11 | SALAH PAHAM

Keesokan harinya, kembali dalam suasana kelas. Saat itu jam istirahat, kelas tengah sepi. Di dalam kelas itu terdengar suara tawa.

"Sudah kuduga rencanaku akan berhasil," ujar Vian dengan nada sombong. Sesekali ia tertawa puas. Sementara Reva menatapnya, memasang muka datar.

"Iya, iya, Vian memang hebat," balasnya dengan muka dan intonasi yang datar.

"Oh iya, apa kau membawa gelang itu?" tanya Vian. Reva mengangguk, wajah datarnya mendadak berganti.

"Apa aku boleh melihatnya?" tanya Vian. Nada suaranya lebih terdengar ke sebuah permintaan. Reva heran mendengarnya. "Bukannya kau sudah puas melihatnya kemarin?"

"Keras kepala. Berikan saja padaku!" paksa Vian. Di dalam hatinya, sebenarnya masih banyak pertanyaan yang bermunculan di pikiran Reva. Dengan terpaksa ia menuruti Vian.

"Ini," katanya sambil memberikan sebuah gelang kecil yang terdapat ukiran namanya. Sementara itu, Vian terlihat sedang merogoh sakunya. Reva dibuatnya semakin heran.

"Kau sedang apa?" tanya Reva yang terlihat kebingungan. Namun Vian tidak menjawab. Ia mengeluarkan sebuah tali kecil berwarna hitam.

"Aku akan memberikan sebuah hadiah," kata Vian. Ia mengambil gelang yang dipegang Reva, langsung membalikkan badannya.

"Kau sedang apa?" tanya Reva, berusaha mengintip dari belakang.

"Jangan mengintip!" Vian meninggikan suaranya. Ia terlihat begitu serius dengan kedua benda itu. Reva mendengus kesal, kemudian melipat kedua tangan di depan dada.

"Nah, selesai. Sekarang tutup matamu!" seru Vian. Ia menyembunyikan kedua tangannya di belakang badan.

"Untuk apa? Apa yang kau sembunyikan di belakang badanmu? Lalu gelangku di mana?" Reva berkali-kali melayangkan pertanyaan. Ia tidak bisa menebak apa yang dipikirkan Vian.

"Sudah. Lakukan saja!" ulangnya. Reva merengut sambil menutup matanya.

"Kalau kau tidak mengubah gaya mulutmu itu, aku tidak akan membiarkanmu membuka mata," ujar Vian lagi.

"Apanya yang gaya mulut? Ada-ada saja," sahut Reva.

Vian mengaitkan tali itu ke leher Reva. Reva bisa merasakan lengan Vian menyentuh bahu dan lehernya. Pikiran-pikiran aneh langsung menghantuinya.

"Vian, jangan macam-macam!" bentak Reva. Ia berusaha menghindar.

"Siapa yang macam-macam? Aku tidak ada niat buruk. Sekarang kau bisa membuka matamu," kata Vian. Perlahan-lahan Reva membuka matanya. Ia merasa ada sesuatu yang bergantungan, lehernya terasa berat. Ia lantas memperhatikan benda yang bergantung itu.

"Wah, kelihatannya sangat cocok," ungkap Vian sambil menatap Reva. Reva mengerutkan dahinya.

"Cocok apanya? Aku merasa kelihatan aneh," komentar Reva. Tali dan gelang yang disatukan menjadi kalung, menurut Reva sangat aneh. Apa lagi benda itu terasa berat di leher.

"Tapi cocok kalau kau pakai. Kalau kau tidak suka menyebutnya sebagai kalung, sebut saja sebagai jimat," kata Vian.

"Jimat?" tanya Reva.

"Ya, jimat. Kau harus selalu memakainya, Va. Jangan sampai kau kehilangan benda ini. Benda ini sangat penting. Tapi kalau kau tidak suka benda ini bergantungan di lehermu, aku akan melepasnya." Reva memegang kalung, atau apalah namanya benda rancangan Vian itu.

"Kau tidak perlu melepasnya. Seperti katamu, benda ini sangat penting untukku. Aku tidak akan melepasnya. Lagi pula aku suka memakainya," ujar Reva sambil tersenyum.

"Dasar. Tadi tidak suka dan merasa aneh, sekarang jadi suka. Pendirianmu cepat sekali goyah." Reva membalikkan badannya.

"Dasar Vian. Meskipun aneh, tapi aku tetap suka karena kau sudah berusaha membuatnya untukku. Terimakasih," ucap Reva pelan. Vian tersenyum mendengar ucapan Reva. Ia berjalan mendekati Reva, berdiri di sebelahnya.

"Ucapkan lagi sambil menatapku. Aku tidak mendengarnya dengan jelas," pinta Vian. Ia mendekatkan wajahnya pada Reva. Tentu saja wajah Reva langsung memerah. Ia memalingkan wajahnya.

"Ka-Kalau aku tidak mau bagaimana?" Reva bertanya, masih tidak berani menatap Vian.

"Akan kutunggu sampai kau mau mengatakannya. Aku tidak peduli kalau ada orang yang melihat," jawab Vian dengan penuh keyakinan.

