"Asiah, mau ikut Ayah ke kantor?" tanya Sarah sambil menyentuh lengan Asiah.
"Asiah, mau pulang!" jawab Asiah.
"Sayang, dengar! Ayah harus pergi ke kantor dulu. Asiah ikut Ayah ke kantor, ya!" Yusuf mencoba membujuk putrinya.
"Asiah di rumah saja sama Kak Zulaikha," balas Asiah kukuh ingin pulang.
"Kak Zulaikha, masih sekolah. Dia pulangnya sore hari." Yusuf menjelaskan agar Asiah mau ikut dengannya.
"Telepon Kak Zulaikha dulu, Yah." Asiah menguraikan pelukannya, tetapi masih sesegukkan.
Yusuf pun menghubungi Zulaikha. Dalam deringan pertama, panggilan itu langsung dijawab.
"Assalammualaikum, Zulaikha." Salam Yusuf.
[Wa'alaikumsalam.]
"Asiah atau Ayah yang bicara dengan Kak Zulaikha?" tanya Yusuf pada Asiah.
"Asiah saja, Yah," jawab Asiah.
"Assalammualaikum, Kak Zulaikha."
[Wa'alaikumsalam, Asiah.]
"Kak Zulaikha, sekarang sedang berada di mana?"
[Kakak sedang berada di sekolah. Kenapa?]
"Asiah mau pulang ke rumah ... Kakak kapan pulangnya?" tanya Asiah sambil terisak.
[Sebentar lagi Kakak pulang! Asiah mau tunggu Kakak di rumah atau Kakak jemput ke sekolah?]
"Asiah mau tunggu Kakak di rumah," jawab Asiah.
[Ya, sudah. Tunggu Kakak lima belas menit, ya!]
"Iya, Kak. Asiah akan tunggu lima belas menit."
Setelah mengucapkan salam, Asiah menyerahkan ponsel itu kepada Ayahnya. Kini dia sudah tidak menangis lagi.
"Ayah, ayo pulang! Kata Kak Zulaikha tunggu lima belas menit," ucap Asiah sambil melihat Ayahnya dengan tatapan memohon.
"Bu Guru, Asiah izin pulang, ya. Maaf sudah merepotkan," kata Yusuf kepada kedua guru yang masih berdiri di sana.
"Tidak apa-apa, Pak Yusuf. Maaf atas kelalaian kami," balas salah satu gurunya Asiah.
"Nanya juga anak-anak, Bu. Ada masanya berteman, bertengkar lalu baikan lagi. Kadang hal yang biasa saja bisa membuat mereka marahan," lanjut Sarah yang sejak tadi merasa kasihan sama Asiah.
***
Yusuf menemani Asiah makan sambil menunggu Zulaikha. Sarah juga ikut makan bersama di apartemen Yusuf.
"Sayang, dadanya masih sakit?" tanya Yusuf khawatir. Asiah diam seperti sedang memikirkan sesuatu.
"Ayah, apa Asiah sudah menjadi anak nakal?" Asiah balik bertanya.
"Tidak, Sayang. Asiah adalah anak Ayah yang sholehah. Kenapa" Yusuf menarik Asiah dan mendudukkannya di pangkuan.
"Kata Adam anak yang tidak punya Ibu itu akan menjadi anak nakal." Asiah kembali berbicara dengan derai tangis.
"Allah 'kan tidak suka sama anak nakal, Yah. Hanya doa anak sholeh yang akan di dengarkan dan dikabulkan oleh Allah. Kalau Asiah jadi anak nakal ... nggak akan bisa mendoakan Bunda." Asiah bicara dengan tergugu sambil memegang dadanya.
"Nanti kasihan Bunda, Yah. Karena tidak ada yang mendoakannya. Ini sakit ... Ayah," ujar Asiah masih sambil menangis dan menunjuk dadanya.
Yusuf yang mendengar perkataan Asiah ikut merasa sedih. Air matanya tanpa di sadari sudah jatuh membasahi pipinya.
"Sayang, kamu itu anak baik. Bunda di sana juga pasti senang karena Asiah selalu mendoakannya setiap hari. Asiah setiap habis sholat selalu mendoakan Ayah dan Bunda 'kan?"
Asiah mengangguk. Yusuf mencium kening putrinya. "Berarti Asiah anak sholeh karena selalu mendoakan orang tuanya. Asiah juga anak yang baik karena tidak suka bertengkar dengan teman yang lain," lanjut Yusuf.
"Tapi, tadi Asiah sudah bertengkar dengan Adam. Asiah ... jadi anak nakal," kata Asiah masih terisak.
"Tidak. Asiah membela teman yang terdholimi karena mainannya sudah di rusak. Asiah anak yang baik mau mengingatkan orang lain yang salah untuk meminta maaf," balas Yusuf.
"Jadi, Asiah bukan anak nakal 'kan, Yah?" tanya Asiah.
"Asiah itu anak yang baik. Anak kesayangan Ayah dan Bunda," jawab Yusuf sambil tersenyum.
"Asiah sayang sama Ayah dan Bunda." Asiah memeluk erat Yusuf.
"Ayah dan Bunda juga sayang sama Asiah." Yusuf membalas pelukan putri semata wayangnya.
Terdengar suara bel pintu. Yusuf pun membukakan dan ternyata Zulaikha datang dengan napas yang tersengal-sengal.
"Assalammualaikum. Aduh, Om ... capek. Aku lari naik tangga," ucap Zulaikha begitu masuk ke dalam apartemen Yusuf.
"Wa'alaikumsalam. Kenapa tidak naik lift?" tanya Yusuf kemudian memberikan satu gelas air putih pada anak gadis tetangganya itu. Bisa dibayangkan berlari menaiki anak tangga menuju lantai tujuh.
"Lift mengalami gangguan. Makanya aku lari naik tangga darurat saja." Zulaikha menyimpan gelas yang sudah tandas isinya.
"Kakak!" Asiah menghambur memeluk Zulaikha.
"Asiah kenapa menangis? Cerita sama Kakak!" Zulaikha menuntun Asiah menuju sofa.
Asiah pun menceritakan kronologi saat bertengkar sampai berkelahi dengan Adam. Yusuf juga mendengarkan baik-baik cerita versi lengkap kejadian tadi.
"Jadi, Adam mendorong kamu lalu dibalas dorong lagi?" Zulaikha mengacungkan jempol pada Asiah.
"Kan kata Kakak kalau ada yang jahat sama kita, balas dengan hal yang sama. Jadi, Asiah balas dorong lagi. Adam pukul Asiah ... Asiah balas pukul juga."
Yusuf membelalakkan matanya. Dia tidak percaya kalau putri kecilnya menjadi bar-bar seperti itu karena omongan Zulaikha. Sekarang dia tahu kenapa Adam yang badannya jauh lebih besar dari Asiah juga menangis tadi.
"Ya Allah, kenapa Asiah malah mendengarkan omongan Zulaikha?" gumam Yusuf kemudian beristighfar.
"Bagus Asiah! Tante Sarah dukung kamu! Sesekali Adam juga harus dibalas agar dia nanti tidak berbuat seperti itu lagi sama orang lain," ucap Sarah ikut-ikutan mendukung.
Yusuf semakin sakit kepala mendengar orang-orang malah mendukung tindakan kasar Asiah. Walau itu sebagai tindak pembelaan dirinya.
"Sayang, dengarkan Ayah. Kejahatan tidak selalu harus di balas kejahatan lagi. Jika, teman Asiah ada yang nakal, kamu beritahu kalau yang sudah dia lakukan itu salah, nasehati teman kamu agar jangan melakukan hal buruk. Kamu jangan balas kekerasan dengan kekerasan lagi, ya Sayang. Selagi bisa dibalas oleh ucapan jangan balas dengan perbuatan yang serupa." Jelas Yusuf. Dia tidak mau anaknya jadi seorang pembalas dendam.
Asiah mendengarkan nasehat Ayahnya dengan baik. Kemudian dia mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai tanda mengerti.
"Ini juga berlaku untuk kamu, Zulaikha!" Yusuf melihat ke arah gadis berseragam sekolah putih abu-abu.
"Iya, Om." Zulaikha membalas dengan lirih dan menundukkan kepalanya.
"Ya, sudah Ayah berangkat kerja lagi. Asiah di rumah sama Kak Zulaikha, ya!" Yusuf mencium pipi Asiah sebelum beranjak dari sofa.
"Om nggak cium pipi aku juga!" goda Zulaikha pada Yusuf sambil menunjuk pipi dengan jari telunjuknya.
Yusuf membelalakkan matanya dan menatap tajam ke arah Zulaikha. Si gadis malah tersenyum geli karena senang bisa membuat Om duda merasa jengkel karena ulahnya. Suatu hal yang kini menjadi agenda Zulaikha dalam mencari perhatian dari orang yang disukainya.
"Kalau kamu mau makan, tadi masih ada nasi dan lauknya di dalam kulkas. Tinggal kamu panaskan kalau mau makan," kata Yusuf sebelum pergi.
***
Bagaimana kisah selanjutnya. Tunggu kelanjutannya ya! Jangan lupa untuk selalu klik like, komentar, favorit, hadiah dan Vote-nya juga ya. Dukung aku terus. Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 338 Episodes
Comments
لا تفوت أي رجل
🤣🤣🤣
2024-07-11
1
zenara
😅😅😅 kirain om yusup usia nya di atas 30 lebih, karna di panggil om tau nya ga tua tua banget, berarti nikah muda dia dlu
2023-01-28
1
Lina Maulina Bintang Libra
dih gaje di Zulaikha
2022-12-07
1