AKU INGIN SENDIRI

17 tahun kemudian,

"Pagi, Dad," sapa Star yang menghampiri David yang berada di meja makan.

"Pagi, sayang. Apa kamu akan pergi ke kampus?"

"Ya Dad. Hari ini adalah hari pengumpulan skripsiku. Oya, apakah Mave sudah berangkat?" tanya Star.

"Sudah. Ia berangkat pagi pagi sekali tadi."

"Di mana Mommy?"

"Mommy di sini, sayang. Apa kamu memerlukan sesuatu?" tanya Angel.

"Tidak, Mom. Aku hanya ingin menciummu sebelum berangkat," Star mendaratkan sebuah kecupan di pipi Angel, juga di pipi David.

"Aku berangkat dulu, Mom, Dad."

"Apa kamu tidak sarapan dulu, sayang?" tanya Angel.

"Nanti aku sarapan di kampus saja, Mom. Bye!" Star melambaikan tangannya. Ia selalu pergi ke kampus bersama seorang supir, meskipun ia bisa mengemudikan mobil.

Star memandang ke luar jendela, mengamati jalan yang hampir tiap hari ia lalui. Tak sampai 30 menit, Star sudah sampai di kampus. Ternyata Mave sudah menunggunya di sana.

"Terima kasih, Uncle Josh," ucap Star sebelum menutup pintu mobilnya.

"Nanti Star pulang denganku, Uncle," ucap Mave pada Josh, dan Josh menganggukkan kepalanya.

Mave merangkul Star dan mengajaknya masuk ke dalam kampus, "maaf aku meninggalkanmu. Aku harus menemui Mr. Alan untuk pemeriksaan terakhir skripsiku."

"Aku tidak apa apa. Aku sudah dewasa, bukan anak kecil lagi," Star memanyunkan bibirnya, membuat Mave langsung mencubit bibir Star.

"Maveee!!" Maverick hanya tertawa mendengar Star yang kesal padanya.

"Ayo, aku temani menemui Mr. Roger," mereka berdua mengambil jurusan yang sama yakni ekonomi bisnis, namun memiliki dosen pembimbing yang berbeda untuk skripsi mereka. Maverick selalu berada di samping Star, dan melindunginya dari orang orang yang akan mengganggunya.

Wajah mereka berdua tidak sama, tapi sama sama cantik dan tampan. Banyak wanita yang mendekati Mave, terutama wanita di kampusnya. Namun, Mave tak pernah memberikan perhatian pada mereka karena baginya yang terpenting adalah Star.

Sementara Star, ia tak pernah dekat dengan pria manapun. Bukan karena tak ingin, tapi memang dirinyalah yang membatasi diri. Padahal, banyak pria yang ingin mendekatinya dan menjadi kekasihnya.

"Masuklah, aku akan menunggumu di sini," ujar Maverick.

Mave duduk di sebuah kursi kayu panjang yang berada di luar ruang Mr. Roger. Ia menunggu Star hingga selesai sambil memainkan ponselnya.

"Mave!!" seorang wanita berjalan mendekatinya. Wanita itu adalah Sophia. Ia selalu berusaha mendekati Mave, meskipun Mave selalu mengusirnya.

"Sudah kukatakan jangan menggangguku. Pergilah!" ujar Mave dengan nada sedikit tinggi.

"Jangan marah, Mave," Sophia mendudukkan dirinya persis di sebelah Mave, kemudian mengeluarkan sebuah undangan, "Aku hanya ingin memberikan ini. Aku sangat mengharapkan kedatanganmu."

Maverick melihat ke arah seorang wanita yang berdiri di sebelah Sophia, yang kerjanya hanya menunduk dan mengikuti Sophia kemana pun ia pergi.

"Mear (baca : Mir), cepat kipasi aku. Panas sekali di sini," Mearna mengambil sesuatu dari paperbag yang ia bawa, kemudian mulai mengipasi Sophia.

"Lebih kencang sedikit, kamu punya tenaga tidak? Aku kan sudah memberimu makan tadi," ujar Sophia.

Tak lama, Star keluar dari ruangan Mr. Roger, "Aku sudah selesai."

"Baiklah, ayo kita pergi," Mave membawa undangan tersebut, meskipun ia tak akan datang ke sana.

"Aku menunggu kedatanganmu, Mave!!" ucap Sophia.

Mave berjalan melewati Mearna sambil berkata dengan pelan, "Dasar bodoh!"

Mearna memejamkan matanya. Ia tahu kalau ucapan Maverick tersebut ditujukan padanya. Ia menghela nafasnya pelan dan tetap mengipasi Sophia yang sedang memperbaiki make up nya.

"Bagaimana Mear? Aku sudah cantik kan?" Mearna pun mengangguk. Ia tak pernah membantah apapun perkataan Sophia. Bagaimanapun, ia membutuhkan Sophia agar ia bisa segera menyelesaikan pendidikannya.

Sophia pun bangkit dan berjalan ke arah parkiran dengan Mearna tetap berada dibelakangnya. Maverick menoleh ke belakang dan menghembuskan nafasnya kasar saat melihat ke arah kedua wanita itu.

"Ada apa, Mave?" tanya Star.

"Tak ada. Bagaimana hasil pembicaraanmu dengan Mr. Roger?"

"Minggu depan aku akan melakukan sidang skripsiku. Mr. Roger sudah menyetujui dan menandatanganinya."

"Kami memang hebat!" Mave mengusap pucuk kepala Star, kemudian mengacaknya.

"Mave!!" mereka berdua tertawa bersama.

*****

Brakkk!!!

"Apa kalian semua tidak bisa bekerja?!!" Light menggebrak meja karena kesal melihat hasil kerja para manager di perusahaannya. Setelah menyelesaikan S2, ia langsung membuka perusahaannya sendiri dan berkat tangan dinginnya, ia hanya membutuhkan waktu 4 tahun untul membuatnya besar.

"Black! Pecat mereka," Light langsung pergi dari ruang meeting, meninggalkan mereka yang sudah menampakkan wajah lemas karena baru saja kehilangan pekerjaan mereka.

"Kalian semua sudah mendengar apa yang dikatakan oleh Tuan Light. Sebaiknya kalian segera membereskan barang barang kalian," Black pun langsung keluar dari ruang meeting mengikuti atasannya yang sudah keluar terlebih dahulu.

Light membuka pintu ruangannya dengan kasar. Ia langsung mendudukkan dirinya di kursi miliknya dan menengadahkan kepalanya ke atas. Ia membuang nafasnya kasar.

"Keluarlah, Black. Aku ingin sendiri. Jangan biarkan siapapun masuk," Black sudah mengerti apa yang diinginkan oleh Light. Ia menekan sebuah tombol di sakunya, membuat pintu ruangan Light terkunci dari depan dan hanya bisa dibuka dari dalam atau dengan alat yang ada di sakunya. Kini tak akan ada yang menganggu atasannya itu karena handle pintu pun tak akan bergerak meski dipegang.

Black masuk ke dalam ruangannya yang berada persis di sebelah ruangan Light. Ia mengambil alih semua pekerjaan para staf yang menurutnya memang sangat berantakan. Sepertinya ia harus kembali membuka lowongan pekerjaan untuk mengisi beberapa posisi yang telah kosong.

Di dalam ruangannya, Light duduk seorang diri sambil memejamkan matanya. Ia menarik dan membuang nafasnya perlahan, mencoba menetralkan emosi di dalam dirinya.

17 tahun ini, hidupnya terasa begitu sepi dan sendiri. Ia benar benar menutup dirinya, bahkan dari keluarganya. Setelah melewati Sekolah Menengah Atas, Light langsung pergi ke luar negeri untuk melanjutkan kuliah S1 dan S2 nya. Hingga saat ini, ia membuka perusahaan sendiri di London, Inggris.

Selama 10 tahun, hanya beberapa kali Light kembali ke Indonesia. Setiap kali ia kembali ke sana, ia selalu teringat pada Axelle dan semua yang telah terjadi, membuat emosinya meningkat secara berlebihan.

Ia berdiri menghadap sebuah jendela besar di ruangannya, melihat Kota London yang menjadi tempatnya berdiam dan bersembunyi. Ia melihat jam di pergelangan tangannya, sudah lebih dari 3 jam ia berada di dalam hanya untuk melamun dan merenung.

Light mengambil jas yang ia letakkan di sebuah tiang kayu di pojok ruangan, lalu keluar dari ruangan. Dengan menggunakan lift ia menuju ke basement untuk mengambil mobilnya, untuk kembali ke apartemen.

Sebuah apartemen mewah tak jauh dari pusat Kota London menjadi tempat tinggalnya. Ia memarkirkan mobilnya dan naik ke atas menuju unit apartemennya. Ketika pintu lift terbuka ia berjalan perlahan sambil meletakkan jas di lengan kirinya.

Matanya membulat ketika membuka pintu apartemen, dan mendapati seseorang sedang duduk menunggunya, "Mom?"

🧡 🧡 🧡

Terpopuler

Comments

Ariati

Ariati

susunan kalimat nya bagus.. ceritanya menarik... lanjut baca terus...

2024-04-01

1

siska widya

siska widya

p

2023-07-11

0

Sella Xhu

Sella Xhu

ngulang baca lagi ☺😁

2023-04-20

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!