Merasa tidak punya pilihan lain, akhirnya Reva memberanikan diri menatap wajah Vian. Daripada malu berkali-kali dilihat orang lain, lebih baik malu sekali di hadapan Vian.

"Vian, terimakasih," ucap Reva pelan. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana ekspresinya saat ini. Yang jelas, ia sangat malu.

"Reva memang manis sekali. Jangan palingkan wajahmu dariku!" kata Vian. Berada dekat dengan Vian, Reva serasa akan meledak. Bagai ada bom aktif di dalam tubuhnya.

"Aduh, aku mau meledak!" kata Reva setengah berteriak. Vian tertawa mendengarnya.

"Jangan sampai meledak. Kalau kau meledak, aku akan bersama siapa?" tanyanya. Kata-kata yang keluar dari mulut Vian semakin menambah rasa ingin meledak.

"Gadis lain 'kan masih banyak. Lebih cantik, lebih pantas untukmu." Reva menjawab asal.

"Kalau aku hanya mau kau, bagaimana?" respon Vian. Reva membuka matanya, menatap dalam wajah lelaki itu.

"Berhenti main-mainnya, Vian. Tidak lucu!" bentak Reva. Ia ingin memalingkan wajahnya, tapi tidak bisa karena ada tangan Vian yang menahan.

"Aku tidak main-main. Aku serius." Tatapannya terlihat begitu serius. Meskipun begitu, tetap saja ia tidak bisa memercayai kata-kata Vian.

"Biar kuberi tahu sesuatu. Dengar baik-baik. Reva, aku-"

BRAKK!! tiba-tiba pintu tertutup. Mereka menoleh bersamaan.

"Siapa di sana?" Vian melepaskan tangannya dari wajah Reva dan memeriksa. Ia membuka kembali pintu kelas itu. Di luar ia tidak melihat ada seorang pun.

"Tidak ada siapapun di sana. Sepertinya hanya angin," sahut Vian. Ia kembali berjalan mendekati Reva.

"Apa yang ingin dia katakan tadi? Aku penasaran," gumam Reva.

Tak lama kemudian bel tanda masuk kelas berbunyi. Para siswa mulai menempati bangkunya masing-masing, termasuk Reva dan Vian.

"Aku masih penasaran dengan apa yang ingin ia katakan tadi. Semuanya karena pintu itu," pikir Reva. Ia memicingkan matanya ke arah pintu itu dan merengut. Bagai mengatakan semua ini salah pintu itu.

Sementara itu, Vian melihat Reva merengut. Tatapannya jelas sekali sedang marah.

"Apa dia marah padaku karena aku tidak menyelesaikan kalimatku? Aduh, sepertinya dia sangat marah," pikirnya.

"Apa aku tanyakan saja padanya? Tapi aku benar-benar malu," pikir Reva lagi. Ia menutup wajahnya dengan buku. Menutupnya rapat-rapat.

"Segitu marahnya kah dia sampai tidak mau melihat wajahku?" Vian bertanya-tanya dalam hati. Ia melihat ke arah pintu dan memicingkan matanya. Ingin berkata bahwa semua ini salah pintu itu.

Reva menurunkan perlahan bukunya, kembali melirik Vian. Ia mendapati Vian menatap ke lain sisi.

"Aduh, dia tidak mau bicara padaku. Bagaimana ini?" tanyanya dalam hati.

Alhasil, Reva dan Vian saling diam, tak berani berbicara lebih dulu. Padahal hanya karena sebuah kesalahpahaman. Hingga akhirnya jam pelajaran pertama berakhir.

"Baiklah, anak-anak. Sampai di sini saja materi kita. Oh iya, Alvian-"

Mendengar namanya dipanggil, Vian spontan berdiri. "Ya, Bu?"

"Tolong antarkan buku-buku ini ke meja saya," sambung Ibu Fara. Tanpa menjawab, Vian langsung bergerak menuruti perintah ibu Fara. Vian keluar kelas, membawa beberapa tumpuk buku di tangannya.

"Reva, apa kita bisa bicara sebentar?" tanya Mira secara tiba-tiba. Reva terkejut karena tidak biasanya Mira berbicara baik-baik dengannya. Perasaannya tak enak.

"Bicara tentang apa?" Reva balik bertanya. Tiba-tiba Mira menariknya paksa ke luar kelas. Bella yang menyadarinya segera menghentikan mereka.

"Mira, mau kau bawa ke mana Reva?" tanyanya dengan nada yang sedikit tinggi.

"Ada suatu hal penting. Wali kelas memanggil kami berdua," jawab Mira. Tentu saja dia berbohong. Ia membawa Reva dengan cepat.

"Ini bukan arah ke ruang guru. Mira, kita mau ke mana? Sekarang masih ada jam pelajaran," tanya Reva.

"Sudah diam. Ikuti saja aku!" suruh Mira. Mira membawa Reva ke belakang bangunan kelas yang tidak terpakai.

Terpopuler

Comments

Kadek

Kadek

aku mampir lagi kk

2020-08-11

0

Nienol

Nienol

seru banget

2020-07-10

1

Adine indriani

Adine indriani

aku like karyanya kakak semangat ya👍😊

2020-06-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!