Vian kembali ke kelas setelah menyelesaikan tugasnya, mengantarkan buku ke ruang guru. Ia terkejut karena bangku di sebelahnya-bangku Reva terlihat kosong. Sosok Reva mendadak hilang dari kelas. Tidak biasanya dia keluar kelas.
"Bel, Reva ke mana?" Vian bertanya pada Bella yang sedang membolak-balik halaman buku.
"Ke ruang guru sama Mira," jawabnya masih asyik dengan bukunya. Pandangannya tak teralihkan sedikit pun.
"Ruang guru? Tapi aku tidak berpapasan dengannya." Ucapan Vian menghentikan aktivitas Bella. Ia menatap Vian, memasang wajah terkejut.
"Apa katamu? Tidak berpapasan dengan Reva?" ulangnya. Vian mengangguk.
"Tapi tadi Mira bilang bahwa mereka dipanggil wali kelas. Aku pikir dia tidak berbohong." Bella menutup bukunya. Berpikir sejenak sambil memegangi kepala. "Aku lalai. Harusnya tadi aku tidak membiarkan Mira membawa Reva."
Vian menepuk dahinya. "Sudah. Tidak ada waktu untuk menyalahkan diri sendiri. Aku akan mencari Reva."
"Aku akan ikut." Bella ikut berdiri. Namun Vian menolak, ia berkata, "Tidak. Biar aku yang mencarinya. Kau tetap di sini. Kalau sudah ada guru yang masuk, tolong izinkan kami berdua."
Bella mengangguk. Dengan segera Vian mencari Reva.
***
Di belakang bangunan kelas tak terpakai.
"Aku langsung pada intinya saja. Apa hubunganmu dengan Vian?" tanya Mira yang membuat Reva terkejut.
"Kami tidak ada hubungan apapun," jawab Reva pelan. Mira meraih dagu Reva.
"Kau berbohong. Selalu berdua di kelas, berdekatan dengannya apakah itu yang disebut tidak ada hubungan apapun?"
"Tidak, Mira. Kau salah paham," jawab Reva lagi. Badannya bergetar.
"Salah paham apa? Aku melihatnya sendiri. Aku melihat kalian bermesraan di dalam kelas!" teriak Mira. Emosinya meluap-luap, ekspresi wajahnya tidak terkendali lagi.
"Tidak, itu tidak benar, Mira!" Reva balik berteriak. Sorot mata Mira semakin tajam.
"Sekali lagi aku bertanya. Sebenarnya apa hubunganmu dengan Vian?" tanya Mira.
"Mengapa kau berulang kali menanyakannya?" Reva balik bertanya. Matanya mulai berkaca-kaca karena menahan emosi.
"Kau ini benar-benar-" Mira melayangkan tangannya untuk mendaratkan sebuah tamparan pada Reva. Namun ada sesuatu yang menahan tangan Mira.
"Oh jadi ini yang katanya dipanggil wali kelas ke ruang guru? Sepertinya kalian salah. Ini bukan ruang guru." Vian datang. Ia menahan tangan Mira dan menatapnya dengan tatapan yang dingin. Sementara Mira hanya dapat membisu, diam bagaikan patung.
"Reva, kembali ke kelas denganku. Pelajaran selanjutnya akan dimulai." Vian masih dengan tatapan dinginnya. Ia menarik tangan Reva dan membawanya pergi meninggalkan Mira.
Ingin sekali rasanya bertanya bagaimana Vian bisa tahu keberadaannya, alasan mereka di sana, dan banyak hal lainnya. Tapi raut wajah menyeramkannya membuat Reva mengurungkan niatnya, mengubur dalam-dalam pertanyaan itu.
"Vian, lebih baik kau lepaskan tanganku. Ini sakit," kata Reva berusaha melepaskan genggaman Vian. Vian menghentikan langkahnya.
"Mengapa kau keras kepala sekali? Kau sudah tahu Mira itu seperti itu, tapi kau tetap menerima ajakannya untuk pergi ke luar." Suara Vian terdengar lebih keras. Ia memang sedang marah.
"Dia memaksaku ke luar kelas. Selain itu, dia juga bilang padaku bahwa kami dipanggil oleh wali kelas," jawab Reva sambil tertunduk. Sosok Vian yang lembut itu berubah menjadi menyeramkan. Ia tak berani menatapnya.
"Bagaimana jika ia akan mencelakaimu? Aku baru saja ke luar kelas sebentar, kau langsung menghilang. Kau kurang waspada," sambung Vian. Reva masih menunduk, menatap lantai.
"Maafkan aku," ucap Reva lirih. Tangannya masih bergetar. Kepalanya pun masih menunduk karena takut. Vian menghela napasnya dan memegang bahu Reva.
"Hei, apa aku membuatmu takut? Aku seperti ini karena khawatir padamu, Reva. Aku tidak bermaksud membuatmu takut. Maafkan aku," kata Vian. Suaranya mendadak menjadi lembut. Reva menatapnya.
"Aku tahu. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku dan menolongku tepat waktu."
Vian tersenyum. Mendadak sosok Vian yang dingin berganti menjadi Vian yang ramah dan lembut. "Ayo kembali ke kelas!" ajak Vian.
Perlahan rasa takut Reva terhadap Vian memudar. "Vian, sebenarnya ada yang ingin kutanyakan. Mengapa kau bisa menemukanku?" tanya Reva sambil berjalan menuju kelas.
