Seperti pagi - pagi sebelumnya selama dua tahun belakangan ini hari - hari gadis cantik bernama Lea itu selalu diwarnai dengan suasana rumah yang begitu sepi. Hanya ada dirinya seorang dan seorang asisten rumah tangga yang sudah dianggapnya seperti ibunya sendiri. Bi Tari begitu biasanya dia memanggilnya. Wanita paruh baya yang selalu setia dan selalu ada untuknya sejak dulu terutama setelah kematian ibunya. Sosoknya yang ceria dan sangat keibuan membuatnya selalu nyaman bersama wanita berdarah Jawa Sunda itu.
"Pagi Bi." Dengan senyuman manis yang menghiasi wajahnya, Lea menyapa satu - satunya orang yang bersamanya di rumah ini setidaknya untuk dua minggu belakangan ini.
Di pagi yang cerah ini dengan seragam kebanggaan para siswa setingkat menengah atas yang sudah menemaninya selama tiga tahun belakangan ini, Lea siap memulai harinya. Apalagi kalau bukan seragam berwarna putih abu - abu. Seragam yang sebentar lagi mungkin akan menjadi kenangan. Ya sebentar lagi tepatnya kurang dari satu bulan lagi Lea akan menyelesaikan studinya sebagai siswa sekolah menengah atas.
"Pagi cantik. Ayo, sini Bibi udah siapin sarapan !"
Seperti biasa wanita berusia lima puluhan ini selalu menarik satu kursi untuk satu - satunya puteri majikannya itu. Hal yang selalu ia lakukan meski sudah dilarang berulangkali.
"Lho Bi kok tumben masaknya banyak ?" Lea mengerutkan dahinya. Lea bingung karena di meja makan sudah tersedia beberapa potong roti bakar dan juga nasi goreng yang pastinya tidak akan habis untuk berdua. Tak biasanya Bi Tari memasak dalam jumlah berlebih jika tidak ada ayah ataupun saudaranya yang lain.
"Memangnya Ayah sudah pulang, Bi ? Kok Lea gak dengar suaranya ?" Lea mulai duduk di kursi yang sudah ditarik oleh Bi Tari barusan.
"Belum non. Baru beberapa menit lalu Bapak ngabarin kalau belum bisa pulang soalnya urusannya belum kelar." Jawab Bi Tari. Wanita paruh baya itu juga menarik satu kursi untuknya lalu mulai duduk di depan Lea. Meski ia hanya asisten rumah tangga di rumah ini, ia sudah terbiasa makan bersama dengan majikannya.
"Lho kok Ayah gak ngabarin ke Lea, Bi ?" Tanya Lea tanpa melihat Bi Tari. Gadis itu lalu fokus mengambil piring dan sendok yang terletak di tengah meja.
"Kata Bapak, nomor kamu gak bisa dihubungin." Jawab Bi Tari. Wanita paruh baya itu mulai menyendok nasi goreng kemudian menaruhnya di piringnya.
Lea terdiam sejenak lalu mengangguk paham. Dara cantik berdarah Jawa Manado itu tersadar belum mengaktifkan ponselnya yang sejak semalam memang sengaja dinonaktifkan. Pantas saja sedari tai ia merasa ada sesuatu yang harus segera ia lakukan tapi tak kunjung menyadarinya. Mematikan ponsel adalah salah satu kebiasaannya sebelum tidur untuk menghindari gangguan dari deringan ponsel saat matanya sudah mulai terpejam. Ia selalu mengantisipasi agar tidurnya tidak mengalami gangguan karena ia termasuk tipikal orang yang susah tertidur lagi jika sudah terlanjur terganggu. Hal ini mulai terjadi sejak kejadian buruk yang menimpanya dua tahun lalu. Kejadian yang masih menyisakan kesedihan baginya hingga kini.
"Terus, Ayah bilang gak kapan pulang, Bi ?"
"Katanya kerjaannya masih banyak non jadi belum bisa pulang cepat."
"Huff alesan aja." Gadis itu mencebikkan bibirnya.
"Bilang aja udah gak sayang sama Lea lagi."
Gadis belia yang beberapa hari lagi berusia tujuh belas tahun itu hanya bisa menggerutu seraya mulai memasukkan sepotong roti bakar ke dalam mulutnya lalu mengunyahnya perlahan untuk menikmati sensasi lelehan selai blueberry yang dipadukan dengan roti tawar kesukaannya. Melampiaskan kekecewaan dengan makan adalah salah satu caranya untuk meredam rasa kecewa akan satu - satunya orangtua yang tersisa untuknya. Beruntung Lea memiliki kelebihan di mana berat badannya tidak bertambah meskipun ia makan banyak.
Sungguh Lea mulai jenuh dengan setiap alasan yang dilontarkan oleh ayahnya setiap kali ia berlama - lama di luar kota untuk urusan kantornya. Bagaimana tidak ? Hampir setiap kali keluar kota pulangnya tidak pernah sesuai jadwal. Selalu mundur beberapa hari bahkan beberapa minggu. Entah urusan sepenting apa sehingga harus menghabiskan waktu banyak seperti itu. Ia juga sedikit merasa aneh tentang kebiasaan baru ayahnya itu karena saat ibunya masih ada tak pernah sekali pun ayahnya pergi sampai berhari - hari atau bahkan berminggu-minggu seperti sekarang ini.
"Huss gak boleh gitu !" seru Bi Tari memberi peringatan kepada puteri majikannya agar tidak berprasangka buruk kepada ayahnya.
"Mana mungkin Bapak gak sayang sama non ? Kamu itu kan puteri kesayangan Bapak." Mendengar hal itu Lea tersenyum kecut. Ia merasa semakin lama ayahnya semakin jauh. Seakan ada dinding tak kasat mata yang membatasi mereka. Kehangatan yang dulu sering ia dapatkan perlahan mulai menghilang. Dan Lea merindukan itu semua.
"Entahlah, Bi. Lea merasa sekarang Ayah semakin menjauh dan semakin gak punya waktu buat Lea." Tak terasa beberapa potong roti bakar dan segelas susu sudah masuk ke perut sebagai asupan energi untuknya sebelum jam istirahat atau bahkan jam makan siang nanti.
Huffftt....
Wanita parih baya yang notabene hanya berstatus asisten rumah tangga di rumah itu hanya bisa menghembuskan nafas kasar. Kedua bola matanya menatap sendu anak majikannya itu.
"Oh iya, tadi Bibi belum jawab pertanyaan Lea, kok tumben buat sarapannya banyakan ?"
"Hai...hai baby swetty."
Jawaban dari wanita paruh baya itu tertahan di tenggorokan karena belum sempat suara itu keluar dari mulut sudah terlebih dulu dientrupsi oleh suara lainnya. Mendengar suara yang begitu familiar itu sontak dara cantik menoleh lalu berlari menghampiri sosok yang sangat dirindukannya. Moodnya yang awalnya mulai drop akibat berita kepulangan ayahnya dari luar kota yang lagi - lagi ditunda kini bangkit lagi begitu melihat wajah tampan itu. Siapa lagi kalau bukan abang kesayangannya Jay Aliandro Yusuf.
"Bang Jay...Lea kangen." Didekapnya tubuh tegap itu dengan erat seakan - akan ini adalah pertemuan terakhir mereka dan tidak ingin sedetik pun melepaskan dekapannya pada tubuh yang begitu menghangatkan itu.
"Abang jahat sekarang udah jarang pulang. Udah lupa ya sama Adeknya ?" Pria berperawakan tinggi besar itu terkekeh geli menunjukkan gigi - gigi putihnya yang berbaris rapi kala satu - satunya adik perempuannya itu mendusel - dusel dada bidangnya yang dibalut jaket berwarna hijau lumut.
" Uluhhh... Uluhh...baby girlnya Abang masih aja gak berubah. Mana mungkin Abang lupa sama adik Abang yang manjanya gak ketulungan ini ?" Jay mengangkat kedua tangannya untuk mengelus puncak kepala adik bungsunya itu.
"Eh siapa yang manja ? Lea enggak ya ?" Lea memukul dada bidang Jay untuk melepaskan kekesalannya karena tak terima akan perkataan abangnya.
Wanita itu sungguh tidak pernah suka jika dikatakan manja. Kesannya ia seperti anak kecil yang suka meraung - raung jika apa yang diinginkannya tidak dituruti dan tidak bisa mandiri. Sory to say. Ia merasa sudah teramat jauh dari kesan itu terutama dua tahun belakangan ini.
Buktinya ia sudah terbiasa mengurus keperluannya sendiri. Ia juga sudah bisa tidur sendiri tanpa ditemani siapa pun meski awalnya sulit. Ia juga sudah terbiasa pergi kemana - mana tanpa kawalan ketiga abang - abangnya. Semua ini karena keadaan yang memaksanya. Sering ditinggal hanya berdua bersama asisten rumah tangga membuatnya berbenah diri agar tidak terlalu tergantung pada orang lain karena tidak mungkin ia mengandalkan ketiga abangnya yang sudah sibuk dengan dunianya sendiri.
Abang sulungnya yang bernama Afriando Yusuf, sudah menikah dengan gadis berdarah Malaysia sejak lima tahun yang silam, memilih tinggal dan menetap di Malaysia tempat kelahiran isterinya. Armando Yusuf anak kedua yang bekerja sebagai seorang dosen di salah satu universitas ternama sudah menetap di Bandung selama empat tahun. Sementara Jay Aliandro memilih untuk tinggal di rumah kontrakan sederhana di daerah Bekasi sejak dua tahun belakangan ini. Ia memilih mengontrak dengan alasan dekat dengan kantor tempatnya bekerja.
"Ya...ya, yang katanya gak manja. Siapa coba yang kalau mau kemana - mana harus dianterin ? Tidur juga harus ditemenin. Makan aja masih disuapin." Jay menaik turunkan alisnya menggoda satu - satunya saudara perempuannya.
"Hei itu dulu ya! Ya lagian wajarlah, Lea kan waktu itu masih kecil." Lea menggerutu menyanggah perkataan abang kesayangannya itu karena tak terima jika masa lalunya diungkit - ungkit.
Apa yang dikatakan Jay memang tak sepenuhnya salah namun rasanya Lea malu mengakuinya. Hingga Lea duduk di kelas delapan Ana masih menemaninya tidur hingga terlelap. Setelah ia terlelap Ana akan pindah ke kamarnya sendiri. Ana juga masih suka menyuapinya makan terutama saat Lea sedang dalam kondisi sedang tidak nafsu makan. Dan satu lagi kemana - mana ia selalu ditemenin bunda atau abangnya.
"Ok. Baiklah. Katanya udah gede tapi masih suka gelayutan manja sama Abangnya." goda Jay lagi dengan semangat seakan tak mau kalah berdebat dengan adiknya itu.
"Oh jadi Abang gak suka ?" Tatapan gadis itu berubah tajam. Ia memang menjadi sedikit sensitif sejak kepergian ibunya dua tahun lalu. Ia menjadi lebih perasa dan gampang menangis bahkan untuk hal - hal yang sepele sekalipun.
"Eh...bukan gitu, kamu itu adik kesayangan Abang. Mana mungkin Abang gak suka ? Abang malah suka ada yang butuh perhatian dari Abang." Laki - laki yang bekerja sebagai konsultan pajak itu buru - buru memberikan penjelasan sebelum terjadi pertumpahan air mata, Ia mengulurkan tangannya lalu mengelus puncak kepala satu - satunya saudara perempuannya.
"Tapi...jangan di depan gebetan Abang ya, Dek ! Entar Abang jadi jomblo seumur hidup," lanjut Jay sambil terkekeh. Ia masih teringat kejadian tiga tahun yang lalu saat kekasihnya menampar dan memutuskannya karena di duga telah berselingkuh.
Kejadian itu terjadi di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Saat itu Lea dan Jay pergi menonton film di bioskop. Saat mereka baru saja selesai menonton dan berniat untuk makan di salah satu restoran di mall tersebut tiba - tiba seorang wanita menghampirinya dan tanpa bertanya langsung menampar serta memutuskannya begitu saja. Wanita yang bernama Rara itu ternyata sudah melihat keberadaan Jay dan Lea sejak memasuki mall dan menjadi penguntit keduanya untuk beberapa waktu. Rara meradang melihat kemesraan dari keduanya dan langsung menarik kesimpulan bahwa Jay berselingkuh. Meski ditampar dan diputuskan begitu saja karena diduga berselingkuh, Jay tak mau meluruskan permasalahan antara ia dan Rara. Ia memilih bungkam dan membiarkan wanita itu mengambil kesimpulan sesuka hatinya. Ia terlalu malas meladeni wanita yang sama sekali tak memiliki kepercayaan kepada pasangannya.
"Udah ah, Lea mau berangkat. Keburu telat." Lea mengambil tas serta kunci motor yang diletakkan di atas kursi untuk bergegas pergi sebelum suasana menjadi lebih tidak nyaman. Ia tahu berdebat dengan Jay tidak akan ada ujungnya. Bisa - bisa ia jadi dihukum karena terlambat datang ke sekolah.
"Eh, mau Abang antar gak, Dek?''
"Gak.Thanks. Bye bajai. Baik - baik di rumah ya !" Lea menjulurkan lidahnya sebelum berlari kecil menuju garasi.
"Heiii dasar Adek durhaka!!!"
Lea terkikik geli melihat wajahnya yang sudah merah padam karena amarah. Ekspresi yang selalu sama setiap kali adik bungsunya itu mengganti namanya dengan salah satu kendaraan roda tiga yang cukup legendaris di ibukota.
"Bi...titip si bajai ya! Kalau ini anak nakal, cemplungin aja ke empang engkong Roni." Entah apa yang dipikirkan gadis itu sehingga sempat - sempatnya masuk kembali ke dalam rumah hanya untuk menggoda abang ketiganya itu.
"Siap komandan." Bi Tari tersenyum tertahan seraya membuat pose hormat seperti sikap siap menerima perintah yang membuat Jay semakin kebakaran jenggot hingga aura siap menerkam terlihat dari wajahnya.
"Leanora Juniati Yusuf sini kamu !"
Bi Tari yang sudah terbiasa dengan kelakuan dua kakak adik itu hanya bisa menggeleng - gelengkan kepala. Wanita paruh baya itu begitu senang akhirnya setelah sekian lama suasana rumah tempatnya bekerja selama bertahun - tahun itu akhirnya kembali hidup.
Waktu sudah menunjukkan pukul 06.50 WIB saat Lea tiba di sekolah. Itu artinya dua puluh menit lagi pelajaran hari ini akan dimulai. Tak sedikit siswa SMA Bunga Bangsa yang sudah memasuki kelas masing - masing meski masih ada juga yang baru tiba di sekolah atau sibuk bersenda gurau di depan kelas.
"Woi norak tumben Lo lama ?"
Siapa lagi yang berani memanggilnya seperti itu kalau tidak si gadis berkacamata tebal mirip tokoh kutu buku dalam sinetron - sinetron yang bernama Melani Zafra. Wanita yang sudah menjadi sahabatnya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Meski penampilannya sedikit terlihat seperti gadis "culun" dengan kaca mata tebalnya itu gadis itu mempunyai selera fashion yang oke.
"Apa sih Mel ? Pagi - pagi udah berisik aja. Bentar lagi udah bel. Ayo masuk keburu diamuk serigala !" Lea memutar bola matanya jengah melihat kelakuan sahabatnya ini yang terkadang suka heboh sendiri.
Serigala adalah julukan yang dibuat untuk seorang wanita paruh baya yang mengampu pelajaran sosiologi itu. Suaranya yang menggelegar bak serigala ditambah wajahnya yang menyeramkan kala marah membuat siswa sekolah memberikannya julukan seperti itu. Entah siapa yang memulai memberikan julukan seperti itu tidak ada yang tahu pasti. Yang jelas julukan itu sudah ada jauh sebelum Lea dan Melani tergabung dalam siswa sekolah Bunga Bangsa itu dan masih bertahan hingga kini.
"Hus jangan kenceng - kenceng entar kedengeran doi !" Melani coba memperingatkan namun sia - sia orang yang disebutkan sudah mendengar dan menyaksikan dengan jelas bagaimana kedua siswanya itu mengatainya dengan sebutan hewan buas itu. Wanita paruh baya itu paham betul siapa yang dimaksud oleh kedua siswa itu karena itu sudah rahasia umum.
Hmmm....
"Eh kunti serigala." ujar keduanya reflek saat mendengar deheman yang begitu familiar.
"Melani, Lea, jangan kabur kalian!" Lengkingan suara bak auman serigala itu menjadi iringan langkah seribu yang diambil kedua sahabat itu untuk menyelamatkan diri dari segala bentuk amukan wanita itu. Ya...walaupun hanya sementara karena setelah ini tidak ada yang tahu hukuman apa yang diberikan oleh wanita paruh baya itu.
.
.
.
.
Hai...
Jangan lupa tinggalkan jejak ya teman - teman dengan cara klik like, vote atau pun komentar. Kritik dan saran dari pembaca semua sangat diharapkan untuk penulisan yang lebih baik.
🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments