Bab 19

Dari pada berpikir lebih jauh. Aku lebih baik membeli rokok terlebih dahulu.

Ada kios terdekat didekat hotel ini. Ku beli sebungkus rokok. Lalu kunyalakan. Kuhirup sesaat. Tapi aku langsung batuk karena tenggorokanku belum terbiasa. Saat ini, tiba tiba mobil hitam berhenti dipinggir jalan. Beberapa pria langsung keluar, menyeret seorang gadis sampai ke gang sepi. Aku berhenti dan memperhatikan mereka. Kami berada cukup dekat. Tapi Mereka tidak menyadari keberadaan ku.

"Mmmh......! Mmmh....!" Gadis yang mereka seret berusaha meronta. Namun dia tidak bisa melakukan apapun dan hanya pasrah.

Aku terdiam melihat mereka. Ah, jalan ini memang sepi, sempit, dan agak gelap. Tapi bukannya harus ada orang yang lalu lalu lalang? Ditambah lagi, gadis tadi... Memakai seragam SMA. Dia seorang pelajar.

Aku berjalan mengikuti mereka. Ada sebuah rumah kecil diantara dempetan apartemen besar ini. Gadis yang mereka tahan langsung dimasukan kedalam rumah.

Kepala gadis itu ditekan kemeja. Lalu beberapa pria itu langsung beraksi. Mulai membuka rok cewek itu. Mereka tampaknya sudah tidak sabar.

"Pang" Tiba tiba terdengar suara panci menggelinding. Padahal aku hanya membuka pintu, dan mengapa pancinya berada di lantai?

"Siapa?" Teriak mereka dengan marah karena mengganggu bahkan sebelum mereka mulai.

Aku bertatapan dengan mereka.

"Apa yang kalian lakukan?"

"Bukan urusanmu!" Salah satu dari mereka mengambil ceruit. Menyerang ke arahku dengan membabi buta.

"Pang" aku menunduk, dan ceruit miliknya tertancap didinding kayu. Lalu aku menghantam ulu hatinya, dengan begitu dia tersentak mundur. Kemudian setelah itu, ku hantam lagi perutnya dengan tendangan hingga dia terhempas ke meja.

Teman temannya tertegun. Lalu setelah itu masing masing dari mereka mengambil golok serta besi panjang dan langsung menyerangku rame rame.

"Buakh"

"Bum"

"Bang"

Aku menghajar mereka semua hingga tak ada diantara mereka yang bisa bangun.

Lalu aku berbalik melihat gadis yang malah duduk ketakutan dipojokan. Dia juga menatapku dengan takut karena aku mengalahkan mereka yang memiliki senjata tajam.  

Tapi aku juga tidak mengatakan apapun. Aku hanya sekadar lewat dan melihatnya kesusahan. Sekarang, tidak masalah bagiku untuk pergi dari tempat ini.

Saat aku berjalan pulang. Gadis itu mengikutiku dari belakang. Aku berhenti.

"Kenapa kau mengikutiku?" Tanyaku tidak senang. Apakah aku akan mengadopsi gadis ini setelah kutolong? Ini merepotkan. Dia sudah kubebaskan dari masalah tadi. Kenapa juga harus mengikuti ku. Kalau tau tau begini, aku tidak akan menolongnya.

Gadis itu tidak menjawab, dia malah menunduk disaat aku melihatnya.

Aku menghela napas. Memutuskan untuk tidak memperdulikannya lagi. Tapi dia malah mengikutiku lagi. Aku menarik napas kesal. Lalu berbalik padanya. Menatapnya dengan kesal.

"Apa kau ingin mengalami hal yang sama seperti tadi?"

Gadis itu menunduk dan sesekali melirikku.

"Apa kau juga akan menghajarku jika aku mengikutimu begini?" Tanyanya pelan.

Aku terdiam tak bisa mengatakan apapun.

"Aku hanya ingin mengikutimu, apakah tak bisa kak?"

"Heh! Aku ini pria asing. Kenapa kau begitu berani mengikuti pria asing?" Tanyaku lagi.

"Yah, daripada aku dihadang oleh mereka lagi." Gadis itu memasang wajah cemberut. Membuatku tertegun. Aku memegang dahiku sendiri sambil menghela napas. Lalu menatap gadis itu lagi. Sebenarnya dia terlihat begitu muda. Masih remaja. Umurnya sekitar 18 tahun.

"Bocah...." Ucapku.

Gadis itu menatapku dengan tajam. Dia maju ke arahku tanpa takut. Lalu menatap mataku terang terangan.

"Kak, kau juga masih muda. Kenapa memanggilku bocah?"

'Itu karena aku sudah berumur 40 tahun goblok!' Aku ingin  mengatakan seperti itu. Tapi aku menelannya kembali. Kenapa bisa ada bocah seperti ini. Bukannya berterima kasih, dia malah seperti ini.

"Pulanglah ke rumah orang tuamu." Ucapku. setelah itu aku meninggalkannya. Dia malah kembali mengikutiku. Berhenti disampingku dan menatapku dengan mata memelas.

"Aku juga ingin seperti itu. Tapi rumahku sangat jauh. Aku tidak punya ongkos. Kalau berjalan kaki, aku...."

Aku terhenti. Menatap gadis ini. Lalu melihat pakaiannya. Seragamnya juga sangat kotor. Pada akhirnya timbul rasa kasihan pada gadis ini.   

Aku menghela napas lagi. Gadis itu dengan senang hati mengikutiku sampai ke hotel.

Aku memilih merokok diluar ketika gadis itu sedang mandi. Cukup lama juga aku berdiri diluar. Beberapa batang berhasil kuhabiskan. Tiba tiba gadis itu keluar dengan wangi parfumku. Bahkan, dia juga memakai pakaianku. Celana pendek dan hodie merah? Aku menatapnya dengan heran. Apalagi, itu terlihat ada pakaian dalam.

"Kenapa kak? Aku hanya meminjamnya sebentar. Sebenarnya aku juga cukup kedinginan. Jadi, sepertinya pakaian kakak sangat cocok." Dia tersenyum manis. Tapi aku malah menggelengkan kepala. Menghisap rokokku yang juga sudah hampir habis. Lalu membuangnya.

"Dimana rumahmu. Aku akan mengantarmu." Ucapku tenang. Gadis itu menatapku sejenak lalu menggembungkan pipinya.

"Baiklah kalau begitu. Kalau kakak juga tidak ingin berlama lama denganku. Aku juga tidak akan menahannya."

Lalu gadis itu memberitahukan alamat rumahnya. Aku yang tidak tau malah menghentikan taksi. Dan kami pun pergi.

"Hotel Kristal."

Sontak aku langsung terkejut saat gadis ini mengatakan hotel kristal kepada supir. Mataku terbelalak lalu menatapnya. Gadis itu hanya tersenyum percaya diri. Sementara sang supir menatap kami berdua lewat kaca spion. Dia hanya menggelengkan kepala.

"Jaman sekarang. kenapa yah, banyak anak muda yang bermimpi datang ke tempat mewah."

Eh, kenapa si supir ini mengatakan hal seperti itu?

"Maksud bapak apa?" Tanyaku dengan kening berkerut. Sang supir menggelengkan kepala.

"Tidak, tidak ada. Jadi hotel kristal ya dek?"

"Um." Gadis itu mengangguk. Aku masih tidak mengerti. Mengapa gadis ini meminta pergi ke hotel kristal. Bukankah itu tempat untuk orang kaya? Bagaimana mungkin gadis seperti dia berani masuk kesana? Ah, mungkin ada orang yang menunggunya disana.

Aku hanya berusaha berpikir positif. Dan lebih memilih untuk memandangi pemandangan kota lewat jendela mobil. Ah, begitu indah. Kota Bandung sangat indah dengan lampu warna warni mereka di malah hari.

"Oh, yah Kak. Aku belum tahu siapa nama kakak."

Aku menjawab acuh tak acuh.

"Alfin."

"Dih, toxic banget sih." Gadis itu kembali cemberut.

"Kalau aku Lily." Tapi dia tetap tersenyum manis padaku lagi. Lalu, mobil pun berhenti didepan hotel megah yang penuh lampu terang mengkilap. Dari depan saja, banyak mobil yang terparkir didepan hotel ini. 

Lily dengan santainya keluar. Aku semakin heran dengan tingkah gadis ini. Dia dengan santainya menuju kepintu masuk.

Si supir membunyikan klakson. Aku membayar ongkos. Tapi mataku masih ke arah gadis itu. Namun, saat dia bertemu dengan dua penjaga didepan pintu. Kedua penjaga tersebut malah membungkuk hormat.

"Eh?" Apa yang kulihat ini. Ini bukan halusinasi kan?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!