...Bab 11...
...—Dan Rahasia Mereka—...
...( Hiro Sato )...
...———...
Setelah kembali turun dari atap gedung, ponselku sekarang telah kehilangan dayanya.
Di samping itu, ini sudah dua jam sejak kami berjalan bersama. Di tengah kesejukan lengkap dengan cahaya matahari yang setia menyinari.
Anehnya—sekali lagi—tidak ada panas.
Aku tidak mengandalkan perasaanku, mengenai hal yang terlihat di langit sebelumnya. Masyarakat di sekitar pun bahkan terkejut dan saling berbincang satu sama lain karena fenomena tersebut.
“Apa mungkin panas matahari menghilang? Maksudku, udaranya jadi sejuk begini ....”
“Tidak ada yang bisa menjelaskannya, jadi mungkin ini yang dimaksud pemerintah.”
“Tenang saja. Mereka semua sekarang sedang bekerja keras untuk menyelidikinya; seperti yang dikabarkan media-media lokal. Tapi, semoga saja kejadian ini tidak berdampak buruk pada ekosistem kita, ya, kan.”
“Aku bersyukur kita bisa menyempatkan diri bersama calon bayi kita sambil menghirup udara segar di luar, ya, sayang?” Seorang wanita hamil baru saja mengekspresikan pendapatnya pada suaminya.
Kadang ucapan begitu bisa membuat wajahku memerah.
⠀
⠀
Sesuai yang Yuna katakan. Tidak ada seorang pun dari mereka yang bereaksi keras seperti, "Hei, lihat di atas sana; ada seekor naga, mungkin ini akan sangat berbahaya."
Uniknya, tidak ada yang berkomentar seperti itu.
“Hmm, itu ....” Aku menunjuk naga angin yang terbang di antara beberapa gedung dengan telunjukku.
Mungkin sebentar lagi akan ada seseorang yang melihatku begini dan berkata, "Apa kau butuh pelayanan kejiwaan, huh?"
"Aku sudah bilang sebelumnya." Yuna terkikik. "Mereka tidak akan bisa melihat naga itu, Hiro. Hanya kita yang bisa."
Aku pun hanya menyampaikan anggukan penuh heranku.
Di saat itu pula kami terus berjalan. Kami melintasi sekerumun masyarakat yang tercengang dengan kejadian yang tidak kasat mata tersebut, terlebih setelah melihat polisi lalu lintas dengan tongkat merahnya sedang mengatur laju lalu lintas sambil mendongak ke arah langit.
Itu baru polisi hebat.
Selain itu, sejauh yang kutahu, angin adalah udara yang bergerak. Mereka juga memiliki tekanan yang berbeda-beda; tergantung bagaimana kondisi arus udara itu sendiri. Akan tetapi, melihat dari sudut pandang khalayan yang merupakan dasar dari kenyataannya, aku rasa udara ini juga memiliki sesuatu yang persis dengan apa yang dimiliki manusia.
"Yuna," panggilku.
"Ya?"
"Agak konyol untuk menanyakan hal ini." Rasa penasaranku melonjak drastis. "Tapi apa mereka itu sebenarnya hidup?"
Untuk sesaat, aku bisa melihat dari sudut mata Yuna yang terlihat seolah sedang berpikir. Tudungnya pun dengan setia menutupi wajahnya yang anggun.
"Kau sudah mengetahuinya, jadi aku serahkan jawaban itu pada dirimu sendiri." Setelah menatapku, pandangan Yuna kembali melompat ke depan.
Tidak lama ia datang—naga angin besar—dan mengubah manuvernya dengan terbang rendah, melintas tepat di atas kami. Arus tekanan udara yang dihasilkan sangat kuat, menyebar dengan cepat dari setiap sisik transparannya. Ini sontak membuatku hampir terhempas, tetapi tidak dengan Yuna yang malah kegirangan..
"Eh, kau tidak jatuh?" Aku bertanya untuk mengumbar protes..
Yuna menghela napasnya, seperti tidak habis pikir. "Kau berlebihan sekali. Sepertinya Hiro bakal cocok main jadi artis hollywood," katanya.
"A–apa maksudmu?"
Yuna kemudian mengulurkan tangannya kepadaku, lalu membangunkan serta memutar badanku secara bersamaan ke belakang.
Sepertinya dia ingin menunjukkan sesuatu.
"Lihat? Tidak ada seorang pun dari orang-orang itu yang terjatuh," gumamnya.
Itu benar. Masyarakat yang berada di sekitarnya baru saja berjalan melewati kami, seperti tidak ada sesuatu yang telah mengguncang mereka.
Aku kehilangan kata-kata, tetapi masih mencoba untuk menjelaskannya. "Lalu—tadi itu ...."
"Itu hanya sugestimu. Kau hanya gelisah saat melihat hal-hal yang mustahil terlihat seperti itu ternyata ada di dunia ini." Yuna membenarkan tudungnya, lalu kembali membuka mata. "Saat seseorang melihat naga yang hanya hidup dalam secercah mitos kuno, tentu saja mereka akan ketakutan. Hal yang sama juga terjadi kepadamu, kira-kira seperti begitu singkatnya," jelasnya.
"Begitu, toh." Sekarang aku mengerti.
"Tapi tidak hanya naga, lho."
"Eh?"
"Aku juga bisa membuat berbagai hal lainnya dari angin." Yuna tertawa sambil menutup mulutnya dengan tangan.
"Ah, aku ...."
Padahal kami baru saja bertemu, tetapi sekarang aku semakin terobsesi dengan kemampuannya—tidak, bahkan dirinya juga.