"Mudah saja. Saat aku kembali ke kelas, aku melihat bangkumu kosong. Aku menanyakan pada Bella. Bella bilang Mira dan kau pergi ke ruang guru. Secara logika itu tidak masuk akal karena jika memang benar kalian ke ruang guru, kita pasti akan berpapasan di jalan. Lalu aku ke luar kelas dan menuju ke tempat sepi seperti tadi. Aku sudah tahu, Mira akan membawamu ke sana. Apa lagi kalian berbicara sambil berteriak-teriak. Dasar wanita."
"Sekali lagi terimakasih, Vian," ucap Reva.
"Iya. Lain kali berhati-hatilah dengan Mira"
"Baiklah"
Setelah kembali, mereka langsung duduk di bangku masing-masing. Syukurlah saat itu guru belum masuk. Bella datang menghampiri Reva, lalu memeluknya.
"Reva, aku sudah takut nenek sihir itu akan membunuhmu." Reva tertawa mendengarnya.
"Aku baik-baik saja seperti yang kau lihat," balas Reva, memasang senyum lebar di wajah. Tak lama kemudian, Mira memasuki kelas, yang disusul dengan datangnya pak Agus. Tatapan mata Mira seperti sedang mencari musuh. Rupanya kebenciannya pada Reva tak berhenti sampai di sana.
"Psst... Reva!" bisik Vian di tengah pelajaran matematika. Mendengar bisikan itu, Reva langsung menoleh ke arah Vian.
"Mengenai gelang itu, bisakah kau mencari informasi pada Bella?" tanya Vian sambil berbisik. Sesekali matanya melirik papan tulis.
"Tapi apa Bella tahu?" Reva balik bertanya. Vian mengangkat bahu tanda tak tahu.
"Coba saja. Bukankah kalian pertama kali bertemu di rumah sakit? Sepertinya ini ada hubungannya," bisik Vian.
"Vian, Reva, apa yang kalian diskusikan?" tanya Pak Guru yang mengajar. Menyadari dirinya tertangkap basah sedang mengobrol, Vian memutar otak mencari alasan masuk akal. "Saya sedang menanyakan rumus matematika padanya, Pak."
"Ah, begitu."
"Hei, apa yang kau katakan?" tanya Reva masih dalam keadaan berbisik.
Vian mengedipkan matanya untuk memberi kode. "Kita lanjutkan nanti."
***
"Bella, apa kau bisa mengantar Reva pulang sampai ke rumahnya?" tanya Vian sambil membereskan buku-bukunya yang tergeletak di atas meja.
"Tentu saja. Kami selalu pulang bersama. Biasanya akan berpisah di perempatan jalan," jawab Bella.
"Nah, hari ini antar Reva sampai ke depan rumah. Apa kau bisa?" pinta Vian. Bella memandanginya sekejap, lalu mengangguk. "Baiklah," sahutnya.
"Mengapa tiba-tiba kau meminta Bella mengantarku? Aku baik-baik saja," tanya Reva. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap Vian.
"Aku hanya tidak ingin melihat kejadian tadi terulang," jawab Vian.
"Apa Mira melukaimu?" Bella kemudian bertanya. Ia mendekati Reva. Meraba-raba wajahnya.
"Mira. Reva hampir ditampar oleh Mira," jawab Vian sambil berbisik.
"Apa itu benar? Ya ampun, Reva. Aku sudah menduga ada yang tidak beres tadi," ujar Bella. Reva menutup mulutnya.
"Sttt... Jangan keras-keras. Ba-Bagaimana kalau kita langsung pulang? Aku akan menceritakan semuanya," ajak Reva dan disambut dengan anggukan kepala Bella. Selama di perjalanan, Reva menceritakan semua kejadian yang menimpanya.
"Reva, lain kali jangan percaya pada kata-katanya. Syukurlah Vian datang tepat waktu. Apa kau tahu? Saat kau tidak ada di kelas, dia mencarimu. Saat aku bilang kau pergi bersama Mira, dia langsung bergegas mencarimu. Dia perhatian sekali padamu. Apa kalian pacaran?" tanya Bella sambil memasang senyum menggoda.
"Kami tidak pacaran. Tapi dia memang perhatian. Oh iya, Bella, ada hal yang ingin kutanyakan," kata Reva yang teringat pada gelang itu.
"Silakan," jawab Bella. Reva memperlihatkan gelang yag tergantung di lehernya.
"Apa kau pernah melihat benda ini sebelumnya?" tanya Reva. Bella terkejut.
"Tentu. Aku pertama kali melihatnya di rumah sakit saat kau dirawat. Saat itu aku melihat ibumu yang memegangnya," jelas Bella.
"Tapi apa ada hal lain yang kau ketahui?" tanya Reva lagi.
"Ti-Tidak ada. Aku sudah mengatakan semua yang kuketahui," jawab Bella sambil menggaruk kepalanya. Matanya lari ke mana-mana, seperti ada yang disembunyikan.
"Mengapa aku merasa Bella menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Reva dalam hati. Daripada melanjutkan pembicaraan dengan Bella, Reva memutuskan untuk diam.
"Nah, kita sudah sampai, Rev. Masuklah ke rumahmu," ucap Bella.
"Bella, padahal kau tidak perlu mengantarku sampai ke rumah. Aku baik-baik saja."
"Tak masalah. Lagi pula kalau aku tidak mengantarmu sampai rumah, pacarmu bisa marah," goda Bella.
"Sudah kubilang kami tidak pacaran!" sanggah Reva.
"Anggap saja begitu. Kalau begitu sampai jumpa, Reva," sambung Bella yang langsung bergegas pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Kadek
aku datang mmpir
2020-07-25
1
Raisu
hadir bosque, tetap update kuy 👌
2020-06-28
1
Adine indriani
hadir bawa like semangat kakak😊👍
2020-06-25
1