Selamat membaca ...
...****************...
Hingga pada akhirnya, Erika tampak murung dalam waktu beberapa hari. Saat Deva hendak menemui wanita ceria itu, langkahnya terhenti seketika, tulang-tulang dalam tubuhnya seolah rontok entah kemana. Lututnya lemas, wajahnya memerah, matanya mulai panas, sampai lelehan bening meluncur bebas membanjiri pipinya.
Deva menemukan adiknya bunuh diri dengan menyayat nadi di pergelangan tangannya. Setelah membereskan pemakaman Erika, Deva melihat buku Diary milik adiknya tersebut. Di sana terdapat tulisan ‘Demi Davina Emery’.
Sejak saat itu, Deva mengira bahwa Davina lah yang menjadi penyebab utama atas kematian adiknya, Erika.
“Galen, cepat ledakan rumah itu,” ucap Deva bernada perintah, ia mengucapkan dengan dingin.
Sedangkan Davina yang mendengar hal itu, menggeleng dan teriak histeris, wanita itu sangat ingin mencegah pria yang menjadi asisten Deva, agar tidak menekan remot kontrol untuk meledakan bom, yang ada di dalam rumahnya.
“Jangan! Tidak! Aku mohon jangan lakukan itu!” teriak Davina yang ingin merampas remot tersebut, tapi sayangnya, Deva sudah lebih dulu menahan tubuhnya agar diam dan tetap menyaksikan kehancuran rumah beserta isinya.
Dduaaarrr! Dduaaarrr!
Dua bom meledak di dalam rumah mewah dan megah tersebut. Menghancurkan setiap bangunan yang besar dan kokoh. Deva yang melihat hal itu langsung tersenyum penuh kemenangan.
“Aarrrggh! Tidak! Kau iblis! Kau biad dab!” teriak Davina histeris saat melihat rumah yang ia tempati bersama orang-orang yang ia cintai, kini sudah hancur berkeping-keping, bahkan sudah menjadi debu.
Rumah tempat ia dibesarkan dengan penuh kasih dan sayang, dan dengan cinta di dalamnya. Kini sudah sirna ditelan api.
Hahaha!
Deva tertawa bagai iblis, ia sangat bahagia melihat wanita yang ia yakini sebagai penyebab adiknya bunuh diri, akhirnya ikut merasakan sakit yang ia dan Erika alami.
“Kerja bagus, Gal. Sekarang mari kita pulang,” ucap Deva tanpa merasa bersalah sedikitpun.
“Baik Bos,” ucap Galen menyetujui dan segera menancapkan gas mobilnya, membelah jalanan kota yang lumayan sepi saat di malam hari.
“Apa yang kau lakukan, cepat lepaskan aku! Aku mau dibawa kemana, cepat lepaskan aku!” bentak Davina yang tidak tahu mau dibawa kemana.
“Melepaskan mu. Apa kau mau aku lepaskan?” tanya Deva yang langsung dijawab sebuah anggukan memelas oleh Davina. Melihat hal itu, Deva kembali tertawa, seolah Davina adalah sebuah lelucon dalam permainan yang ia rencanakan sendiri.
“Cih! jangan mimpi. Terlalu mudah bagi hidupmu jika aku melepaskan mu begitu saja. Aku ingin kau menemani dan merasakan rasa sakit seperti yang aku rasakan, saat kehilangan orang yang sangat berharga dalam hidupmu. Aku ingin kau menderita hidup dengan diriku,” ucap Deva dingin dengan tatapan tajamnya ke arah Davina.
“Kalau begitu bunuh saja aku, aku mohon bunuh saja aku!” bentak Davina yang sudah tidak tahan dengan pria iblis di hadapannya.
“Baiklah, aku akan memenuhi keinginanmu. Aku akan membuatmu mati secara perlahan di tanganku. Aku sudah mengatakannya padamu, kau akan mati setelah aku puas,” ucap Deva dengan membisikkan hal itu tepat di telinga Davina.
“Kau memang iblis, Dev. Kau bukan manusia, kau iblis!” bentak Davina terisak. Ia sudah tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Ia berpikir mati saat ini adalah jalan terbaik baginya, ia juga tidak akan sanggup jika terus hidup bersama pria iblis seperti Deva.
“Kau sedang memujiku,” ucap Deva sambil tersenyum smirk. Ia merasa sangat bahagia saat melihat air mata Davina, apalagi saat melihat wanita itu benar-benar terpuruk dan tersiksa.
“Galen, besok urus surat pernikahan kami, setelah selesai bawa ke Mansion ku,” ucap Deva memberi perintah pada sang asisten, Galen. Davina yang mendengar perintah Deva pada asistennya, langsung mendongak dan menatap Deva dengan rasa tak percaya. Ia tidak ingin terikat lebih dengan pria yang tak punya hati seperti Deva.
“Baik bos,” seperti biasa. Pria itu selalu patuh tanpa terkecuali.
“Apa maksudmu? Pernikahan siapa yang kau maksud?” tanya Davina yang berharap jika itu hanya prasangka buruknya saja.
“Tentu saja pernikahan kita. Bukankah ini jauh lebih baik, daripada kau tinggal di tempatku tanpa status?” tanya Deva dengan menampilkan senyum penuh kemenangan. Namun, Davina malah menggelengkan kepalanya tak percaya, dengan apa yang di ucapkan oleh pria yang ada di sampingnya tersebut.
“Tidak Dev, aku mohon. Tolong jangan nikahi aku, bukankah aku akan tetap mati di tanganmu. Apa kau mau menjadi duda saat aku mati. Aku mohon jangan nikahi aku,” pinta Davina terisak, bahkan suaranya sudah serak, matanya bengkak dan memerah, tubuhnya sudah dipenuhi memar dan tanda kepemilikan.
Davina sudah tidak tahu lagi, harus bagaimana saat memohon pada pria itu. Ia merasa lelah, tubuhnya juga sudah sangat lemas, apalagi dari tadi ia hanya menangis dan lelah setelah di paksa melayani Deva dengan sangat kasar.
“Apa kau merasa khawatir dengan statusku setelah kau mati? Heh! Kau terlalu naif,” ucap Deva dengan senyum mengejek.
Davina yang mendengar hal itu hanya bisa menangis tersedu-sedu. Berharap semua ini hanya sebuah mimpi buruk baginya, dan segera berlalu. Entah dengan cara apa lagi Davina bisa memohon, agar pria itu tidak menikahi dirinya.
Malam ini Deva merasa sedikit tenang, karena satu persatu targetnya sudah ia atasi. Setelah ini, ia berpikir hanya akan ada sedikit masalah, karena sudah menghabisi keluarga Emery.
Deva Ghazanvar, seorang pria dewasa berusia 30 tahun. Seorang Mafia berdarah dingin. Dengan parasnya yang tampan, mampu menipu siapa saja yang melihatnya. Pria berdarah dingin ini harus membalaskan dendam atas kematian sang adik, pada putri keluarga Emery. Ia bahkan membunuh seluruh keluarga wanita ceria itu hingga tanpa sisa, kecuali putri Emery, Davina Emery.
Davina Emery, seorang wanita cantik berusia 25 tahun. Parasnya yang cantik, dan wanita yang cerdas, merupakan seorang dokter spesialis ahli bedah.
......................
Tanpa terasa, kini mobil mewah milik Deva sudah sampai di sebuah bangunan megah dan mewah. Davina yang tersadar jika dirinya sudah sampai di suatu tempat, langsung melihat sekilas bangunan megah tersebut.
“Kita ada di mana?” tanya Davina penasaran, sambil melihat Deva dengan tatapan menuntut jawaban.
“Turun,” titah Deva dingin, tanpa melirik ke arah Davina sedikit pun. Davina yang mendengar jawaban Deva, langsung memegangi lengan Deva agar tidak di keluarkan dari dalam mobil tersebut.
“Jangan turunkan aku di sana, aku takut. Aku tidak tahu tempat apa itu. Apa kau mau menjual ku pada seorang mucikari?” tanya Davina tanpa henti sambil terisak. Wanita tampak ketakutan.
“Itu Mansion ku. Jika aku mau menjual mu, maka akulah mucikari itu. Sekarang cepat turun,” titah Deva datar. Pria itu seolah enggan melihat wanita yang duduk di sampingnya tersebut.
...****************...
Terima kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Siti Aminah
keren thor..bikin greget bacanya
2024-12-08
0
NAY
selalu keren
2022-10-30
0
Nurma sari Sari
membunuh tanpa menyelidiki kebenarannya, kadang apa yg kita lihat tdk seperti itu kebenarannya
2022-09-29
1