang rumah untuk di cuci melihat Mbak Wening mengomeli Ajeng jadi terpaksa berhenti.
"Ada apa ta Mbak?"
Tanya Ridwan.
"Lah ini keponakan kamu lho cuma masalah bajunya pink saja jilbab harus pink, pakai jilbab yang ada saja tidak mau."
"Ya beda warna Paman, baju Ajeng warnanya pink, jilabnya di lemari cuma ada kuning, hijau, biru sama hitam, kan tidak serasi."
Kata Ajeng.
Ridwan tersenyum.
"Dulu mah Ibu mau ngaji saja baju warna ijo jilbab warna merah tidak apa-apa, kamu lho susah."
Mbak Wening mengaduk-aduk pakaian yang baru dicuci dan belum sempat disetrika.
"Kata Rosulullah, anakmu itu tidak hidup di jamanmu, jadi jangan dipaksakan anak harus menjalani hidup sama sepertimu Mbak. Selama itu tidak negatif ya tidak apa-apa, kalau memang repot ya ganti baju saja yang warnanya masuk dengan jilbab yang ada di lemari."
Kata Ridwan menengahi.
"Nah, Paman memang terbaik."
Ajeng tentu saja senang karena merasa dibela.
"Eeit, tapi Ajeng juga tidak boleh bentak Ibu, bersuara lebih keras dari Ibu, itu juga Rosulullah tidak suka. Ajeng harus bicara yang baik dengan Ibu, kalau ada yang tidak Ajeng suka, sampaikan dengan cara yang baik, agar tidak sampai membuat Ibu marah, jengkel, apalagi sedih."
Ridwan pada Ajeng.
Ajeng tampak nyengir, lalu...
"Ya udah Bu, Ajeng ganti baju warna biru saja, jilbab yang biru ada di lemari."
Kata Ajeng akhirnya.
Mbak Wening menghela nafas.
"Mbak mau nyetrika, kamu yang antar Ajeng berangkat les ya Wan, di Bu Guru Iis, yang rumahnya dekat Pak Haji Syamsul sebelah Bale Desa."
"Haji Syamsul? Ooh rumah Anisa?"
Tanya Ridwan, yang begitu menyebut nama itu rasanya hatinya tergetar.
Terbayang wajah ayu teman sekelasnya itu dahulu, wajah gadis pertama yang masuk ke mimpi Ridwan saat ia mendapatkan masa baligh nya.
"Ah iya, Nisa kan temanmu ya dulu Wan, pantas dia kadang tanya soal kamu."
Kata Mbak Wening.
Ridwan tampak jadi gugup.
"Mbak Wening tahu dari mana."
"Lho kan Mbak sudah dua bulan kerja di rumahnya Pak Haji Syamsul, wong pabrik donat nya bangkrut."
Kata Mbak Wening.
**------------**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Boma
apa ini ustad ridwan yg ada di cerita aras dan almira
2023-06-07
0
Dul...😇
Iki cerita ne neng daerah ngendi y thor,kok Ono kota Batang no barang.
2022-09-29
0
Rinjani
nyimak
2022-09-21
0