Bab 8

Bang Abdul menyiapkan kursi agar Clara dapat duduk dengan nyaman. Kemudian pelayan pun datang. Pelayan tersebut hendak menuangkan minuman, namun bang Abdul langsung menggantikannya dan memilih untuk melayani Clara sendiri.

"Anda adalah tamu kami, silahkan diminum." Keduanya pun minum tanpa tahu kalau sebenarnya minuman itu telah tercampur sesuatu.

Tidak lama kemudian, Fano pun datang. Melihat mereka meminum minuman yang ia racik tadi, dia tersenyum licik.

"Heh, ternyata dia sudah datang. Hei, cepat berlutut dan meminta maaf pada nona Clara. Ukh..." Bang Abdul mulai merasakan efek dari minuman itu. Padahal baru segelas ia meminumnya. Sementara Clara baru seteguk namun dia juga mulai merasakannya.

"A-ada apa ini? Minuman ini?" Bang Abdul sendiri menyadari ada yang salah dengan minumannya.

Sementara Clara mulai merasakan tubuhnya memanas. Fano berlutut didepan Clara yang wajahnya memerah.

'manis sekali.' Fano menjilat bibirnya sendiri dengan penuh nafsu. Saat ini Clara sudah dalam pengaruh obat yang ia tuangkan. Hati Fano kegirangan. obatnya sangat manjur. Lalu keningnya berkerut saat melihat tangan bang Abdul mulai merayap memegangi Clara. Fano dengan sigap menghentikannya.

"Kakak, apa yang kau lakukan?"

"A-apa! Aku... Aku tidak tau. tapi, Clara, kau benar benar cantik." Air liu bang Abdul mulai menetes. Dia maju dan hendak menerkam Clara namun Fano langsung menendangnya.

"Kau kurang ajar kakak. Kau mengajariku untuk menghormati nona Clara, tapi kau malah melecehkannya." Ucap Fano dengan drama yang ia mainkan.

"Ka-kau.... Apa ini ulahmu? Kurang ajar kau Fano!"

Fano hanya tersenyum sinis. Lalu mengangkat Clara.

"Nona Clara mari ku bawa kau keluar dari sini." Ucapnya lembut.

"Tidak! Lepaskan aku, beraninya kau menyentuhku. Aku akan membunuhmu!" Clara berkata tegas, namun nadanya lemah. ia juga tidak bisa mengatakan apa apa. Pada akhirnya Fano mendominasinya dan membawanya pergi keluar.

"Kau tidak usah banyak bergerak. Aku akan membawamu."

Fano dengan pikiran licik membawa Clara kegudang. Sementara Clara dengan wajah memerah mulai meresah dengan panas.

"Tenang saja Clara, aku akan membawamu ke tempat yang tepat."

Clara tidak mengucapkan apapun karena dia mulai kehilangan akal.

Lalu di gudang sudah ada beberapa anak buah Fano. Mereka terkejut melihat Fano membawa Clara masuk ke gudang.

"Bos, kau..."

"Tenang saja, kalian akan kebagian."

Mereka yang awalnya takut, kemudian mulai menelan air liur setelah melihat tubuh Clara yang penuh keringat. Hati panas yang membawa mulai membakar di pikiran mereka

Baru saja Fano masuk. Terdengar langkah kaki. Aku yang melihat Fano membawa Clara mulai mengikutinya sampai akhirnya bertemu dengan anak buahnya didepan pintu.

"Siapa kau!" Anak buah Fano mulai meneriaki ku. Aku tidak perduli, menerobos masuk.

"Brak" pintu pun ku buka dengan paksa. Melihat Clara menodongkan pisau dengan lemah ke arah Fano yang hanya memakai CD.

"Ka-kau, aku tahu ini semua adalah rencanamu. Jika kau berani...." Clara bersusah payah berbicara namun ia tidak bisa mengatasi Reaksi pada tubuhnya yang sudah terlalu kuat.

"Clara, jangan banyak bicara dulu. tenang saja aku akan membuatmu nikmat." Fano dengan sigap hendak menyentuh Clara. Aku melihat pisau di atas meja yang sudah usang. Tanpa banyak bicara, kuambil pisau itu. Dan kuarahkan ke arah tangannya.

Bunyi yang menembus daging langsung terdengar.

"Akh! Apa ini!" Fano menyadari tangannya sudah berdarah.

"Si-siapa!" Fano berbalik ke belakang sambil menahan sakit. Aku tersenyum di balik topengku.

"Kau terlalu terbawa suasana sehingga tidak menyadarinya. Padahal aku menendang pintu ini cukup kasar."

"Kau! Siapa kau!" Fano berteriak marah.

Lalu para anak buah Fano masuk dan mulai mengepungku.

"Maafkan kami bos, orang ini menerobos masuk tanpa seijin kami."

"Apa! Bagaimana bisa kalian begitu ceroboh! Cepat kalian bunuh bajingan ini!" Fano mulai kehilangan emosi. Para anak buah Fano mulai menyerang ku.

"Buakh bukh bukh"

"Hen-hentikan dia!"

"Brak"

"Uwaaakh....!!! Kakiku...!"

"Prang!"

"Di-dia....!" Fano terdiam melihat aksiku membantai mereka dengan tangan kosong.

"Bajingan ini..... Mau jadi pahlawan malam rupanya!" Dia langsung mengambil besi yang ada dilantai lalu menyerangku.

Serangannya ambyar sekali. Aku dengan mudah menghindarinya lalu menendang perutnya. Dia terpental, bahkan tak bisa berdiri hanya dengan satu serangan.

Semua orang langsung tidak ada yang berani berdiri lagi.

"Si-sialan! Kau siapa sebenarnya." Ucap Fano sambil memegangi perutnya yang sakit.

Aku maju ke arahnya dan menjawab dengan tenang dan dingin.

"Apa kau tidak ingat? Anak yang sudah kau pukuli di pinggir jalan?"

"Hah?" Tampak kebingungan diwajah pria itu.

"Bruk" aku langsung menendangnya hingga ia bahkan tidak bisa bangung.

"Kau bahkan lupa dengan kejahatan yang kau lakukan. Bagaimana bisa itu terjadi? Setelah kau mematahkan kaki dan tangan adikku kau malah mau bersenang senang dengan seorang disini? Benar benar tidak tau malu!"' Aku mulai menginjakkinya hingga satu tangannya patah. Barulah aku berhenti.

"Aku.... Tidak melakukannya...." Fano berbicara dengan air matanya yang mengalir saat berusaha menahan tangannya yang sakit.

Sementara aku berpura pura pergi, lalu dengan sengaja menoleh ke arah Clara seolah hanya kebetulan. Wanita itu, dia sangat keras kepala. Seberapa buruk pun keadaannya, dia bahkan tidak mau meminta tolong. Yah, aku tidak kaget melihat. Itu wajar baginya yang sangat membenci pria.

Clara, meskipun dia ini seorang wanita. Tapi aku mengakuinya. Dia adalah wanita yang sangat mandiri yang tidak membutuhkan uluran tangan siapapun. Semua kekuasaan yang miliki sekarang adalah hasilnya sendiri. Sedangkan ayahnya hanya mendukungnya dari belakang.

Aku dengan pelan mendekatinya. Lalu menggendongnya. Dia masih berusaha keras untuk menolak. Bahkan pisaunya saja tidak ia lepaskan. Sepertinya, naluri bertahan hidup wanita ini sangat tinggi. Tapi sayang sekali, kondisi tubuhnya tidak memungkinkan untuk dapat bertahan dari serangan disekitarnya. Dia berusaha menikamku. Tapi, pisaunya bahkan tidak bisa menembus bajuku karena betapa lemahnya dia.

Aku pun tidak perduli, membawanya keluar hingga sampai di mobilnya. Aku menyandarkannya di jok mobil. Dia terbaring lemah. Wajah merah bagaikan apel di musim semi. Oh, dia terlihat menggoda. Aku sebagai suaminya harusnya menikmatinya bukan? Sayangnya, aku tidak bisa melakukan itu. Baik di masa lalu maupun di masa kini. Dimasa lalu, aku adalah pria pengecut yang tak berani menyentuhnya. Tapi sekarang, melihat wanita, membuatku mual karena traumaku pada wanita itu. Viona Lee...

Aku menggenggam setir dengan geram. Namun tiba tiba tubuhku begidik. Clara tiba tiba bangun dan langsung memelukku. 

Terpopuler

Comments

Jimmy Avolution

Jimmy Avolution

Sipppp....

2022-04-21

0

Arya Mufit

Arya Mufit

mantull

2022-03-28

1

Anwar Kewer

Anwar Kewer

ttp semangat jangan kendur n lanjut thor 😁😁

2022-03-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!