⠀
⠀
“Ngomong-ngomong kau tidak kepanasan, Yuna?”
Selama kami bersama, Yuna terus saja mengenakan jaketnya. Padahal udara yang sedang menjalar dan menyebar di kota kali ini bisa dibilang sangat bersahabat.
“Justru aku pasti akan kedinginan kalau jaket ini kulepas.” Yuna mencengkeram bagian atas ritsleting jaketnya, seperti menegaskan kalimatnya.
Aku melebarkan mata, sedikit terkejut. “Bukankah itu aneh?” tanyaku.
Yuna kemudian berhenti, kemudian kembali menatapku. “Udara yang berembus sekitarku sangat dingin, dan mereka juga ada di dalam tubuhku.”
Setelah mengatakannya dengan serius, Yuna kembali berjalan, sedikit mendahuluiku di depan.
Huh, apa? tanyaku dalam hati, terheran-heran dengan jawabannya.
⠀
⠀
Perjalanan ini membawa kami kembali pada Stasiun Watanabe.
“Kau mau kembali ke Distrik Nagisa?” tanya Yuna sambil memutar pergelangan tangannya.
“Sepertinya, ya, kurasa ...,” jawabku.
Kami berada di depan sepasang pintu putar stasiun yang hening. Sedikit jauh di dalamnya, terdapat segelintir orang dewasa yang sedang menunggu kereta api-nya di seberang peron, seperti mengharapkan gaji bulanannya cair.
“Baiklah, sampai jumpa," ujar Yuna.
“Kau tidak ikut ke sana?”
"Mana mungkin, Hiro." Yuna menahan tawanya, kemudian dia berkata, "Aku sebenarnya tinggal di sini. Tapi jika aku ikut lagi denganmu ke sana, ini pasti akan buruk."
Rasanya aku seperti sedang memainkan peran; peran di mana berpisah dengan seorang teman di hari pertama itu akan membuatnya terasa sesak—tidak, ini terlalu berlebihan.
“Baiklah,” kataku. “Hmm, kita akan bertemu lagi?”
“Aku akan bertanya lagi padamu."
"Apa?"
"Kau percaya kalau aku gadis pengendali angin itu atau tidak?” Yuna menyeringai, seperti sedang menekan kepercayaanku, sedikit demi sedikit.
Sebelumnya ini adalah pertanyaan yang sulit. Namun, seiring waktu aku bisa menerima kenyataan itu.
Dia itu benar-benar seorang gadis supernatural yang ditakdirkan hidup di dunia ini. Aku memercayainya, dan tidak ada keraguan yang dapat menghalauku lagi.
"Tentu saja, aku percaya padamu, Yuna," sahutku dengan senyuman.
“Oke, kalau begitu kita akan bertemu lagi.” Yuna membelakangi kedua tangannya, tetapi—“Hei, Hiro, sebelumnya ada sesuatu yang ingin kukatakan.”
“Apa?”
Senyum Yuna tiba-tiba memudar. Wajahnya pun ikut tertunduk. “Tolong jangan beritahu siapa pun mengenai ini. Apa aku bisa memercayaimu?”
Untuk sejenak, aku sepertinya mengerti dengan apa yang baru saja dia katakan, dan pastinya mengenai kemampuan gadis tersebut.
Melihat dari raut wajah Yuna yang menunjukkan kecemasan, oleh karenanya, aku mengambil langkah untuk membuat janji.
“Kau bisa memercayakan semua itu kepadaku, Yuna” balasku, seraya mengangkat jempol ke udara.
⠀
⠀
Tidak lama, suara ting nung telah memicu pintu kereta untuk kembali menutup.
Di luar kaca yang sedikit samar-samar, aku bisa melihat pohon cemara laut yang melambai-lambai karena tertiup angin. Sempat pun berpikir jika itu terjadi karena kepakan sayap dari naga angin yang terbang sebelumnya.
Akan tetapi, tidak lama naga angin itu menghilang di angkasa setelah Yuna mulai merasa kelelahan ketika kami berjalan menuju stasiun. Kisah tentang legenda gadis pengendali angin, mitos atau cerita yang tertulis di koran pemberian Kak Morikawa itu turut membawaku pada pertemuan kami.
Selain itu, masih banyak yang aku belum ketahui dari Yuna. Namun, meski begitu, dia adalah gadis yang periang.
Karena terus memikirkannya, sekarang kantuk kembali menyerangku.
"Aku ...." Kepalaku berat, dan saat aku hendak terlelap, tiba-tiba—"Huh!" Kesadaranku seketika bangkit, terkejut karena mendengar suara derak kereta api lain yang melaju dari arah yang berlawanan di sebelahku.
Perlahan-lahan, ingatan itu juga mulai kembali teringat di benakku. Satu tahun yang telah aku habiskan berkelana di berbagai kota suram yang tidak pernah mau menerimaku dengan baik, dan hanya Keira lah yang mau berteman denganku.
Akan tetapi, sekarang aku mulai merubah sudut pandang pikiranku.
Walaupun sebelumnya aku merasa jika perjalanan di Kota Satsumi ini akan berakhir sama ( terutama dengan kejadian pria bertato itu ), tetapi Kak Aina, pria besar yang belum aku ketahui namanya, Ketua Morikawa, Pak Fujima, dan Yuna. Pada akhirnya mereka semua telah berlaku baik padaku.
Setelah itu, dengan lebih dekat bersama mereka, mungkin ini akan membawaku pada arti dari nilai kehidupan yang selama ini telah aku cari.
Aku akan kembali berharap.
...———...
...Bersambung...
⠀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments