...Bab 4...
...—Organisasi Aneh Yang Misterius—...
...( Hiro Sato )...
...———...
Mereka sudah menyelamatkanku, waktu aku menabrak si besar itu dan membawaku ke tempat ini.
Aku akan menganggapnya sebagai pertolongan.
⠀
⠀
Sekarang aku sedang menyelesaikan misi dadakan ini, berada di sebuah dapur yang bahkan terlihat seperti sarang tikus yang lembab.
"Serius, nih? Aku ...." Tanganku berniat menyentuhnya, dan, ya, itu benar. Rasa jijik kerap bermunculan saat melihat dalaman wanita yang direkatkan dan melingkar dengan elegan di atas keran.
“Memang harus begini, sih. Tapi, apa dapur ini tidak punya tata krama?” gumamku.
Masalah itu pun tidak sampai di sana.
Banyaknya piring yang mereka maksud kira-kira mencapai setinggi rak meja. Ini sangat memuakkan, dan pastinya tidak akan menghasilkan uang.
“Apa kau mengatakan sesuatu, Bocah? Kau mau ribut?” Salah satu pria kurus nan kecil dengan topi koki miring dan behelnya yang berkilauan seperti baru saja menambah keterpurukanku. Ia mungkin adalah juru masak terbaik yang dimiliki tempat ini.
“Aku, tidak—aku hanya melakukan pekerjaan yang wanita itu berikan,” kataku gugup.
“Jangan sebut dia dengan sapaan itu!” Pria itu sepertinya sangat tempramental, berbanding terbalik dengan penampilannya yang terlihat ripuh. “Dan hanya aku yang pantas memanggilnya—“
“Bisa diam tidak, Suzuki? Suaramu mengganggu pesta minum mingguan kami.” Kak Aina menyambangi tempat kami. “Tolong sekali lagi, aku mau menikmati kenikmatanku. Ini hampir keluar!” teriaknya kencang.
Situasi dapur pun kian terasa hening.
“Hampir keluar?” Si behel itu menganga lebar. “Apa maksudnya ini, Kak Aina? Suzuki tidak terima ini!” Dengan tangis tersedu-sedu, si behel itu pergi meninggalkan dapur.
“Anu, maaf, Kak Aina," ujarku, karena sesuatu mulai mengganjal di kepalaku.
“Ada apa, Sayang?” Dia tersenyum nakal. Bagian dari pahanya pun lantas terbuka lebar, bersinar terang seperti malaikat yang baru saja bangkit, dan hal demikian turut membuatku merah merona.
“Ke–kenapa dia lari?”
“Maksudmu, si kecil itu?”
Aku mendongak, meski yang baru saja Kak Aina itu katakan benar. “Ya, kurasa ....”
“Sepertinya dia baru saja berpikir yang aneh-aneh. Kamu tahu itu, kan, Tampan?”
Kak Aina tiba-tiba mendekat, lalu memoles daguku dengan telunjuk jarinya yang hangat.
Sesuatu yang tidak nyaman mulai terasa di haluanku, ini gawat.
“Aku ...." Kemudian mendorongnya, membuat semua imajinasi liar itu pergi. "Tidak tahu apa pun itu!"
Untuk alasan yang tidak kuketahui, tetapi dia mulai tertawa lebar.
“Hahaha, dia mengira jika aku baru saja main sama orang, dan itu tidak mungkin terjadi. Aku ini bukan wanita murahan.” Tiba-tiba sorot mata Kak Aina berubah tajam. Itu membuatku takut.
“Ba–baiklah,” ucapku sambil kembali menggosok piring yang tersisa dengan spons lembut itu.
“Kalau begitu selamat tinggal, Sayang. Aku mau kembali dengan segalon wine ku.” Dia berjalan membelakangiku, lalu keluar dari dapur dengan tangan yang melambai-lambai, seperti sebuah ajakan.
“Tempat ini pasti penuh dengan sekumpulan orang stres.”
Bola mataku hampir saja keluar saat mendengarnya.
⠀
⠀
Setelah sekian lama bertarung dengan lusinan piring yang ada, akhirnya semua itu berakhir.
Aku berjalan keluar, kemudian membuka tirai dapur dengan aroma amis yang mengendap di sekujur badanku.
Saat pandanganku menghadap ke depan, aku tidak tahu harus berkata apa. "Tunggu dulu, apa-apaan ini?"
Sepertinya perang baru saja bergejolak.
Sejauh mata memandang, orang-orang berseragam polisi gadungan itu lebih mirip seperti sampah yang berserakan di sana sini. Bahkan Kak Aina dan pria besar itu tampak terlelap di atas meja berisikan gelas-gelas wine yang sakral.
Kakiku melangkah maju untuk mendekat, berusaha membangunkan salah satu dari mereka, secara bergantian.
“Kak Aina, hei—Kak ... ah, yang satu ini siapa namanya, ya?”
Jujur saja, aku tidak berani menggoyangkan badan mereka lebih dari ini.
Percuma saja. Satu-satunya balasan dari usaha keras yang aku lakukan adalah suara dengkuran mereka yang semakin besar. Rasa pasrah membuatku tersungkur karena lemas, dan reyot kayu lantai secara alami terdengar.
“Tidak bisakah aku pergi dari tempat ini secepatnya?” gumamku dengan perasaan bertanya-tanya.
