Derita Wanita Desa Penuh Dengan Luka
Tina adalah anak dari Pak Budi dan bu Lasma. Dia memiliki kakak bernama Vivi dan juga memiliki dua adik-adiknya yang masih kecil. Tina dan keluarga tinggal disebuah desa yg sangat pelosok masih jauh sekali dari Kota, tidak bisa dilalui oleh kendaraan roda dua maupun roda empat menuju rumahnya.
Didesanya hanya ada sekolah SD, itupun harus menempuh jalan kaki sekitar 20 menit dari rumah. Sementara untuk sekolah SMP dan SMA tidak bisa ditempuh dengan jalan kaki, dikarena menghabiskan waktu kurang lebih tiga jam.
Untuk itulah, jika anak-anak desa itu sudah lulus dari sekolah dasar mau melanjut SMP atau SMA harus ngekost dikecamatan desa mereka. Di desa terpencil itu, keluarga Tina jg sangat jauh dari kata mewah malah selalu kekurangan dalam bidang ekonomi.
Karena itu, mereka tinggal dipersawahan disebuah gubuk yg sangat sederhana yg jauh dari kata layak. walaupun Tina dan Vivi anak desa, tetapi mereka memiliki paras wajah yg ayu dan manis.Tina juga memiliki mimpi yg tinggi menjadi wanita sukses dan bergelar Sarjana. Wanita itupun ingin sekali membahagiakan kedua orang tuanya, terlebih ingin mengangkat derajat keluarganya yang sering dihina dari berbagai kalangan.
Tina baru saja lulus dari sekolah menengah pertama, dengan hati gembira Tinapun pulang dari kost ke desanya. Karena jauhnya perjalanan mereka tempuh, Tina dan teman-teman sampe ke rumahnya masing-masing setelah sore hari. Tina dan keluarga pun berkumpul dirumah dengan bahagia.
"Tina berhubung kamu libur dan kakakmu Vivi juga ada disini, besok pagi kita cepat kesawah untuk manen padi yang sudah menguning", ucap bu Lasma sembari menyajikan makan malam.
"Baikla bu", Tina menjawab dengan singkat sembari memainkan selulernya.
Dipagi harinya ibu Lasma, Tina dan kakaknya Viivi bangun lebih awal untuk beres-beres dan mempersiapkan sarapan pagi. Merekapun makan ala kadarnya, nasi merah dengan lauk tempe campur ikan teri dan sayur daun singkong. Selesai makan, Pak Budi ayahnya Tina memanggil Tina.
"Tina anak gadis ayah, kamu kan sudah lulus SMP, ayah sangat bangga padamu nak. Nilai rapotmu semua bagus dan Kamu jg selama 3 tahun ngekost sudah bisa mandir!" ujar pak Budi sembari mengelus-elus kepala Tina penuh kasih sayang.
Ya ayah, Tina tau diri kok siapa Tina ini, ayah.
"Ya Tina, itu yg membuat ayah bahagia dan bangga pada anak-anak ayah, mau menerima ajaran orang tua dan didikan orang tuanya!" ujar pak Budi .
Huuufff
pak Budipun sesekali menarik nafas nya perlahan sembari menatap ke langit langit atap rumah nya. Berat rasanya menyampaikan ke Tina, dirinya harus berhenti sekolah ke jenjang berikutnya.
"Saya yakin, Tina pasti sangat kecewa dan sedih. Tetapi apalah dayaku, selain hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur ini. Jika saya tidak penyakitan begini, mungkin anak-anak akan bisa saya tanggung jawabi, hingga bisa menempuh sekolah kependidikan kejenjang lebih tinggi", gumam pak Budi dengan mata berkaca-kaca.
Tina, ayah ingin mengutarakan sesuatu padamu. Ayah tau ini pasti membuatmu terluka, akan tetapi mau tidak mau, ini harus tetap ayah utarakan padamu nak!
Baiklah ayah, katakan apa yang ingin ayah katakan? tanya Tina sembari mengerutkan dahinya dengan rasa cemas.
Begini nak, sebelum ayah mengakatakanya kepadamu,
terlebih dahulu ayah memohon maaf sedalam-dalamnya. Berjanjilah pada ayah, kamu bisa ikhlas dan menerima semuanya, apapun itu.
Ya ayah, Tina berjanji. Apapun masalahnya, bahkan ayah dan ibu ada berbuat salah sekalipun, Tina selalu akan memaafkan ayah dan ibu kok. Tina sangat menyayangi ayah dan ibu sampai akhir hayat Tina, seperti ayah dan ibu menyayangiku.
Ooohhhh
benarkah begitu putri kesayanganku? tanya bu Lasma sembari meluk erat tubuh Tina.
Benarlah bu, bagi saya kebahagiaan orang tua yang paling utama. Baiklah katakan ayah ada hal apa yang ingin dibicarakan terhadapku?
Begini Tina, kamu kan tahu sendiri ayahmu selalu sakit-sakitan, tidak bisa kerja keras banting tulang. Terkadang ayah kasihan sekali melihat ibumu, kelelahan setiap harinya. Berjuang sendiri untuk memenuhi kebutuhan kita semua, belum lagi adikmu masih kecil. Maksud ayah disitu, belajarlah nak dari pengalaman Vivi, kakakmu itu terpaksa putus sekolah karena keadaan ekonomi kita tidak mampu. Semua sia-sia begitu saja, padahal kakakmu Vivi sudah kelas dua SMA pada saat itu.
"Terus maksudnya, apa ayah?
apakah Tina juga mengalami hal yang sama, harus berhenti sekolah juga?"
tanya Tina dengan seketika wajahnya memerah sembari mengerutkan dahinya.
Dirinya berharap tidak ada lagi yg namanya putus sekolah, juga hanya memiliki pendidikan rendah. Dirinya berharap kelak harus memiliki pendidikan tinggi hingga ke sarjana. Kemudian Tina kembali memastikan tujuan perkataan ayahnya.
Ayah, apa itu artinya Tina harus berhenti sekolah juga? itu artinya Tina hanya memiliki pendidikan di SMP saja donk.
"Tina, anak ayah! kaamuu haaaruus berrhentii melangkahh sampaiii di-i-isi-ni dulu, pergilah nak melangkah kerantau orang untuk mengubah nasibmu!" Bekerjalah tanpa gengsi selagi halal, agar bisa terbantu sedikit perekonomi kita", Ucap pak Budi dengan nada suara gemetar dan terbata-bata sembari meneteskan air matanya.
Ayah, katakanlah sekali lagi!
apa memang Tina benar-benar berhenti disini saja? saya ingin masih mau melanjut kesekolah menengah, ayah!
Ya, be-eenaarr Tina. Maaf kan lah ayahmu yang tidak berguna ini, semua ini salah ayah hanya bisa sakit dan terbaring lemah. Tidak terpikirkan lagi seperti apa ibumu mencari uang masuk sekolah, uang kos mu, beserta uang belanjamu, sementara dirumah ini saja kita terancam makan.
"Ayah tau, kamu pasti sedih dan kecewa. Ayah, benar-benar sudah mengubur mimpimu nak, ayah juga sudah membuat kalian susah. Hati ayah seperti tersayat sembelih pisau, melihat airmatamu tumpah karena kecewa", imbuh pak Budi menangis sembari menggemgam erat tangan Tina.
"Tidak, tidak ayah, jangan berkata begitu. Tina tidak apa-apa kok, ayah. Ayah itu sangat berharga bagi kami, dan kami tidak pernah merasa disusahkan oleh ayah. Baiklah ayah Tina berusaha ikhlas, tetapi ayah juga harus pulih ya, tidak boleh nangis lagi!" ujar Tina menangis sembari mencium tangan ayahnya.
"Terimakasih Tina, kamu sudah mengerti maksud dan tujuan ayah, sekalipun itu melukai perasaanmu", ucap pak Budi sembari menggemgam erat tangan Tina.
Ketika ibu dan Vivi fokus sibuk memanen padi disawah di dekat gubuk mereka, Tinapun fokus untuk merawat ayahnya dengan teliti. Setelah tidak terlihat oleh ayahnya , Tinapun berlari menuju perladangan kosong yang dikelilingi gunung indah. Tina menangis histeris dan menjerit di tepi gunung itu, berlutut sembari membungkukkan tubuhnya .
Aaaaaaah ! tidaaaak,
saya benar-benar tidak rela harus berhenti dititik ini.
Kenapa saya? kenapa harus saya berada dititik terendah ini? saya memiliki mimpi yang harus kuwujudkan.Tuhan! lihatlah diriku sungguh sakit rasanya, mimpiku harus terkubur. Saya benar-benar tidak sanggup menerima semua ini, sungguh tidak sanggup.
Tuhan tau! Tina memiliki cita-cita yang tinggi, ingin menjadi wanita desa berpendidikan dan sukses.
Apakah saya tidak layak bermimpi?
"Hey!" dengar siapapun ada disana, bahkan pengisi gunung sekalipun, bisakah kalian mendengar seruanku ini? keluarlah berikan saya solusi. Saya tidak terima keluargaku terkucilkan dan bahan hinaan berbagai kalangan, untuk itu saya ingin sekali mengangkat derajat keluargaku.
"Mengapa seolah takdir baik menolakku? Tidak bisakah saya merasakan sedikit saja keadilan ? dan tidak bisakah saya merasakan sedikit kebahagiaan ?
Dunia ternyata kejam, dunia terasa tidak adil!" seru Tina menangis hingga sesunggukan.
Sungguh miris melihat wanita desa itu, ibarat kehilangan akal sehatnya, sehingga berseru dan menjerit ditepi gunung memuaskan kekecewaan dan kesedihanya. Dirinya merasa tidak berarti lagi untuk hidup, jelas tergambar dibenaknya frustasi yang sangat berat.
Tiba-tiba Tina dikagetkan dengan sentuhan tangan dipundaknya, dirinya langsung menoleh ke belakang . Alangkah begitu kagetnya Tina, melihat dua wanita berdiri memandanginya dengan wajah sedih.
Ibu, kak Vivi, kok ada disini ? bukankah dari tadi kalian sibuk disawah,
untuk manen padi?
"Benar, sedangkan Kamu sendiri ngapain
ada disini ? bukankah kamu tadi sedang menemani ayahmu dirumah?
Saaayaaa, didisini untuk bermain !" sahut Tina dengan suara gemetaran dan terbata-bata.
Bermain dengan siapa? kamu bermain-main dengan Tuhan dan pengisi gunung ini? Tina kamu boleh manggil Tuhan, tetapi jangan mengujinya, itu dosa nak! Kamu juga tidak boleh memanggil pengisi gunung ini, apa kamu tidak takut itu sangatlah membahayakanmu?
Ibu melihatmu menangis sambil berlari disaat ibu mengantar padi ke gubuk. Kami sepakat mengikuti langkahmu dari belakang. Sungguh ibu tidak menyangka ternyata kamu seluka ini Tina!
ibu benar-benar tidak kuasa mendengar tangisan dan seruanmu.
Ibu bisa apa Tina ? sudah kuperjuangkan semua tanpa kenal lelah. Ibu benar-benar terluka dan tertekan, saat anak-anak ibu tidak bisa melanjutkan pendidikanya. Saat ini saya sadar, bahwasanya saya benar-benar gagal sebagai orang tua.
Jadi, jangan pernah kamu mengutuk dirimu Tina! Tetapi kutuk sajalah ibu ini, yang tak mampu menggapai mimpimu. Kamu benar Tina, dunia sungguh tidak adil dan berpihak terhadap kita, sehingga kamu tidak pernah merasakan sedikitpun rasa kebahagiaan.
" Biarlahpengisi gunung yang barusan kamu sebut, hadir mengutuk ibumu yang tidak mampu dan tidak berguna ini!" ujar bu Lasma menangis dengan tersungkur di tanah.
Tidak, tidak ibu, Tina tidak bermaksud begitu, Tina hanya merasa frustasi saja dengan keadaan. Tina melihat perjuangan hebat ibu dan merasakan begitu besar kasih sayang ibu dan ayah.
"Jadi, saya bermohon ibu jangan berkata begitu! saya hanya meratapi nasib kita saja ibu", ujar Tina menyahut ibunya sembari memeluk tubuh ibunya yang terlihat lemas.
Ibu! apa yang Tina katakan ada benarnya juga. Bukanya kita sebagai anak kurang bersyukur, tetapi kita ingin maju dari keadaan, saya mengerti maksud Tina.
" Dirinya sangatlah terobsesi menjadi wanita desa sukses, itu sudah dicita-citakanya disaat usianya masih 9 tahun. wajarlah bu Tina merasa hancur dan kecewa karena mimpinya terkubur. Begini saja, biarkan Tina tetap sekolah dan saya akan berangkat ke Jakarta menemui temanku Angel. Saya akan dibantu disana mencari kerja, untuk bisa menghasilkan uang demi membantu ayah dan ibu!" ujar Vivi sembari menghampiri ibu dan adiknya.
Tetapi Vivi, kamu sendiri terhenti dari sekolahmu, bagaimana bisa ibu menerima dirimu berjuang untuk adik-adikmu? sungguh ibu ini tidak tega nak.
Tidak apa-apa kok bu, Vivi ikhlas melakukanya, demi kebahagiaan keluarga kita dan demi meneruskan impian adikku, Tina.
Benar tidak apa-apa Vi? ibu tidak tega melihatmu banting tulang demi membantu perekonomian kita.
"Ibu, tidak usah mengawatirkan perasaanku, saya paham betul keadaan kita. Dengan ikhlas saya akan berjuang menanggung jawabi sekolah dan pendidikan adik-adikku!" imbuh Vivi
dengan mata berkaca-kaca sembari memeluk erat ibu dan Tina.
Tetapi Vi, ibu tidak ada menyimpan uang untuk pemula mendaftarkan Tina dan membeli perlengkapan sekolahnya . Belum lagi nanti pusing mikirkan uang kost dan uang belanjanya.
Gini aja bu, kita pulang saja dulu kerumah, masalah biaya pemula untuk Tina, biar kita diskusikan pada ayah! barang kali ayah ada ide dan memberi
saran terbaik untuk kita.
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
ArgaNov
Bagus Kak, ceritanya. Kalau boleh, singgah juga ke karyaku ya Kak. Babnya udah banyak, jadi aku baca punya Kakak nyicil ya☺️
2022-11-02
0
Rey Nababan
pagi dinda
2022-10-19
1
Erita Haloho
ngeri kulihat app ku ini
2022-09-02
1