Seperti janjinya, Serena menemui Ken di parkiran sekolah. Berbekal chattingnya dengan Ken yang memberitahu bahwa dia menunggu di dekat pos satpam, Serena berjalan ke arah sana dengan jantung berdebar. Takut sekali rasanya saat mengingat kecerobohannya siang tadi. Untung saja orang yang dia tabrak bukan biang onar sekolah.
“Hei! Di sini!” Lambaian tangan seseorang tepat di samping pos satpam, membuat Serena berlari ke arah sana.
“Kamu nunggu lama, Kak? Maaf ya tadi di suruh piket dulu.”
Ken tertawa pelan dan mengangguk. “Santai saja, Ser.”
“Sekarang kita bisa pergi?”
Serena langsung mengangguk, namun langsung bingung saat melihat kendaraan yang Ken gunakan. Sebuah motor besar, yang sering Serena lihat anak-anak muda menggunakannya. Tapi demi apa pun, Serena tidak pernah menaikinya.
“Gak bisa naik?”
Serena mengangguk pelan. “Takut terjungkal.”
Ken tertawa kecil. “Enggak, coba deh naik dulu.” Ken memberikan jaketnya pada Serena, namun melihat gadis itu kebingungan, Ken memilih memasangkannya langsung di pinggang Serena. “Biar roknya gak kenaik.”
“O-ohh, gitu ya, Kak.”
“Iya. Sekarang coba naik.” Menyodorkan tangan meminta Serena memegangnya, Ken menatap Serena penuh keyakinan. “Gak papa, gak bakal terjungkal kok.”
Awalnya ragu-ragu, tapi Serena mulai berani mengangkat kakinya menginjak tempat menaruhnya kaki di motor itu. Lantas dengan genggaman tangan yang Ken berikan padanya, membuat Serena akhirnya naik ke atas motor walau dadanya sedikit bergetar.
“Takut jatuh,” rengeknya.
“Gak bakal. Makanya pegangan.”
Entah modus atau apa, Ken menarik tangan Serena untuk berpegangan pada tubuhnya. Kedua tangan Serena secara otomatis langsung tertarik menjauh, wajahnya menjadi canggung.
“G-gak perlu, Kak. Aku bisa pegangan di sini,” tukas Serena sambil perpegangan pada sisi jaket Ken. “Gak papa kan?” masalahnya, itu juga bagian dari Ken.
Ken lagi-lagi tertawa, lucu melihat reaksi berlebihan dari gadis yang baru saja ia kenal beberapa jam ini. Manis sekali, selayaknya wajahnya yang cantik dan selalu terlihat polos.
“Pegangan erat-erat,” suruh Ken sebelum motor itu keluar dari pekarangan sekolah, melaju dengan kecepatan sedang.
Sepeninggalnya Serena bersama Ken, seseorang menaikkan kembali kaca mobil yang awalnya di turunkan itu. Arah matanya menajam di balik kacamata hitam yang dia kenakan, menatap nyalang penuh ancaman pada seseorang yang berani membawa miliknya pergi.
“Where are you going, Baby Girl?”
...💗💗💗...
Sebuah playstore di pusat kota menjadi tujuan Ken untuk membeli laptop. Sebentar saja dia memilih, barang itu sudah ada di tangannya seakan bukan hal ribet membeli apa yang dia inginkan. Di sampingnya, Serena hanya menjadi peneman, tidak mengatakan apa-apa atau memberi saran warna apa. Dia hanya mengatakan kalau uang ganti rugi sudah ia transfer ke rekening Ken. Tentu saja setelah semua paksaan yang Serena lontarkan agar Ken mau memberikan nomor rekeningnya.
“Mau makan dulu gak?” mereka keluar bersama dari playstore, rasa panas matahari langsung terasa saat tubuh mencapai halaman depan toko.
“Atau mau makan di rumah gue aja?” merasa Serena tidak menyahut, Ken kembali memberi pilihan.
“Makan di kafe depan aja, Kak. Tapi jangan lama-lama, nanti ngerjain tugasnya bakal ngaret. Aku takut kalau pulang kemaleman, pasti di cariin,” tutur Serena panjang dengan perasaan sedikit cemas sebab ia tidak izin dengan benar kepada Dave sebelumnya. Serena hanya mengatakan akan mampir ke rumah Angel sebentar.
“Oke, gak akan lama. Ayo.”
Sebenarnya Serena sudah makan di jam istirahat kedua tadi, tapi takut Ken kelaparan, alhasil Serena mengiyakan saja. Serena juga tidak mau jika di tawari makan di rumah Ken, ia merasa malu.
“Sambil nunggu pesanan, kita coba kerjakan aja dulu kali ya?” ucap Ken memberi saran, yang langsung membuat Serena setuju.
“Bener! Biar cepat selesai.”
Laptop baru itu mulai di setel, cukup memakan waktu beberapa menit. Lantas saat semuanya sudah siap, Ken mengeluarkan buku dan mulai mengerjakannya bersama Serena.
Cukup lama sebelum pesanan mereka datang.
“Makan dulu, gih. Nanti aja di lanjutinnya,” ucap Ken menyingkirkan laptopnya.
“Oke!” ternyata Serena jadi kelaparan saat mengerjakan tugas, spageti yang ia pikir akan mengisi sedikit perutnya, kini terasa kurang.
“Enak spagetinya,” aku Serena jujur, dia sampai menjilati garpu saat makanan itu sudah habis.
“Mau punya gue?” Ken menyodorkan steak miliknya. “Lo gak masalah kan makan punya gue? Takutnya lo gak mau makan bekas gue.”
“Seharusnya aku yang bilang gitu. Serius kasih ke aku, Kak?” Serena meneguk ludah, semakin lapar melihat steak daging yang hanya Ken makan sedikit saja.
“Of course!”
Dengan antusias, Serena mengambil alih piring Ken dan memakan isinya dengan lahap. Bersama sendok yang sama, Serena bahkan tidak sadar. Hal itu tentu membuat atensi Ken terganggu, matanya tak lepas memandangi gadis yang menikmati hidangannya dengan serius.
Semua gerakan yang Serena lakukan, tidak lepas dari perhatian Ken. Saat saos steak itu belepotan disisi wajah Serena, tangan Ken secara otomatis bergerak dan membersihkan menggunakan jempolnya.
Ken mengisap jempolnya. “Enak?” tanyanya dengan tatapan intens.
Serena mengangguk cepat. “Nanti biar aku yang bayar. Soalnya aku yang habiskan,” ucapnya sambil terkekeh.
“Santai saja.”
Detik berlalu demi detik, menit berubah menjadi jam, hingga sampai pada waktu mentari mulai terlihat redup. Karena itu, Serena dan menyadari bahwa hari sudah hampir malam.
“Keterusan ngerjain tugasnya sampai lupa sama waktu,” lontar Ken sembari terkekeh pelan.
Tadi sehabis makan, mereka memutuskan untuk mengerjakan tugasnya di kafe ini saja. Lantaran akan memakan waktu untuk menuju ke rumah Ken lagi, jadi mereka putuskan saja mengerjakannya di sini.
“Capek banget ngerjainnya huhuhu,” rengek Serena dengan bibir sedikit manyun.
Jujur saja, Serena itu tidak pintar mata pelajaran selain bahasa inggris. Apalagi sekarang mereka mengerjakan tugas matematika dan IPA, yang jelas di luar batas Serena. Alhasil, hanya Ken yang mengerjakan paling banyak, Serena kadang hanya membantu mengetik, kadang juga hanya minum.
“Yaudah yuk pulang.” Ken merapikan barang-barangnya di bantu Serena.
Matahari mulai kian terbenam, cahaya perlahan menghilang. Untung saja toko yang mereka datangi saat ini tutup hanya pada saat malam hari, sehingga tidak perlu ada drama di usir karena terlalu lama.
Kedua remaja yang masih menggunakan seragam sekolah ini keluar dari kafe bersama-sama. Asap kendaraan membuat Serena bergegas mengambil sesuatu di dalam tasnya. Sebuah masker, yang langsung di kenakan oleh Serena saat itu juga.
“Dust,” ucapnya sambil menggerakkan tangan di depan wajahnya menyingkirkan polusi.
“Lo alergi?” tanya Ken.
“Enggak. Tapi itu kotor, bahaya juga masuk ke paru-paru. Kamu mau masker?” Serena hendak mengambil masker lagi, tapi tangan Ken menahannya.
“Gue udah biasa. Sekarang ayo pulang aja, gue takut ortu lo bakal cemas.”
Serena mengangguk setuju. Kali ini ia dengan mudah naik ke atas motor tidak seperti sebelumnya, tapi tentu saja dengan bantuan tangan Ken.
“Rumah lo di mana?” tanya Ken di sela motornya yang menyalip kendaraan lain.
“Terus aja, Kak, nanti kalau udah keluar dari jalan besar, aku kasih tau jalannya.”
“Oke.”
Motor melesat membelah jalan di sela kemacetan, Ken dengan lihai menerobos kemacetan dan juga melewati jalan tikus. Untuk pertama kalinya Serena menaiki motor dan pulang selarut ini bersama seorang laki-laki yang baru ia kenal. Di tambah lagi, Serena berbohong.
...💗💗💗...
Saat sampai di mansion Dave, hari sudah petang. Penjagaan yang selalu saja ketat, membuat Serena sedikit tidak nyaman karena pulang terlalu sore dengan baju yang masih menggunakan seragam sekolah. Apalagi tadi saat hendak melewati gerbang, Ken tidak bisa masuk lantaran tidak memiliki akses. Lantas dengan panik Serena menghubungi orang di dalam untuk menjemputnya.
Masalahnya, jalan menuju rumah itu terlalu jauh jika harus jalan kaki. Dan lagi-lagi Serena harus merepotkan orang.
“Hemm bibi. Ada makanan gak?” tanya Serena malu-malu saat memasuki dapur masih dengan seragam sekolahnya. Perutnya keroncongan lagi, efek mengerjakan tugas memang seberat ini.
“Hei, girl.”
“Astaga!” hampir saja Serena melemparkan ponselnya saat mendengar suara bariton tepat di samping telinganya. Serena menoleh dengan wajah cemberut.
“Uncle ngagetin! Nyebelin!”
Dave tertawa, dia berjalan lalu duduk di atas meja makan. “Where are you from, honey?" tanyanya dengan smirk.
...💗💗💗...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Wisu Mmhwilman Ilham
kutunggu kelanjutanmu thor
2022-06-16
0