“Kenapa terburu-buru? Kau bisa tinggal di sini malam ini,” kata seorang wanita.
Ia berjalan mendekatiku.
"Huh?"
Saat dia berdiri di depanku, perlahan udara merambat masuk melalui jendela ruangan yang terbuka. Ini seperti kebetulan.
“Ah, anda ....” Aku ingin bertanya, tetapi—
“Perkenalkan!” Wanita itu langsung menjabat tanganku; keras dan padat turut bersatu dan mengalir di pikiranku. “Aku Suguha Morikawa; pemimpin dari organisasi ini,” sapanya dengan riang.
Apa dia baru saja berkata semacam Organisasi? Tempat seperti ini? Pasti lelucon, pikirku.
Namun, selain itu dia memiliki warna mata yang berbeda dari kebanyakan orang, yaitu merah tua. Rambutnya lurus, menjulur hingga setengah lutut, dan aku rasa dia sangat berwibawa.
“Maksud anda, perkumpulan di mana orang-orang saling bekerjasama untuk mencapai tujuan mereka bersama?”
"Itu benar, Sayang." Tunggu sebentar, apa dia kembaran Kak Aina? Dangkalnya sama. "Apa kau mau tahu lebih banyak tentang kami?" tanyanya.
“Ya ... jika anda bersedia menjelaskannya ....”
Ternyata pimpinannya juga kacau.
“Berapa banyak yang ingin kau tahu? Aku akan mengatakannya demi kebaikan kita!”
“Apa saja,” jawabku, sambil tersenyum tipis.
Ini seperti menjatuhkan ekspetasiku. Organisasi aneh dengan Ketua nyeleneh bernama Morikawa ini, rasanya sekarang aku memiliki banyak penyesalan.
“Oke!” Dia berkedip dengan sebelah mata, lalu kemudian mengangkat jempolnya.
Kak Aina tiba-tiba terbangun dari mejanya. “Bisa diam tidak, Ketua? Kami sedang bermesraan, nih!” Suaranya sangat manja, dengan air liur yang memenuhi bibirnya. Merah lembab itu sekarang jadi berantakan.
“Baiklah, silakan tidur lagi. Maaf karena sudah membangunkanmu, Aina,” tutur lemah lembut Ketua Morikawa.
Dia membungkukkan badannya, lalu mengelus halus kepala Kak Aina.
Itu terlihat seperti seorang ibu yang hendak menidurkan anak tercintanya.
“Uh, aku ....” Keluar dari tempat ini secepat mungkin adalah keputusan yang tepat, dan aku tidak mau menjadi salah satu dari mereka ke depannya.
Tiba-tiba senyum Ketua Morikawa memudar. Wajah wanita itu lantas berubah serius, seolah yang dia lakukan sebelumnya hanyalah permainan kecil sebelum pertunjukan utama yang sebenarnya dimulai.
"Mau bicara di ruanganku?" Ketua Morikawa menunjuk sebuah ruangan dengan dua vas mawar merah yang bersebelahan menghiasi pintu masuknya. Itu berada dua puluh meter di depan kami dan tidak terlalu jauh.
⠀
⠀
Setelah berada di dalam sana, daripada sebuah kantor, aku merasa kembali hidup di abad pertengahan.
Masih ada orang seperti ini? pikirku heran.
Dinding dengan arsitektur Romawi Kuno; meja dan kursi kayu antik; patung kuda dan beberapa jenis arca lainnya berdiri tegak memenuhi sudut ruangan. Sepertinya, jika harus dikatakan, Ketua Morikawa adalah seorang kolektor.
Tidak hanya itu. Di sisi kiri dinding dari posisi kami duduk dan saling berhadapan, dan tepat di bawah lukisan kesatria yang sedang mengangkat pedangnya, aku melihat ras ranselku yang duduk di sana.
Ini sedikit melegakan.
“Aina tadi sudah memberitahuku tentang dirimu. Dilihat dari bawaan itu, kau bukan penduduk kota ini, bukan?”
Aku mengangguk. Tidah hanya di luar ruangan, bahkan di sini tatapan Ketua Morikawa semakin tajam.
“Berapa umurmu?”
“Enam belas.” Tanpa sengaja aku memberitahu umurku yang sebenarnya. Selanjutnya, jika dia bertanya mengenai asal kotaku, maka habislah sudah.
“Menarik, berapa uang yang kau miliki?” Ketua Morikawa menyeringai lebar.
Dia terlihat ingin memerasku, tetapi sungguh, aku tidak memilikinya lagi.
“Hei, hei, hei— jawab aku!” Suaranya semakin tinggi, mirip dentuman meriam. Itu teratur dan menakutkan, sampai-sampai membuatku kembali terdiam.
Sebenarnya, selain itu sekarang aku ingin menangis, walau aku tidak ingin menunjukkannya.
Tidak ada keraguan lagi.
Jika memungkinkan, setelah pergi dari tempat ini, aku akan langsung pergi menuju halte bus. Keluar dan meninggalkan kota ini adalah pilihan yang tepat.
...———...
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
CB
kena mental🤣
2022-04-01
1
CB
wihhh seumuran
2022-04-01
0
CB
wihhh. namanya jepang bgt. atau emng latarnya dijepang?
2022-04-01
0