Keberadaan Serena Kyntia di club malam saat ini benar-benar mengejutkan Dave. Terlebih keadaan gadis itu tampak tidak baik-baik saja. Matanya yang memerah, bibirnya yang pucat, dan tubuhnya yang bergetar cukup menunjukkan bahwa Serena sedang dalam situasi buruk.
“Woi bangsat!”
Netra cemas yang tertuju pada Serena, kini langsung berubah tajam saat suara kasar seorang laki-laki berada di dekat mereka. Dave memandang cowok yang berdiri di hadapannya dengan wajah merah padam, urat-urat lehernya pun terlihat jelas.
“Lo cewek tadi, kan? Gak usah sembunyi lo!”
Saat tangan itu hendak menyentuh pundak Serena, Dave duluan menghadang dengan mencengkeram tangan itu sebelum menyentuh seinci pun gadis dalam dekapannya.
“Apa urusanmu?” tanya Dave datar.
“Apa? Lo gak usah ikut campur! Dia cewek cabul!” kata cowok itu.
Dave dapat merasakan bajunya di cengkeram erat oleh Serena, tubuh gadis itu juga semakin bergetar. Dave memeluknya erat dengan satu tangannya, seakan menunjukkan pada Serena bahwa dirinya bisa melindungi gadis itu dari ancaman apa pun.
Dave mencondongkan tubuhnya sedikit, lalu mengendus bau laki-laki itu. “Ah! Baumu sangat jorok,” ucap Dave dengan smirk.
Cowok itu mengeras, tatapannya setajam silet tanpa menunjukkan ketakutan sedikit pun pada aura gelap yang Dave pancarkan.
“Ini club, bro. Lo mau melakukan di tengah sekalipun, gak ada yang urus. Emang dasarnya cewek lo aja yang cabul!” penuh sarkas dan ucapan merendahkan, membela habis-habisan dirinya sendiri.
“Benarkah? Bagaimana kita coba ke kantor polisi? Ungkapkan masalahmu, man.” Sisi tenang Dave selalu terlihat, walau aura mengintimidasinya jauh lebih unggul siap mematikan.
“Sialan!” merasa kalah, cowok itu mengumpat. “Dasar cewek cabul! Muka polos tapi mainan om-om! Cih!” cowok itu lantas melangkah pergi dengan kemarahan yang masih setia bertahan.
“Serena? Are you okay?” Dave memegang kedua pundak Serena, menguraikan dekapannya untuk melihat wajah gadisnya.
Serena mendongak, bibirnya melengkung ke bawah. “Uncle ...” panggilnya siap menangis. “Thank you.”
Dave tertawa gemas. Salah Serena memasang wajah imut seperti itu, membuat Dave tak tahan untuk tidak tertawa. “It’s okay, baby.” Padahal, Dave sedang mengincar dengan siapa gadis ini kemari, tapi dia tahan untuk sementara waktu karena Serena akan menangis nanti bila ia serbu dengan pertanyaan yang memojokkan.
“Gak papa. Udah ya jangan nangis.” Dave usap kedua pipi Serena pelan. Namun, rahang Dave mengeras karena sulit baginya untuk tidak mengecup pucuk kepala gadis menggemaskan ini.
“Uncle anterin aku tempat Angel, mau?”
Bagaimana bisa Dave menolak, jika Serena memasang wajah lugu dan tangan yang merangkulnya erat. “Yes. Kita ke sana.”
“Tapi Serena lupa tempatnya.”
“Kita cari.” Tanpa pikir panjang, Dave rangkul pinggang Serena dan menariknya mendekat. “Hati-hati,” ucapnya saat mereka melewati pria-pria yang berkerumun. Padahal seharusnya, kata hati-hati itu juga tertuju padanya.
Dalam posisi ini, Dave mati-matian menahan untuk tidak membawa Serena ke arah yang berbeda. Dave berpikir untuk tidak mempertemukan Serena dengan teman-temannya, tapi Dave juga ingin melihat orang yang membawa gadisnya kesini.
“Siren lo di mana anjir! Siren lo denger suara gue gak??!”
“Eh itu suara Angel!” Serena merespons dengan cepat suara dari sahabatnya itu, wajahnya pun berubah sedikit lega.
“Angel! Aku di sini, Ngel! Di sini!” Serena mengangkat tangannya tinggi, matanya tak lepas mencari keberadaan sahabat-sahabatnya di tengah kerumunan.
“SIRENNNNN!!”
"HUAAA ANGELAAA!!"
Saat mereka bertemu, rangkulan yang semula sangat erat di pinggang Serena, terlepas dengan mudah. Gadis itu berlari menghampiri teman-temannya, memeluknya dan mengatakan hal-hal yang tidak Dave dengar dengan jelas.
Dave menatap kosong tangannya yang sudah tidak berada di tubuh gadis itu. Tersenyum kecut sebentar, Dave memilih memasang wajah seperti biasa lalu menghampiri mereka.
“Huaaaa, Angel!!! Aku takut banget!”
“Maafin gue, Sirennnnn. Gue gak tau lo bakal sepolos itu!” Angel memasang wajah bersalah. “Gobloknya temen gue gak ngotak.”
Sea yang merasa paling bersalah, hanya bisa menunduk menyesali perbuatannya. Melihat itu, Serena mendekat dan memeluk Sea.
“Sea kemana? Aku cariin tadi gak ada. Aku takut banget kamu kenapa-napa tadi, Sea,” ucapnya khawatir.
“Serena ... seharusnya lo cemasin diri lo sendiri.”
Serena menggeleng. “Aku gak papa. Untungnya aku ketemu Uncle Dave, orang itu gak berani sama Uncle,” tutur Serena.
“Udah gak usah di jelasin. Sekarang ayo pulang aja.” Rain menyudahi. “Serena, ini tas lo.” Rain memberikan tas milik Serena.
“Makasih ya, Rain.”
Dave hanya menatap interaksi itu dalam diam, enggan juga ikut nimbrung obrolan anak muda. Namun, ada rasa senang saat Serena tidak lupa akan kehadirannya sekarang.
“Serena pulang bareng saya. Bersama kalian hanya akan membuatnya semakin bahaya,” putus Dave sambil memasang wajah dingin.
“Gak bisa gitu! Siren dateng bareng kita, ya pulang harus tetap bareng kita!” sentak Angel tidak terima. Wajah menyebalkannya kian terlihat nyolot saja.
“Malahan ya, Om! Kalau Siren pulang bareng lo, yang ada dia makin bahaya. Muka lo pedofil banget!” Angel benar-benar memaki habis-habisan.
“Ngel, lo mabuk,” tegur Sea.
“I'm not drunk!”
Serena menahan tawa, seperti ini ternyata Angel saat mabuk. Benar, sangat menjijikkan dan menjengkelkan.
“Hmm, guys. Aku pulang bareng Uncle Dave aja. Kalian gak usah takut, dia sahabat Daddy,” beritahu Serena dengan jelas agar teman-temannya tidak khawatir.
“Kalian bisa lanjut tanpa aku. Lagian aku udah ngantuk, takut juga lama-lama di sini.”
“Serius gak mau sama kita?” Serena mengangguk dan tersenyum. “Yaudah kalau gitu. Hati-hati ya, Serena. Maaf soal tadi.”
Serena mengibaskan tangannya. “Gak papa kok, Sea. Santai aja oke?”
“Woi, Siren! Lo tega pulang tanpa kita?! Jahat lo!”
“Panggil Galang, Rain. Gak waras nih cewek,” suruh Sea jengah.
Dave merasa obrolan mereka terlalu lama. Maka, dengan berani dia peluk pinggang Serena membuat gadis itu tersentak. Dave mendekatkan wajahnya ke telinga Serena.
“Let’s go home, Princess.”
“Hmm kalau gitu aku pulang dulu ya, guys. Bye-bye!”
...💗💗💗...
“Uncle, bisa kita gak pulang ke rumah aku? Soalnya ‘kan aku izinnya nginap di rumah Angel. Kalau tiba-tiba pulang jam segini bareng uncle, nanti orang tua aku mikirnya gimana?”
Penuturan panjang Serena membuat Dave tertawa kecil. Secara otomatis, juga kian berani, tangannya terangkat mengacak pelan kepala Serena.
“Iya, kita gak akan pulang ke rumah kamu.”
Senyum Serena terbit. Matanya lalu menatap jalanan yang masih ramai pada pukul dua belas malam, kerlap-kerlip lampu masih menghiasi jalanan.
“Hmm, Uncle,” panggil Serena ragu.
“Yes, Princess?”
“Tadi ... apa Uncle sering ke sana?”
“Club?” Serena mengangguk. Dave tersenyum tipis. “Gak sering. Tapi malam ini malam minggu, there is the right place,”ucap Dave santai.
Serena mengangguk pelan, mengerti. “Orang-orang kayak tadi emang sering gitu ya? Terus yang dia bilang bener? Melakukan hal itu di tengah-tengah disko juga gak papa?”
Pertanyaan polos yang terlontar dari bibir merah muda itu sukses membuat Dave tertawa sedikit kencang. Sungguh, Dave tidak percaya Serena-nya semudah itu paham dengan kata ‘melakukan’.
“if yes, why? Kamu tidak akan ke sana lagi?”
Serena langsung mengangguk cepat. “I am not going to! It's terrible over there. I'm traumatized,” ucapnya sambil bergidik dan memeluk dirinya sendiri.
“Hahaha, great!” lucu saat gadis itu berbicara dalam bahasa inggris, juga ekspresi yang terlihat sangat enggan. Ugh! Dave ingin menerkamnya saat ini juga.
“But, Uncle. Where are we going?” Sudah setengah perjalanan, Serena tidak sadar akan tujuan mereka. Karena jalan ini terlalu asing untuknya.
“Let's go to my house, Baby Girl.” Dave menyeringai.
...^^^...^^^...^^^💗💗💗^^^...^^^...^^^...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments