Pagi menjelang, kali ini Merrik bangun pukul 06.00 dia sudah duduk di teras menghirup udara pagi. Hari ini Elena tidak berdagang, hanya membuat sarapan untuk Merrik, setelah itu bersiap ke sekolah untuk mengambil ijazah. Dia keluar rumah, terkejut melihat Merrik yang sedang duduk di teras. "Kakak sudah bangun? Aku pikir masih tidur."
Merrik melihat Elena dari atas hingga bawah. Begitu muda dan cantik. "Kamu mau kemana?"
"Aku mau ke sekolah, hari ini pengambilan ijazah. Aku berangkat dulu ya, Kak? Aku sudah buatkan sarapan untuk Kakak di dalam." Elena beranjak pergi meninggalkan Merrik. Namun, langkahnya terhenti saat Merrik memanggilnya.
"Elena!" Panggil Merrik.
"Ya, Kak."
"Aku ikut." Merrik bangkit dari duduknya.
"Kakak mau ikut aku ke sekolah?"
"Tidak, aku hanya mengantarmu. Aku ingin berkeliling."
"Oh, baiklah."
Mereka pergi menuju sekolah, sepanjang perjalanan tidak ada obrolan di antara mereka. Hingga sampai di gerbang sekolah Elena. "Aku masuk yah, Ka." Merrik hanya menganggukkan kepalanya.
Elena masuk ke dalam gerbang sekolah tidak lama teman-temannya menghampirinya, mereka tertawa lepas dan bercanda. Merrik melihatnya dari kejauhan. "Apa aku harus melepasnya?" gumam Merrik pada diri sendiri.
Dia mengeluarkan ponselnya menyentuh layar ponsel untuk menelpon asistennya, beruntung sudah ada signal, hingga dapat menghubungi asistennya, Dion. Hanya sekali dering, Dion langsung mengangkatnya. "Hallo Bos," ucap Dion.
"Aku akan pulang siang ini, siapkan mobil, ketemu di tempat awal!" Setelah berucap Merrik memutuskan sambungan teleponnya.
Merrik memilih untuk melepaskan Elena, dia berencana meninggalkan Elena sebelum semuanya menjadi rumit. Dia tidak ingin perasaannya menjadi lemah, tidak akan sudi memiliki istri dari kasta yang berbeda, dia tidak akan mengikuti jejak Ayahnya yang rela melepas Ibunya hanya demi seorang wanita rendahan yang hanya mencari kemewahan.
Merrik berjalan menuju rumah Elena, melewati rumah-rumah warga desa. Setiap dia melangkah bagaikan magnet yang selalu menjadi pusat perhatian. Sebagian besar warga tau dia adalah suami Elena, mengetahui pula alasan mereka dinikahkan. Suara-suara sengau terdengar di telinga Merrik, namun ia tidak peduli, ia tetap berjalan hingga sampai rumah Elena. Sepanjang perjalanan memikirkan apakah Elena akan mengalami perundungan. Namun, saat melihatnya di sekolah tidak tampak tanda-tanda perundungan. Ya, secepatnya dia harus melepas Elena.
Sesampainya di rumah, dia langsung berkemas, tidak perlu waktu lama karena memang tidak punya banyak barang. Dia menunggu Elena pulang untuk berpamitan. Ya, dia akan pisah baik-baik dengan Elena. Dia akan menceraikan Elena hari ini.
Hari menjelang siang, Elena datang dengan membawa paper bag di tangannya yang berisi ijazah. Melihat Merrik duduk di ruang tamu dengan tas carrier di sampingnya. "Kakak mau kemana?" tanya Elena.
Merrik menatap Elena, matanya berpusat pada bibir Elena. Merrik menggelengkan kepalanya, pikirannya ingin mengulang ciuman mereka yang semalam. "Aku ada urusan pekerjaan, harus kembali ke kota." Merrik tidak mengeluarkan kata-kata cerai yang sudah ia rencanakan. Dia tidak tega mengeluarkan kata cerai, lebih baik dia pergi dengan diam.
"Oh." Elena hanya mengeluarkan satu kata.
"Apa kamu keberatan aku pergi?" tanya Merrik.
"Tidak, aku tidak mungkin menghalangi pekerjaan Kakak. Saat ini mencari pekerjaan sulit jadi Kakak harus semangat bekerjanya."
"Mungkin aku akan agak lama perginya!" ucap Merrik, dia ingin melihat ekspresi Elena.
"Oh!" ucap Elena lemas.
Merrik kecewa dengan perkataan Elena, dia mengharapkan Elena memohon padanya untuk tinggal, tetapi tidak terlontar dari mulut Elena.
Merrik beranjak dari duduknya, dia melangkah keluar, Elena mengikuti dari belakang. Sampailah di depan pintu, Merrik pamit pada Elena. "Aku pergi dulu."
