Permintaan Abah

Jodoh Titipan Bagian 3

Oleh Sept

"Abah ... ummi, kita ke rumah sakit atau langsung ke rumah?" tanya sosok pria yang semula membopong tubuh Nada. Ia menoleh sekilas menatap wajah Nada yang pucat.

Setelah meletakkan Nada di jok belakang, dan ummi menyusul duduk si samping Nada, pria itu keluar lalu membuka pintu depan. Ia duduk di depan bersama Abah.

"Ke rumah Zain!" jawab abah sambil melihat dua wanita yang duduk di belakang mereka.

Kata Zain yang tiba-tiba abah ucap, membuat abah kembali dirundung pilu. Matanya terasa perih, abah mengusap wajahnya dengan tangan kanannya, kemudian menatap kosong ke jendela. Ada sebuah penyesalan, rasa kecewa pada takdir. Meski abah tahu, bawa rasa seperti ini adalah sangat salah besar.

Tapi abah tetaplah manusia, di mana ia memiliki hati yang bisa merasakan sedih bila ditinggal orang yang ia sayang. Zain adalah harapan abah satu-satunya selama ini. Jadi, kehilangan Zain sangat berpengaruh pada perasaan abah saat ini.

'Mengapa umurmu begitu pendek, Zain ... andai bisa Abah tukar. Abah ikhlas mengantikanmu," batin abah sendu.

Sedangkan di sampingnya, sosok pria berkacamata hitam sempat melirik ke abah. Dia bisa merasakan kesedihan pada sosok pria yang sudah ia anggap sebagai orang tuanya tersebut.

Taqi Bassami, pria berusia 30 tahun. Sosok pria santun dan jarang bicara. Garis wajahnya terlihat jelas dan tegas. Seminggu lalu Taqi baru saja pulang dari Malaysia. Selama ini ia memang tinggal di luar negri. Ia memiliki sebuah usaha di negri Jiran tersebut. Kebetulan, ia sedang menikmati liburan di Jakarta minggu lalu.

Niat hati ingin mengunjungi orang tua angkatnya itu karena Taqi memang selama ini rutin pulang ke Indonesian beberapa bulan sekali.

Selang beberapa hari tiba, ia malah mendegar mendengar kabar sakitnya Zain, Taqi yang biasanya di Jakarta tidak pernah lama, ia pun memilih tinggal beberapa hari lagi lebih lama. Tidak tahunya Zain malah pergi selama-lamanya. Kabar kematian Zain yang mendadak itu, memang bagai petir di siang bolong.

Taqi cukup terkejut, meski bukan saudara kandung, mereka pernah tinggal serumah sebelumnya. Saat mereka masih remaja dulu hingga dewasa.

***

Tidak terasa mereka akhirnya tiba di kediaman Zain yang memang tidak jauh dari lokasi pemakaman. Rumah bercat biru itu terlihat masih ramai, di sana masih banyak kerabat jauh.

Begitu mobil berhenti, Taqi membuka pintu tengah. Ia kembali membopong tubuh Nada yang tidak begitu berat tersebut. Semua orang juga melihat, semua merasa kasihan. Dari awal sampai akhir prosesi pemakaman, Nada terlihat orang yang paling terpukul. Entah berapa kali Nada sudah jatuh pingsan.

"Baringkan di sini, Taqi!" pinta ummi.

"Baik, Mi!"

Dengan pelan Taqi meletakkan tubuh Nada yang sudah lemas itu. Dahinya pun sudah dipenuhi bulir bening. Keringat dingin sudah membasahi tubuh Nada.

"Panggikan dokter!" titah Abah.

"Baik, Bah!" jawab Taqi kemudian merogoh ponsel dalam saku celana.

Ia mencari kontak nomor dokter kenalan yang biasanya abah panggil saat salah satu keluarga mereka sakit.

Sesaat kemudian

"Bagaimana?" tanya abah.

"Sudah, Bah!" Taqi kemudian memasukkan ponselnya dalam saku kembali. Ia menatap Nada yang sedang di lap keringatnya oleh ummi.

"Tolong carikan ummi minya di sana!" pinta ummi sambil menunjuk nakas yang jauh dari jangkauan ummu.

Dengan sigap, Taqi menuju tempat yang dimaksud. Ia kemudian membuka laci di dalam sana. Dahinya mengkerut tak kala melihat barang-barang di dalam laci tersebut.

Taqi kemudian kembali mencari, tapi tidak ada. Dan ketika ia melihat ke arah lain. Di laci sebelahnya, barulah ada minyak yang ummi mau.

"Ini, Mi."

Ummi langsung mengambil benda itu, lalu mengoles di dekat hidung Nada agar wanita itu kembali siuaman.

"Nada," panggil ummi setelah melihat Nada tersadar. Namun, bukannya menjawab, Nada hanya mengeluarkan air mata dari sudut matanya.

"Kuat, Nada ... kamu pasti kuat, Nak ...!" Ummi mengengam tangan menantunya itu. Ia gengam erat, untuk memberikan dukungan. Bahwa Nada tidak sendiri. Bahwa masih ada keluarga yang pasti akan menemani saat-saat yang pedih seperti ini.

"Nada nggak kuat, Ummi ... Rasanya sakit sekali ... ddadaa Nada sakit sekali rasanya!" tangisnya kembali pecah. Ia kembali terisak. Nada belum bisa berdamai dengan takdir yang tiba-tiba merengut suaminya itu.

"Istrigfar, Nada ... istrigfar ...!" Ummi menepuk punggung Nada. Memeluknya erat.

"Demi anak yang kamu kandung, kamu harus kuat Nada. Ummi percaya, kamu bisa melewati semua ini. Ummi yakin," ucap ummi dengan suara serak. Meski sulit, Allah pasti tidak menguji di luar batas kemampuan hamba-Nya. Ummi sangat yakin itu, bahwasanya Nada pasti bisa melewati ujian hidup yang menguras hati ini.

"Nada harus bagaimana Ummi? Nada harus bagaimana?" tangis Nada. Keduanya lalu saling berpelukan.

Sedangkan abah dan Taqi, mereka memilih meninggalkan keduanya. Mereka ke depan, menemui tamu yang terus saja datang ke rumah Zain untuk mengucapkan bela sungkawa.

***

Tujuh hari kemudian

Kediaman abah Yusuf. Taqi sedang mengemasi koper, rencananya ia akan balik ke Malaysia nanti sore.

"Taqi," panggil abah. Pria yang dipenuhi kerutan di wajah tersebut tiba-tiba masuk kamar Taqi kemudian duduk di tepi ranjang. Mengamati Taqi yang sedang berkemas.

"Iya, Abah ..." Taqi meninggalkan tas kopernya. Ia menatap wajah tua abah lekat-lekat.

"Boleh Abah minta satu permintaan?"

Dahi Taqi seketika berkerut. Ia heran, tumben abah meminta darinya. Selama ini, saat ia menawarkan sesuatu pada abah, selalu ditolak mentah-mentah. padahal niat hati Taqi hanya ingin balas budi. Taqi merasa berterima kasih, karena sudah disekolahkan tinggi-tinggi, hingga sekarang ia punya usaha sendiri di negeri orang. Sudah menjadi orang sukses, tidak lontang lantung di jalanan.

"Abah minta apa? Insyaallah, kalau Taqi bisa, pasti Taqi penuhi."

Abah menghela napas panjang, kemudian menyentuh pundak putra angkatnya itu.

"Abah rasa, Abah sudah sangat tua, dan Zain pun sudah tidak ada lagi di sini. Harapan Abah sudah tidak ada lagi, tinggal kamu, Taqi ... Selama ini Zain yang mengurus yayasan bersama Abah. Dan Abah pikir sebaiknya kamu pikir-pikir lagi untuk kembali ke Malaysia."

"Tapi Abah ...," Taqi ingin mengatakan sesuatu tapi ragu.

***

Di tempat lain, di negara tetangga.

Malaysia

Seorang wanita duduk menatap menara Petronas twin towers, dia adalah Anisa. Gadis yang sedang menempuh S2 di negeri Jiran tersebut.

"Kenapa telponnya tidak diangkat? Apa Mas Taqi tidak jadi balik?" gumam wanita berparas ayu bermata teduh tersebut.

Sementara Taqi, pria yang sedang dinanti kabarnya itu, saat ini sedang bicara serius dengan Abah. Sedangkan ummi sendiri masih di rumah Zain menunggu dan akan menginap di sana. Menemani Nada yang yang masih terpukul.

***

Kediaman abah Yusuf.

"Maksud Abah?" Taqi beranjak, ia bangkit dari tempat duduknya. Permintaan abah yang pertama dan terakhir itu, cukup membuatnya tersentak.

Hal ini karena Taqi sudah menjatuhkan hati pada Anisa, bahkan mereka berencana menikah tahun depan setelah Anisa mendapat gelar masternya.

"Hanya itu permintaan Abah, Taqi ...!"

Taqi pun terduduk lemas. Haruskah hutang budi dibalas dengan mengorbankan hidupnya sendiri?

BERSAMBUNG

IG Sept_September2020

Follow IG Sept, yuk ... mau lebaran Kita bagi-bagi THR.

Terpopuler

Comments

indah

indah

Hem Rumit nih

2024-10-03

0

Nita Wati

Nita Wati

di suruh nikahin nada y thor

2022-11-15

0

Atha 😘😘

Atha 😘😘

😘😘😘😘😘👍👍👍👍👏👏👏

2022-09-28

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!