"Uncle ... it feels so good ..."
Suara tertahan dari Serena yang berada di atasnya, membuat Dave mengumpat berkali-kali saat melihat betapa cantiknya gadis ini saat berkeringat. Tubuhnya bergerak perlahan, kepala mendongak ke atas dengan mata terpejam. Gadisnya ... terlihat sangat cantik.
“Serena ... i love you. I love you so much.” Sebuah ciuman dalam Dave berikan pada bibir Serena, memberi tanda bahwa apa yang dia ucapkan adalah sebuah kebenaran.
“Me too, Uncle ... I love you so much.”
Dave terlonjak dalam tidurnya, keringat membasahi tubuhnya yang bertelanjang dada. Detik di mana dia sadar saat ruangan tempatnya tidur ini kosong, Dave menyadari bahwa itu hanyalah sebuah mimpi.
“F*ck!” sungutnya sambil menarik rambutnya kasar, memukul kepalanya, lalu mengusap wajahnya frustrasi. Bibirnya terus menyebut kata makian, mengumpati mimpi sialan yang anehnya terasa nikmat hingga ke alam nyata.
“Sialan, Dave! Apa-apan itu!”
Mimpi bercinta dengan Serena? What the hell?! Jelas itu tidak mungkin. Sama sekali tidak mungkin dan jelas itu di luar kendali Dave jika sampai terjadi secara nyata.
“How could this happen?” Ia mengusap wajahnya dengan kasar, merutuki sebuah mimpi yang tercipta karena terlalu terbawa suasana dengan sebuah dekapan hangat yang Serena berikan padanya tadi.
Tapi ini keterlaluan. Mimpi melakukan itu bersama Serena, jelas terlalu mengerikan.
“Serena ...” rasanya Dave akan menjadi gila dalam obsesinya. “I really love you.” Entah harus bagaimana Dave menyikapinya, perasaannya akan selalu senyata ini.
Pukul tiga dini hari, ia bahkan baru tidur dua jam lamanya dan mimpinya sudah seaneh itu. Sungguh, Dave benar-benar tidak tertolong.
Memilih menyegarkan diri dengan berlari di sekeliling rumah, Dave segera bersiap. Rumah megahnya terlihat gelap, tapi penjagaan tidak pernah lengah sedikit pun. Orang-orang suruhannya tetap berjaga.
“Bos, Anda akan kemana?” Rey, orang yang paling Dave percayai, sekaligus sekretaris paling pribadinya setelah Raisa, bertanya saat dirinya turun dari lantai atas dengan kaos dan celana pendek—lengkap dengan sepatu.
“Aku bermimpi bercinta dengan gadisku. Kau tau, miliku tidak mau turun dari tadi. Berlari beberapa kali putaran mungkin bisa buat ini membaik,” aku Dave jujur.
Rey mengangguk, selalu bersikap datar namun tetap perhatian pada bosnya. “Biar saya temani.”
Dave langsung menahan pundaknya. “Aku bisa sendiri. Lebih baik kamu cek kamar Serena, aku takut ada jelmaan aku di sana,” kekehnya sebelum menepuk pundak Rey beberapa kali lalu berlari keluar rumah.
Rey menatap kepergian Dave hingga laki-laki itu hilang dari balik pintu. Dia menghela nafas, memilih menjalankan perintah.
“Sampai kapan Anda bertahan dengan perasaan itu?” gumamnya.
...💗💗💗...
Dave berlari hingga beberapa kali putaran mengelingi halaman depan rumahnya yang besar, hingga keringat membasahi tubuhnya di saat hawa dingin menusuk kulit. Perasaannya sudah sedikit membaik, tidak sekaku sebelumnya. Mimpi itu benar-benar menyulitkan Dave.
Merasa sedikit lelah, Dave beristirahat sebentar dengan duduk selonjoran. Ia teguk beberapa kali air mineral, berhenti saat merasa cukup. Hawa dingin dini hari belum membuat Dave kedinginan, sebab tubuhnya terasa berbeda dan panas dari biasanya.
Yeah, of course because of that dream.
Untuk pertama kalinya Dave bermimpi melakukan hal itu bersama Serena. Entah pikirannya yang memang kotor, atau perasaannya yang semakin sulit untuk diredam. Semuanya terasa membingungkan, dan Dave akui ia salah atas mimpinya.
D*mn, is that a wet dream?
“HUAAAA!”
Dave langsung terlonjak kaget mendengar teriakan Serena dari dalam rumah, suaranya nyaring dan terdengar ketakutan. Dave langsung berlari dengan panik, lalu berhenti tepat di depan pintu utama.
“What happened?!” tanyanya dengan suara meninggi pada orang-orang yang berjaga di depan pintu.
Mereka menunduk. “Maaf, Bos, kami tidak tahu apa yang terjadi di dalam. Biar saya cek—“
“Sialan!” Dave mendorong kasar tubuh orang itu penuh emosi, langsung berlari masuk saat pintu di bukakan untuknya.
“Serena! Apa yang terjadi??” kepanikan melanda Dave detik di mana dia melihat Serena di ruang tengah sembari menangis, matanya sembab dan pipinya memerah.
“Uncle, huaaaa.” Dia berlari ke arah Dave dan langsung berhambur memeluknya. Dapat Dave rasakan tubuh gadisnya bergetar.
Dave menghunus tajam orang-orang yang berada di dalam rumahnya, menuntut sebuah jawaban atas tangisan Serena.
“A-ada hantu pengintip, Uncle! Aku takutttt,” adu Serena dengan tubuh kian bergetar.
“Hah??” mata Dave berkedip beberapa kali—kebingungan. Namun saat dia tersadar akan kata ‘pengintip’, netranya langsung menatap Rey menuntut jawaban.
Rey menunduk. “Dia mengira saya mengintip. Saya hanya menjalankan perintah Anda untuk mengecek kamar Non Serena. Maafkan kecerobohan saya.”
Dave menggaruk kepala, situasi macam apa ini. “Hei, dengar.” Ia uraikan dekapan mereka, menangkup wajah Serena yang memerah. “Itu bukan hantu, dia Rey. Saya menyuruhnya mengecek ke kamar kamu tadi.”
Serena menarik ingusnya dengan mata menatap Dave masih cemas. “Beneran?” tanyanya sedikit ragu.
“Yes, he's not a ghost. Lihat, dia orangnya. Kakinya masih menampak di lantai.”
Serena menoleh, tapi sama sekali tidak melepas dekapannya pada tubuh Dave.
“Maafkan saya.”
Akhirnya Serena bisa bernafas dengan lega saat melihat itu. Ia ingat juga kalau yang berada di depan pintunya tadi berpakaian kemeja seperti yang Rey kenakan.
“Sekarang ayo tidur lagi.” Dave menarik pinggang Serena untuk kembali naik ke lantai atas.
“Uncle dari mana?”
“Lari pagi.”
“Tapi ini masih malam,” sergah Serena.
“Ini hampir subuh,” jelas Dave dengan senyum tipis.
“Masa, sih?”
“Iya, sayang.” Dave membawa Serena ke kasur, menyuruhnya berbaring lalu menyelimuti tubuhnya yang mungil.
“Tidurlah, saya temani sampai kamu tertidur.”
Serena membuka selimutnya kembali, lalu tangannya menepuk-nepuk sisi tempat tidur yang kosong. “Uncle, temani tidur,” pintanya terlalu manja.
Dave langsung tersenyum miring, namun dalam hatinya mengumpat sejadi-jadinya. Bagaimana bisa setelah bermimpi melakukan itu, kini mereka akan tidur bersama? Yang ada, usaha Dave berlari beberapa kali putaran tadi tidak berguna!
“Yes, I'm coming.” Tentu, Dave akan terima dengan senang hati walau nanti miliknya akan sesak kembali.
Dave berbaring di sebelah Serena, memberikan lengannya sebagai bantal gadis itu berbaring. Lalu, dalam sekejap saja, gadis itu berada dalam dekapannya.
“Daddy biasanya gini kalau aku kebangun malam-malam,” ungkapnya di sela mata terpejam.
“But, I'm not your Daddy.”
“Yes. My Daddy is in Germany now.” Lalu, dalam dekapan hangat Dave, Serena tertidur.
Serena adalah gadis manja, anak satu-satunya yang Louis dan Florez punya. Gadis yang selalu di kekang dan di beri perhatian khusus. Mungkin ini alasan mengapa hingga detik ini, Serena tidak peka akan semua sikap yang Dave berikan. Dia tidak pernah jatuh cinta, tidak pernah juga dekat dengan laki-laki. Hal ini membuat Dave ingin menjadikan dirinya satu-satunya untuk Serena.
Dave menatap wajah Serena dalam-dalam, kemudian senyum miris tersungging di bibirnya. Hari ini benar-benar penuh kejutan, hingga membuat Dave nyaris tak mampu bernafas dengan tenang. Selalu ada hal yang tiba-tiba, namun entah kenapa situasi yang kadang ia inginkan sebelumnya, kini terasa menyakitkan.
“I don't want to be your Daddy. But, i want you to be mine.” Sebuah kecupan Dave berikan pada bibir merah muda milik Serena, menempelkannya begitu lama hingga rasanya sangat gila. Bibir manis itu, kini Dave rasakan.
...💗💗💗...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Wisu Mmhwilman Ilham
lnjut
2022-06-18
0