"Iya." Elena menyandarkan kepalanya di tiang pintu menatap kepergian Merrik, ada tatapan sedih di wajahnya. Dia adalah gadis remaja yang baru mengenal pria, meskipun tidak tau akan perasaannya sendiri, ada sesuatu yang menganjal hatinya saat Merrik akan pergi meninggalkannya. Dia ingin bertanya pada Merrik bagaimana status hubungan mereka ke depannya, namun di urungkan karena Merrik juga tidak membahas status mereka.
Merrik melangkah pergi, baru sekitar tujuh langkah, dia menoleh menatap Elena yang masih terdiam di ambang pintu. Tiba-tiba Merrik berlari menuju Elena dan langsung menarik tengkuk Elena. Merrik mengulang ciuman mereka semalam, setelah puas dia berkata, "Ikutlah denganku?"
"Apa? Kemana?" tanya Elena bingung.
"Ke kota, pekerjaanku di sana. Jadi lebih baik kamu ikut denganku!" ujar Merrik, dia merubah rencananya, dia tidak ingin melepas Elena saat ini, entah mengapa dia ingin Elena di dekatnya. Bukan saatnya menceraikan nya sekarang, suatu saat dia pasti akan melepas Elena. Ya, suatu saat.
"Tapi, Kak ...." Elena belum selesai bicara, lengannya sudah ditarik oleh Merrik untuk pergi. "Sudah ikut saja!"
"Aku belum berkemas, setidaknya biarkan aku membawa pakaian." Elena hanya membawa paper bag berisi ijazahnya.
"Sudah, nanti beli saja." Merrik terus menggenggam tangan Elena dan menuju tempat janjian dengan Dion.
Sesampainya di tempat janjian, sudah ada Dion menunggu. Dion melihat Merrik berjalan dengan menggandeng seorang gadis SMA, Dion segera menghampiri, baru ingin menyapa Merrik langsung memeluknya dan membisikan, "Jangan panggil aku bos," ucap Merrik dengan suara pelan.
Merrik melepaskan pelukannya. "Elena, ini Dion teman kerjaku." Merrik memperkenalkan Dion pada Elena. Mereka berkenalan, setelah itu masuk ke dalam mobil.
Dion hanya diam dan fokus berkendara, dia tidak ingin bertanya tentang apa yang terjadi. 'Bukankah dia bilang membenci wanita setelah putus dengan pacarnya? Mengapa sekarang malah membawa perempuan, masih berseragam putih abu-abu lagi!' batin Dion.
Elena mengamati interior di dalam mobil, dia tidak pernah naik mobil mewah, tangannya mencoba menyentuh layar tv di depannya. Namun, di hentikan oleh Merrik. "Jangan sentuh, tanganmu bisa mengotorinya! Ini mobil Dion, kita hanya menumpang." ujar Merrik. Dia tidak berniat mengungkapkan identitas aslinya pada Elena.
'Mana ada yang punya mobil duduk di depan dan menyetir sedangkan yang menumpang duduk santai di belakang!' gerutu Dion dalam hati.
Merrik diam-diam mengirim pesan pada Dion agar di antar ke apartemen yang dia tempati saat kuliah, satu unit apartemen standart. Dia tidak berniat membawa Elena ke unit penthouse yang di tempatinya saat ini.
Tibalah di tempat tujuan, Dion langsung pamit pergi saat mengantar bos-nya. Elena melihat takjub bangunan di depannya. "Kakak punya apartemen?" tanya Elena.
"Sewa, ayo masuk." Mereka masuk ke dalam, Mata Elena mengedar melihat seisi apartemen. "Wah mewah sekali, pasti mahal!" ucap Elena mengagumi dalam apartemen.
'Dasar kampungan! Begini saja di bilang mewah, bagaimana aku bawa ke penthouse!' ejek Merrik dalam hati.
"Aku akan tinggal di sini, Kak?" tanya Elena dengan mata berbinar.
"Iya, Apa kamu senang?" tanya Merrik, Elena menganggukkan kepalanya.
'Sepertinya sifat aslimu mulai terlihat, kau pasti akan tamak setelah tau siapa diriku sebenarnya!' batin Merrik.
Bersambung...
Jangan lupa untuk tap 👍❤️🌹
Mohon maaf jika ada kesalahan penulisan atau alur yang kurang menarik 😁 saya hanya othor remahan yang baru belajar menulis, mohon saran dan kritik nya agar othor lebih baik lagi dalam berkarya 🙏🙏
Salam Age Nairie 🥰🥰🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Endang Sulistia
pengen getok ..curiga Mulu
2025-04-02
1
Endang Sulistia
sabar Dion...
2025-04-02
1
May Keisya
bener🤣🤣
2023-05-09
1