Kai berbaring di atas tempat tidur. Ia terlihat sangat lemah, wajahnya pucat. Tangannya menggenggam ponsel, sesekali ia mendesah kecewa. Detik berikutnya mencoba menghubungi Reinz. Namun semua usahanya sia sia, Reinz mengabaikannya.
"Bagaimana?" Tanya Jeni yang berdiri di samping ranjang menatap sedih wajah Kai.
Sementara Jimi hanya menggelengkan kepala. Ia mulai mengerti situasinya, Kai tidak dapat di pisahkan dengan Reinz. Jimi merasa kalau Reinz adalah hidup dan napasnya Kai.
"Aku tidak bisa membiarkan ini semua terjadi. Tapi aku juga tidak bisa mencegahnya." Gumam Jimi dalam hati.
"Kakak, apa yang harus aku lakukan?" Tanya Jeni menoleh ke arah Jimi.
Jimi menggelengkan kepalanya.
Jeni menghela napas panjang lalu duduk di tepi tempat tidur membujuk Kai.
"Kita ke rumah sakit, aku janji akan membawa Reinz ke hadapanmu."
"Ahh.." Kai merasakan dadanya sesak. "Benarkah?" Tanyanya menatap wajah Jeni.
Jeni menganggukkan kepalanya.
"Aku janji."
Kai menganggukkan kepalanya, akhirnya ia mau di bawa ke rumah sakit setelah di bujuk Jeni.
"Kakak, bantu aku." Jeni menoleh sekilas ke arah Jimi. Kemudian mereka berdua menapah tubuh Kai keluar dari kamar untuk di bawa ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Kai langsung mendapatkan perawatan. Sementara Jeni bergegas pergi menemui Reinz sesuai janjinya pada Kai.
Namun sayang, usaha Jeni tidaklah mudah. Reinz terus menghindarinya, tapi Jeni juga tidak mau menyerah.
"Teruslah menghindar!!!" Teriak Jeni lantang dengan nada marah.
Reinz berhenti melangkah, berdiri tegap tanpa melihat ke arah Jeni.
"Sampai kapan kau menghindar terus!!" Teriaknya lagi.
Reinz masih diam di tempatnya sibuk dengan prasangkanya.
"Bagaimana hancurnya aku saat melihat dia di miliki orang lain." Gumamnya.
"Baik! Kalau kau tidak mau bicara denganku tidak apa apa!!" Seru Jeni. "Aku hanya ingin memberitahumu kalau Kai berada di rumah sakit sekarang!!" Setelah itu ia balik badan dan melangkahkan kakinya.
Reinz balik badan lalu menghentikan langkah Jeni.
"Tunggu!!" Reinz berjalan menghampiri Jeni. Berdiri di hadapannya dengan kepala tertunduk.
Jeni diam menatap Reinz dan menunggunya. Namun sampai beberapa menit, Reinz hanya berdiri tanpa bicara sepatah katapun.
"Terserah kalau kau mau seperti ini terus. Aku lelah, aku mau kembali ke rumah sakit," ucap Jeni kesal lalu melangkahkan kakinya.
Reinz bereaksi, ia menarik tangan Jeni.
"Aku ikut."
Jeni mengangguk, lalu mereka berdua melangkah bersama. Sepanjang jalan, Reinz hanya diam begitu juga Jeni.
Sesampainya di rumah sakit.
Jeni meminta Reinz untuk menemui Kai di dalam ruangannya. Sementara Jimi dan Jeni hanya memperhatikan lewat kaca jendela ruangan.
"Kai menyayangi Reinz seperti adik. Begitu juga sebaliknya dengan Reinz. Tapi nyatanya apa yang kita pikirkan tidak sama seperti yang orang lain pikirkan." Jelas Jimi memperhatikan Reinz mengajak bicara Kai lalu menyuapi makanan yang sudah tersedia di atas meja.
"Kau benar kak, tapi kalau di biarkan ini akan menjadi semakin rumit." Timpal Jeni memperhatikan senyum bahagia di wajah Kai saat Reinz mengajaknya bercanda.
"Mengapa kai tidak sebahagia itu saat bersamaku?" Tanya Jeni, melirik ke arah Jimi.
Jimi menoleh ke arah Jeni dan menggelengkan kepalanya.
"Ada hal yang paling aku takutkan saat semua ini tidak dapat kita cegah."
"Apa?" Tanya Jeni.
"Kakek dan masa lalunya kak Juan." Kata Jimi.
"Kak Juan?" Jeni menautkan kedua alisnya menatap Jimi.
Jimi menggelengkan kepalanya.
"Lupakan."
Jimi balik badan, melangkahkan kakinya meninggalkan Jeni begitu saja. Jimi bermaksud menemui Arkanza setelah ia mengetahui kalau Reinz adalah adik sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Melati Kim@snackvideo
lanjuttttt
2022-04-10
1
Dian
memangnya kai sakit apa seh?
2022-04-10
1
sofie
up lagi kak
2022-04-01
0