...# Happy Reading #...
Rivan terbangun, merasakan sakit di sekujur tubuhnya, pikirannya masih melayang buana ke kejadian 6 bulan yang lalu.
"System?" Gumam Rivan memikirkan kejadian sebelum dirinya pingsan.
[Ya Tuan?]
Rivan membelalakkan matanya menatap layar bertuliskan tulisan aneh di hadapannya, namun anehnya ia seolah mengerti dengan apa yang tertulis di sana.
Rivan mencoba kembali tenang, kejadian beberapa bulan lalu sudah cukup aneh untuk membuatnya percaya dengan apa yang di lihatnya.
"System kau siapa?"
[System]
"Siapa yang membuat mu?"
[System tak tahu]
"Dari mana kau berasal? bagaimana bisa kau ada di sini?"
System tak menjawab namun menampilkan kejadian 6 bulan yang lalu saat Rivan nekat menyuntikkan 5 cairan pada tubuhnya.
[Cairan Biru untuk menstabilkan kondisi tubuh]
[Cairan Emas untuk meningkatkan kualitas pemikiran]
[Cairan Hitam dan Putih kekuatan besar yang mampu berbaur dengan segala elemen]
[Embrio 'System' presentase keberhasilan 0,00000001% hampir tidak mungkin untuk bertahan selama proses penanaman]
Rivan terdiam, jadi 6 bulan yang lalu tanpa sadar ia hampir meregang nyawa ?
Ceklek
Pintu ruang yang berisi 3 brankar itu terbuka, terlihat Riana datang sambil menenteng kantong plastik hitam yang Rivan yakini berisi makanan.
"Udah sadar kak?" Riana meletakkan bawaannya di atas nakas.
"Hm" jawab Rivan.
Riana memperhatikan wajah kakaknya yang terdapat banyak lebam, ia merasa sedih melihat perubahan drastis yang terjadi pada kakaknya itu setelah di tinggal kedua orangtuanya.
Tanpa sadar raut wajah Riana berubah sayu.
Rivan yang melihatnya merasa sedikit bersalah.
"Ana" panggil Rivan.
Riana menoleh "iya kak?"
"Sini" Rivan memberi kode agar Riana berjalan mendekatinya.
Rivan langsung saja memberikan pelukan hangat untuk adiknya yang telah menghampirinya itu, satu satunya yang di milikinya di dunia ini untuk sekarang. Rasa sayangnya pada Riana begitu besar.
Sementara Riana yang di peluk merasa nyaman, sudah lama ia tak merasakan pelukan ini, Riana ingat terakhir kali ia di peluk oleh sang kakak sewaktu pemakaman orang tuanya.
Lama mereka berpelukan, Rivan mengurainya dengan memberi kecupan hangat di dahi adiknya itu walaupun wajahnya masih dengan raut datar.
"Panggil dokter kakak mau pulang" kata Rivan.
"Ta-" Riana akan protes, namun dengan tegas terlihat Rivan menggeleng ngotot.
Akhirnya Riana mengalah dan pergi meninggalkan Rivan sendiri di ruang dengan tiga brankar itu.
"Makanya jangan lupa di makan" kata Riana sebelum menghilang di balik pintu.
"System"
[Ya tuan?]
"Apa yang bisa kamu lakukan untukku? Apa fungsi mu sama seperti di cerita-cerita novel fantasi?"
[Tidak tuan, saya tidak bisa melakukan seperti yang anda bayangkan]
"Hah terus untuk apa kamu ada?"
[Tidak tahu]
"System"
[Ya tuan]
"Apa nama rumah sakit ini? Dan di bangsal berapa aku menginap?"
[Tuan sedang berada di Hospital City bangsal Melatih no 4]
"Oh mungkin fungsi mu mirip seperti cyber ya?"
[Tidak tahu tuan]
"Kalau begitu kita coba lagi, temukan Ana"
[Memproses...... Mencari data tentang Ana...... 10.000.000.000 data tentang Ana.....] Setelahnya muncul gambar wajah-wajah di hadapan Rivan baik itu lansia, wanita dewasa anak-anak bahkan gambar pria yang seolah memenuhi ruangan.
"Ah... Jadi benar fungsi mu hanya mengelola data"
Ceklek.....
Pintu ruangan terbuka menampakkan seorang berjas putih bersih.
"Selamat sore, bagaimana yang anda rasakan?" Tanya si dokter.
"Baik" jawab Rivan dengan nada agak ketus.
"Emm anda sudah bisa pulang setelah melakukan pembayaran untuk biaya perawatan" kata dokter itu.
"Hmm" jawab Rivan
"Kalau begitu saya permisi" dokter pergi bersamaan dengan itu Riana baru saja tiba.
"Gimana kak?" Tanya Riana.
"Pulang" jawab Rivan.
Riana mengangguk mengerti kemudian membereskan barang-barang milik kakaknya di sana.
"Dompet mana?" Tanya Rivan.
"Tadi aku simpan di sweater kakak" kata Riana sebelum bergegas untuk mengambil dompet yang sudah ia letakkan di kantong sweater.
Setelah menerima dompetnya, Rivan mengambil kartu berwarna biru di sana dan menyerahkannya pada Riana.
"Bayar dulu" kata Rivan.
Riana mengangguk kemudian beranjak dari sana.
"Pasti habis" gumam Rivan memikirkan isi saldo di kartu ATM itu hanya beberapa angka nol.
Uang yang sengaja ia sisihkan untuk biaya makan sudah habis, pikiran Rivan malah melalang buana menuju ruang bawah tanah rumahnya.
Setelah hari itu, Rivan tak pernah lagi membuka ruangan itu, dan sepertinya ia akan mengambil beberapa bahan makanan di sana untuk makan malam.
__________
Sekarang jam menunjukkan pukul 18:23 kurang lebih 2 jam lalu Rivan sudah tiba di rumahnya bersama Riana.
"Mau makan apa kak?" Tanya Riana
Rivan menaikkan sebelah alisnya pikirannya bertanya-tanya apakah masih ada bahan di dapur? Seingatnya semalam telur sebiji dan mie instan sudah ia rebus.
"Apa aja" jawab Rivan.
Riana menuju dapur dan membuat makanan yang tak di ketahui oleh Rivan.
Sebenarnya dulunya Riana itu anak yang manja panci dan wajan saja tak tahu di bedakannya, tapi setelah kedua orangtuanya meninggal mau tak mau ia harus terjun ke dapur untuk membuatkan makanan pada sang kakak yang bekerja banting tulang untuknya.
"Udah kak" kata Riana dari dapur.
Dengan malas Rivan menuju dapur melihat masakan apa yang di buat adik kecilnya yang sebentar lagi akan lulus SMA.
Sampai di sana ia melihat Riana sudah duduk di meja makan menunggunya.
"Makan apa?" Tanya Rivan.
Riana menampilkan senyum manisnya kemudian beranjak mengambil makanan yang sudah ia siapkan.
"Silahkan di makan kak" kata Riana sembari meletakkan piring berisi nasi dengan gorengan bawang di atasnya.
Tak ada lauk lainnya selain bawang goreng itu.
Rivan tak masalah dengan itu, hanya saja nasi itu terlalu sedikit untuk dirinya yang memang sudah lapar.
"Udah makan?" Tanya Rivan pada Riana.
Adik manisnya itu mengangguk semangat.
"Udah" jawabannya.
Mulut berkata sudah, namun perutnya berbunyi sangat keras untuk minta di isi.
Jika wajah Riana merah karena malu ketahuan bohong, wajah Rivan malah terlihat suram.
"Makan" kata Rivan sambil mendorong piring yang berisi sedikit nasi itu.
"Ngg-"
"Makan!" Perintah Rivan.
Rivan tipe orang yang tak suka di bantah.
"Tap-"
"Makan Artelariana Dominic"
Akhirnya Riana memakan makanan yang ia masak sendiri, dengan sesekali rambutnya yang halus di usap oleh sang kakak.
Selesai dengan makannya, Riana membersihkan dapur dengan Rivan yang senantiasa duduk di meja makan.
Riana kembali duduk di hadapan Rivan dengan raut wajah serius.
"Kak" katanya ragu.
"Hm"
"Kak, gimana kalau kita jual aja rum-" kata Riana belum selesai.
"Tidak" tolak Rivan mentah-mentah
"Kita beli rumah yang lebih kec-"
"Tidak akan" potong rivan kembali.
"Huffft terus gimana? Mau kayak gini aja kak? Mau makan ajah susah" kata Riana.
Rivan tak membalas ia beranjak dari sana melangkah menjauh.
"Ikut" panggilannya pada Riana yang bingung dengan tingkah kakaknya itu.
Tak mau ambil pusing, Riana akhirnya mengikuti sang kakak yang terlihat sedang menuju tempat yang tak pernah ia kunjungi di sisi rumah besar ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Reza
🆙🆙🆙
2022-04-22
1
Jimmy Avolution
Ayo...
2022-04-05
1
🇭🇮🇹🇱🇪🇷
lnjut trus
2022-04-02
1