Setelah kejadian malam itu hidupku berubah, setiap hari aku berusaha menemui Rana, tapi tak sekalipun ia menampakkan batang hidungnya didepan ku. Bahkan Rana kini dilindungi bukan hanya oleh Nayla, tetapi oleh Marcel tunangan Nayla. Dia seorang polisi yang berada di divisi kriminal.
Kini kami sedang duduk tepat di taman depan kosan Nayla dan Rana berada, berbicara layaknya seorang laki laki, berusaha memahami keadaan masing masing.
"Jangan ganggu Rana untuk saat ini, dia masih syok dengan keadaannya, Langit" ucap Marcel sambil menghisap rokoknya dengan khidmat.
"Tak bisa seperti itu Marcel, aku harus segera menikahi Rana, aku takut dia pergi meninggalkanku."
Aku benar benar sudah melupakan harga diriku di depan kedua orang ini, Marcel dan Nayla.
Semua orang mengenalku adalah seorang pria arogan yang tak pernah kalah terutama dalam hal bisnis, bahkan di perusahaan yang aku pimpin aku tak pernah mentolerir apapun kesalahan yang dilakukan oleh staffku. Tapi kini, bahkan aku seperti orang gila meminta pertolongan pada dua orang ini, dan sialnya mereka tak semudah itu menolongku, malah seakan akan menutup akses ku untuk menemui Rana.
"Dengarkan aku Langit, Rana bukan seperti wanita yang dulu sering kau permainkan dengan mudah, dia bukan wanita yang akan dengan suka rela memberikan kesuciannya pada siapapun termasuk kau orang yang dia cintai. Kau pikir seberapa kecewanya dia padamu orang yang sebelumnya dia percaya akan melindunginya, nyatanya malah kau yang menyakitinya begitu dalam. Sudah untung Rana tidak memintaku untuk menjebloskan mu kedalam penjara," ucapnya panjang lebar.
Marcel memang berbicara santai dan tak terkesan marah padaku, tetapi setiap kata katanya menekankan bahwa dia tak akan membantuku.
"Bantu aku Cel, apapun akan aku lakukan demi Rana, aku tak akan pernah menyakitinya lagi"l," senyum sinis pun terukir dibalik wajah dingin Marcel.
"Ada satu hal yang bisa kau lakukan untuk Rana, dan mungkin hal ini akan membuat Rana lebih nyaman," ucap Marcel dengan santai.
"Apapun akan aku lakukan demi Rana Cel," uapku meyakinkannya.
"Jauhi dia, berikan dia ruang agar bisa bernafas, dan berikan hak dia untuk memilih jalan hidupnya, sadarilah, kau menyiksanya dengan kecemburuan bodoh mu itu."
Kini Marcel bicara dengan penekanan sambil menatap mataku dengan tajam. Setelah berkata Seperti itu, ia kemudian berdiri dari duduknya, menepuk bahuku seperti menyalurkan semangat padaku, dan pergi melangkahkan kakinya menuju ke tempat dimana sang tunangan berada.
Mendengar penuturan yang Marcel katakan aku kembali merasakan tubuhku tak bertenaga. Aku hanya diam dengan mata kosong ku. Hanya memikirkan jika Rana akan dimiliki orang lain saja kepalaku terasa berdenyut nyeri, aku tak ingin itu terjadi.
Dalam benakku aku bertanya tanya, apa benar Rana tak bahagia denganku?, apakah benar sikapku membuatnya tertekan?, apakah benar kecemburuanku menyiksanya?. Pertanyaan pertanyaan itu terus terngiang diotak ku yang sedang tumpul ini.
Yang aku lakukan semata mata karena aku mencintainya, aku sangat mencintainya hingga tak rela ada pria lain yang menatapnya.
Seminggu pun telah berlalu semenjak aku berbicara dengan Marcel, kini hari hariku hanya diisi dengan bekerja berusaha melupakan kegilaan ku terhadap Rana. Saat aku bekerja aku bisa sejenak melupakan Rana, tapi saat aku menyelesaikan pekerjaanku aku teringat lagi padanya, dan pelampiasan ku adalah minum minum. Aku hampir tiap malam mabuk, setelah mabuk dengan bodohnya aku mendatangi kostan Rana dan menggedor pintunya seperti orang gila.
"Sayang, aku rindu kamu, maafkan aku sayang, beri aku kesempatan aku mohon," ucapku terus menggedor pintu kamar Rana, tapi sekalipun ia tak pernah mau membukakannya untukku, padahal aku tau dia ada di dalam.
Hanya Ibra asisten dan sahabatku saja yang mengikuti ku kemana pun aku pergi jika aku sedang mabuk.
"Sudah lah Langit, jangan mengganggu Rana terus, kau kira dia akan iba melihatmu seperti ini. Ayo aku antar ke apartemen mu," ucap Ibra mulai geram dengan kelakuanku.
Kemudian aku diseret oleh Ibra kedalam mobilnya dan membawaku ke apartemenku. Sepanjang jalan aku terus memanggil nama Rana, meracau dan menangisinya. Kadang aku tertawa dalam tangis ku seperti orang gila yang membuat Ibra benar benar khawatir.
"Kenapa kau menjadi sebodoh ini gara gara cinta Langit, dimana pria sempurna yang penuh dengan percaya diri itu pergi. Kau bahkan kini seperti pecundang teman," ucapnya begitu prihatin melihat keadaanku.
"Bagaimana jika Tante Ambar tau kondisimu sekarnag, pasti dia akan terluka Langit."
Yah, saat ini bahkan aku tak peduli dengan kemarahan ibuku jika tau apa yang anaknya lakukan, sudah pasti dia akan sangat kecewa.
Ibra kemudian menyeret ku masuk ke apartemenku dan merebahkan tubuh pemabuk ini di tempat tidur. Ia berusaha membuka jas yang masih melekat pada tubuhku dan membuka dua kancing baju teratas ku, membuka sabuk dan sepatu yang aku kenakan.
Bahkan dalam kondisi mabuk menuju tidurku ini, aku terus memanggil nama Rana.
"Kau benar benar menyedihkan teman, kau harus disadarkan atas kesalahanmu, bahkan kau tak mengerti apa tujuan Rana melakukan ini padamu Langit," ucap Ibra sambil menyelimuti tubuh tegap yang kini menjadi pemabuk ini, kemudian ia keluar meninggalkanku sendiri untuk beristirahat.
Keesokkan paginya saat aku bangun kepalaku berdenyut nyeri seakan dihantam benda keras, aku mengalami hang over yang parah pagi ini.
"Kau sudah bangun langit," tanya Ibra.
Sekarang masih jam 8 pagi dan Ibra sudah ada disini dengan stelah rapihnya.
"Sedang apa kau disini?," tanyaku sambil memegangi kepalaku yang terus berdenyut.
"Aku hanya memastikan saja CEO ini tidak akan terlambat untuk menghadiri rapat penting hari ini," ucap Ibra sambil menyodorkan aspirin dan air putih padaku.
Tak lama seorang wanita bertubuh tinggi dengan rambutnya yang digerai masuk kedalam kamarku dengan membawa pakaian yang akan ku kenakan hari Ini. Dia adalah Rachel sekertaris yang ditunjuk oleh papahku untuk membantuku mengurus perusahaan tentunya selain asisten pribadiku Ibra.
"Apa kau sudah baikan langit?," ucap Rachel mendekatiku kemudian menempelkan lengannya di keningku.
"Sepertinya kau baik baik saja," ucap Rachel kemudian ia menarik selimutku dan membereskannya.
"Sudahkah, untuk apa kalian kesini, aku bisa mengurus diriku sendiri," tolakku sambil menegakkan tubuh dan melangkahkan kakiku menuju kamar mandi.
"Sepertinya kita harus membantunya Ib, jika dibiarkan lama lama dia akan gila, bahkan sekarang dia sudah menunjukan tanda tanda akan gila," ucap Rachel terkekeh sambil menatap kepergian ku masuk ke kamar mandi.
"Tentu saja, itulah fungsi kita disini, menjaga agar dia tidak gila, jika kita membiarkannya bisa bisa Tante Ambar akan mengirim kita ke kutub Utara," ucap Ibra sambil mendudukkan dirinya pada sofa yang berada tepat di ujung tempat tidurku.
Happy reading 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments