Tuan Hisyam panik begitu melihat istrinya sedang melumuri sesuatu ke sekujur tubuh Arya.
“Kenapa Arya, Ma?” tanya Tuan Hisyam dengan panik sambil berlari menuju ke dekat cucunya itu.
“Badan Arya panas banget, Pa. Mama sedang mencoba untuk menurunkan panasnya. Kalau tak kunjung turun, kita harus segera membawa Arya ke rumah sakit,” jawab Nyonya Tiara sambil terus melumuri sekujur tubuh Arya dengan minyak kayu putih dicampur dengan irisan bawang merah.
“Ya Tuhan, kasihan sekali kamu, Nak!” sahut Tuan Hisyam sambil kemudian mencoba menyentuh kening Arya dan ia bereaksi serupa dengan Juminah dan Nyonya Tiara.
“Astagfirullah! Panas sekali badannya, Ma! Sebaiknya anak ini langsung dibawa ke rumah sakit saja sebelum terlambat. Papa mau menyuruh sopir untuk mempersiapkan mobil!” ucap Tuan Hisyam dengan ekspresi tegang.
“Apa tidak sebaiknya meminta dikirim ambulans saja biar lebih leluasa membawa anak ini?” tanya Nyonya Tiara sambil melumuri minyak kayu putih.
“Kalau nunggu ambulans datang, lama, Ma. Lebih cepat lebih baik!” sahut Tuan Hisyam.
“Baiklah,Pa! Biar nanti saya yang memangkunya,” sahut Nyonya Tiara.
“Biar saya yang memanggil sopir, Tuan … Nyonya … Ini sirup paracetamolnya!” sela Juminah.
“Buruan, Jum! Oh ya, bangunkan juga Siska! Anaknya panas begini malah nggak bangun!” omel Nyonya Tiara.
“Iya, Nyonya!” sahut Juminah sambil berlalu pergi meninggalkan kamar Arya dengan perasaan cemas.
Bagi Juminah, merawat Arya bukan semata tuntutan pekerjaan, tapi sudah seperti menganggap anak itu seperti anak sendiri. Iya sangat menyayangi anak itu.
“Eeeeeeee …,” tiba-tiba Arya menggigil sambil menggeliat. Ada upaya anak itu untuk membuka matanya, tapi ia seperti menahan sakit.
“Arya, kamu sudah bangun, Nak? Kamu yang sabar ya, Nak! Nenek dan kakek sedang berusaha untuk menurunkan panas badanmu. Ayo, Nak, bangun dulu! Arya minum sirupnya biar langsung dingin badannya!” ucap Nyonya Tiara yang ditujukan kepada Arya.
“Aaaanas, Nek … Atit, Kek!” sahut Arya dengan mata terpejam.
Tuan Hisyam dan Nyonya Tiara tambah tidak tega melihat kondisi Arya yang jauh dari biasanya itu.
“Ayo, buka mulutnya, Nak! Minum sirupnya dulu biar cepat turun panasnya!” ucap Nyonya Tiara sambil memasukkan ujung pipet berisi cairan sirup penurun panas itu ke dalam mulut mungil Arya.
“Ait ya, Nek?” tanya Arya.
“Tidak, Nak. Sirupnya manis rasanya. Rasa strawberry,” sahut Nyonya Tiara berusaha merayu anak itu.
Arya pun membuka mulutnya setelah mendapat penjelasan dari Nyonya Tiara. Nyonya Tiara tidak membuang-buang peluang itu, ia pun menekan bagian pangkal pipet sehingga sirup itu pun mengucur dari ujung pipet dan masuk ke mulut Arya. Arya sedikit memicingkan matanya mungkin karena kemanisan. Tapi, setelahnya ia mengecap sirup itu.
“Pinternya cucu Nenek. Pasi sebentar lagi panasnya turun, deh!” rayu Nyonya Tiara sambil mengelus-elus kepala Arya.
“Nek … Kek … papa ana? Aku atit asak papa nggak ada?” ujar Arya secara tiba-tiba di luar dugaan kedua pasangan suami istri kaya raya itu.
Tuan Hisyam dan Nyonya Tiara saling menoleh. Mereka bingung harus menjawab apa pada cucu mereka itu.
“Papa kan udah pamit kerja sama Arya. Jad, papa belum bisa pulang sekarang. Lagi pula masih ada kakek sama nenek yang akan menjaga Arya,” jawab Nyonya Tiara berusaha menenangkan hati cucunya yang sedang rindu dengan Arya.
“Api, Arya angen ama papa …,” jawab Arya dengan polosnya sambil menggigil.
Lagi-Lagi Tuan Hisyam dan Nyonya Tiara merasa sedih pada saat Arya menyebut nama mantan menantu mereka yang sebenarnya bukan ayah kandung Arya, tetapi memiliki ikatan batin yang kuat dengan cucu mereka itu. Nyonya Tiara tidak tega untuk membohongi lagi cucunya yang saat itu sedang sakit. Akhirnya, Tuan Hisyam pun mencoba mengambil peran itu.
“Arya, kamu harus sembuh dulu, ya! Nanti, kalau kamu sudah sembuh, biar kakek yang akan menjemput papa supaya ketemu sama Arya!” jawab Tuan Hisyam yang cukup membuat Nyonya Tiara sebagai istrinya merasa terkejut.
“Ener ya, Kek?” sahut Arya dengan tersenyum sambil menggigil, tapi kali ini sudah tidak seperti tadi cara menggigilnya.
“Iya, Nak. Kakek janji,” sahut Tuan Hisyam tidak bisa mengelak lagi.
Nyonya Tiara yang mendengar perkataan suaminya itu tentu saja gembira. Ia sendiri memang tidak membenci mantan menantunya itu. Ia pun berharap Damar masih membia hubungan yang baik dengan keluarga mereka.
“Tuan … mobilnya sudah disiapkan sama sopir. Saya barusan dari kamar Non Siska. Sepertinya Non Siska tidak ada di kamarnya, Tuan …,” ucap Juminah dengan suara terbata-bata.
“Apa? Ke mana saja anak itu semalaman? Anaknya sakit malah keluyuran! Awas nanti kalau sudah datang!” Tuan Hisyam marah sekali mendengar laporan bahwa Siska tidak ada di kamarnya.
“Tenang, Pa! Palingan Siska menginap di rumah temannya. Sekarang lebih baik kita fokus pada kesembuhan Arya saja!” sahut Nyonya Tiara berusaha menenangkan hati suaminya.
Tuan Hisyam pun menjadi sedikit reda emosinya setelah mendengar omongan istrinya. Akhirnya Juminah pun berani mendekati tempat tidur untuk memastikan kondisi Arya.
“Gimana keadaan Mas Arya, Nyah?” tanya Juminah.
Nyonya Tiara menoleh ke arah Arya. Kemudian ia pun menjawab.
“Sepertinya panasnya mulai turun, Jum. Itu anaknya sudah tidak menggigil seperti tadi. Kita lihat satu jam ke depan kalau terus turun, ya, kita rawat di rumah saja!” jawab Nyonya Tiara.
“Iya, Nyah. Semoga Mas Arya cepet sembuh. Kasihan sekali anak sekecil ini harus menderita sakit,” timpal Juminah.
“Iya, Jum. Terima kasih, ya,” jawab Nyonya Tiara.
“Nyah, saya pamit mau bantu Inem di belakang membuat sarapan, ya? Siapa tahu nanti Mas Arya mau makan,” ucap Juminah.
“Iya, Jum. Buatkan bubur ayam kesukaan anak itu, ya!” sahut Nyonya Tiara.
“Iya, Nyah!” jawab Juminah kemudian bergegas menuju dapur.
Nyonya Tiara ditemani oleh Tuan Hisyam menemani Arya yang sedang berbaring di atas kasur. Pikiran kedua orang itu saat itu hanya berpusat pada keadaan anak kecil itu. Mereka tidak ingin terjadi sesuatu yan buruk pada cucu mereka satu-satunya itu. Nyonya Tiara secara rutin mengecek suhu tubuh Arya sambil memantau efek sirup penurut panas dan minyak kayu putih pada perkembangan kondisi Arya. Pada awalnya Nyonya Tiara dan Tuan Hisyam sudah bisa tersenyum dengan menurunnya suhu tubuh Arya. Namun, ketika memasuki menit ke tiga puluh, suhu tubuh Arya naik kembali dan cucu mereka satu-satunya itu pun kembali menggigil. Hal itu membuat kakek dan nenek Arya itu pun kembali panik.
“Pa, ayo, kita bawa Arya ke rumah sakit!” ajak Nyonya Tiara.
“Iya, Ma!” sahut Tuan Hisyam.
“Jum, ayo kita ke rumah sakit! Siapkan susu dan baju-baju Arya!” teriak Nyonya Tiara pada baby sitter Arya.
“Iya, Nyah!” jawab Juminah panik.
Nyonya Tiara pun buru-buru menggendong tubuh kecil Arya menuju ke depan rumah. Mobil mereka sudah bersiaga di depan rumah sejak tadi.
“Joko! Ayo, buruan berangkat ke rumah sakit!” teriak Tuan Hisyam begitu Arya dan istrinya beserta Juminah sudah masuk ke jok belakang mobil.
“Siap, Tuan!” jawab sopir pribadi keluarga mereka.
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Devi Prawita Lestari
kangen sama BPK nya
2023-02-01
0
V3
Arya sakit Krn rindu dg Damar
2023-01-22
0
Ayuk Vila Desi
apa Arya kena typus
2023-01-19
0