“Woah!” decakan tak sadar keluar dari mulut Serena saat mobil yang dia tumpangi memasuki pagar besi yang terbuka otomatis dan membawanya jauh melewati jalan yang penuh akan pohon rindang.
Takjub sekaligus speechless dengan apa yang dia lihat. Terutama saat mobil kian jauh melaju hingga netranya menyapa rumah megah berlantai dua.
“Uncle ... ini rumah siapa?” jangan salahkan ketololannya, karena bagi Serena ini terlalu besar untuk ukuran orang yang tinggal sendirian.
“Rumah kita?” Dave tertawa kecil sembari menatap wajah Serena.
“Serius rumah Uncle?” tanya Serena kurang yakin.
“No, Baby. This is our home.”
“Ish! Aku serius tau!” Serena mencebikkan bibir.
“I’m serious too.”
Serena kembali berdecak, enggan lagi bertanya. Namun, diam-diam memperhatikan tiap inci rumah dari luar. Bangunan kokoh berwarna putih dan gold, jendela-jendela besar yang kokoh, juga lampu di mana-mana, cukup membuat Serena Kyntia terkagum-kagum.
Sungguh, ini lebih besar dari rumahnya.
Saat mobil berhenti tepat di depan pintu utama, Serena kian kagum dengan kehadiran pria-pria berjas hitam dengan tubuh besar. Tentu saja Serena tidak goblok, mereka semua adalah pengawal rumah ini.
“Come on down,” ajak Dave.
Serena mengangguk dan membuka pintu mobil, lalu keluar sembari menatap lebih dekat rumah yang membuatnya seperti orang tolol ini. Ternyata, dengan jarak sedekat ini, bangunan bergaya Eropa modern ini benar-benar luar biasa.
“Untuk malam ini, kamu menginap di rumah saya. Besok akan saya antar kembali ke rumah kamu,” tutur Dave sembari menggenggam jemari dingin Serena, membawanya berjalan bersama memasuki rumah.
“Aku tidur di mana?” penasaran, Serena tanya saja langsung. Tubuhnya lelah, dia ingin cepat-cepat mencium kasur.
“Sleep with me, Serena.”
“Hah?” Kaget sekaligus kurang percaya takut dia salah dengar, Serena beri respons kebingungan.
“Rumah ini jarang di tempati, jarang ada tamu juga. Makanya yang bersih cuman kamar saya. Akan memakan banyak waktu untuk bersih-bersih.”
“Jadi ...” uh, seriously? Serena tidak bisa membayangkan tidur dalam satu kamar dengan seseorang yang bahkan tidak dia kenal dengan baik. Yah, walau Dave adalah sahabat ayahnya.
“Kamu takut?” Dave menyunggingkan senyum tipis dan geli saat melihat wajah Serena yang waswas.
“E-enggak!” bantah Serena cepat sembari menggeleng.
“Just calm down, Baby. Saya gak akan ngapa-ngapain kamu. You believe, right?”
Serena akhirnya mengangguk walau banyak keraguan yang tersimpan dalam pikirannya. Serena bukan anak kecil yang harus di temani tidur saat berada di rumah baru. Ia sudah remaja, hal seperti ini bukanlah masalah besar. Namun, penuturan Dave bahwa kamar lain kotor, membuat Serena mau tidak mau tidur bersama Dave di kamar laki-laki itu.
“Ayo.” Genggaman hangat yang di salurkan Dave pada tangan Serena, menciptakan gemercik rasa nyaman saat dengan halus Dave menuntunnya berjalan bersama menuju kamar yang entah di mana.
“Hem ... Uncle tinggal sendirian? Orang tua Uncle ke mana?” tanya Serena penuh penasaran.
“Ada. Tapi mereka nggak tinggal di sini.”
“Berarti bener ya rumah Uncle sendiri?”
Dave mengangguk dan tersenyum simpul. Tangannya yang bebas, terangkat mengusap gemas pucuk kepala Serena.
“Nanti akan ada yang ramein kok.”
Serena mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Hingga tak sadar bahwa mereka sudah berhenti di pintu berwarna cokelat tua. Sudah dipastikan bahwa ini kamar Dave.
Saat pintu terbuka, nuansa suram terasa membanjiri tubuh Serena. Serius! Cat dinding penuh warna hitam di poles sedikit warna abu-abu, membuat bulu kuduk Serena merinding karena baru pertama kali memasuki kamar segelap ini.
“Serem, Uncle,” lapornya jujur, tak luput memasang wajah takut-takut.
Dave tertawa, dia mengangguk mengakui perkataan gadisnya. “Yeah, horror.”
Tapi, saat semua lampu di dalam kamar dinyalakan, suasana suram itu berangsur memudar terganti dengan kedamaian yang entah datang dari mana. Jendela besar di samping, membuat Serena terkagum saat hamparan pohon bak lukisan indah tertampak di sana.
“Gak serem lagi, Uncle,” lapornya.
“Bagus kalau gitu.” Dave mengacak rambut Serena sebelum kakinya membawa memasuki walk-in closet lalu tak lama kembali dengan membawa baju tidur berwarna biru.
“Ganti pakaianmu,” suruhnya sambil menaruh baju di atas ranjang.
Serena langsung menggeleng lalu merebahkan diri di atas kasur dengan tampang meledek. “Yah, udah terlanjur rebahan.”
Dave mengulum bibirnya sembari meneguk ludah, netranya menatap lurus gadis manis ini dengan bibir yang mulai menampilkan smirk.
“Mau saya gantikan?”
Serena cemberut, namun enggan juga uantuk menurut. “Serena capek loh, Uncle. Gak ada tenaga buat bangun lagi,” akunya jujur.
Diam cukup lama, Dave memperhatikan wajah Serena yang memelas. Tubuh itu berbaring miring menghadapnya yang tengah berdiri di sisi ranjang. Pakaiannya yang tertutup saja, berhasil menciptakan semua fantasi mengerikan dalam pikiran Dave.
“Iya, tidurlah,” putus Dave memilih mengalah. “Saya mandi dulu.” Buru-buru dia berbalik menuju kamar mandi.
“Asyik, tidur!” Selena mengambil guling lalu memeluknya penuh rasa nyaman.
...💗💗💗...
“Hnggg...” Selena mengeratkan dekapannya pada guling saat rasa dingin mulai menyusup kulitnya. Dia cari posisi hangat dan nyaman, memperbaiki pula posisi selimutnya.
Kicauan burung terdengar samar di telinga Serena, namun karena rasa kantuk masih mengusai, Serena jadi enggan untuk bangun dan memilih tidur entah sampai jam berada nanti.
“Morning Baby Girl. Posisi yang nyaman, ya?”
Sontak saja mata Serena membalak saat mendengar suara bariton yang sangat dekat dengan wajahnya, bahkan embusan nafasnya saja dapat Serena rasakan.
Mata Serena terbuka lalu bergulir ke atas. Persepsi pria dengan wajah hangat, rambut acak-acakan, dan mata sayu, menjadi nilai tambah untuk keterkejutannya.
“Uncle Dave?!” pekiknya heboh.
“Yes, Baby?”
Serena menatap dirinya, di mana tangan melilit tubuh itu erat, dan satu kaki naik ke atas tubuh itu, seperti memeluk guling sungguhan. Serena tersadar lalu menjauh.
“Ya ampun, Uncle! Serena gak sadar, maapin!” katanya super kaget.
Dave tertawa, lantas menarik tengkuk Serena dan beralih memeluknya. “Tetap seperti ini, Serena. Saya kedinginan,” ucapnya sambil memejamkan mata.
“Hemm tapi...” tidak bisa menolak, Serena memilih berdiam dengan mata berkedip-kedip.
“Hangat sekali, Serena.” Nafas Dave menerpa pucuk kepala Serena, tangannya kian mengerat memeluk tubuh mungil Serena posesif.
“Serena sesak, Uncle,” lapor Serena yang tidak di gubris, malah laki-laki itu kian mengeratkan pelukannya. “Ish! Nyebelin!” sungutnya mencebik.
Dave tertawa, diam-diam dia kecup pucuk kepala gadis ini berulang kali. “Ahh, you smell so good, Serena,” desahnya tak kuasa menahan rasa harum di rambut Serena.
“Shampo rasa stroberi. Serena pakai itu,” beritahunya yang di balas anggukan oleh Dave. “Uncle mau pakai juga, ya?” Serena mendongak menatap wajah Dave.
“Kamu saja yang pakai, saya tinggal cium aja,” seloroh Dave dengan netra sejurus menatap Serena. Pahatan maha indah yang pernah Dave lihat dengan sempurna selayaknya sebuah patung buatan manusia. Bibir tipis merah muda, alis tebal dengan netra cokelat, hidung mancung, dan pipi bulat putih bersih. Semua terlihat begitu sempurna, tidak ada yang kurang sama sekali.
“Serena, you know? You are very beautiful.” Entah kenapa, Dave Charles bisa sejujur ini sekarang.
...💗💗💗...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Eva Karmita
waduh ni si uncle Dave udah terkena virus cinta ni ❤️😍
2022-07-01
0