Aku terdiam mengingat masa lalu itu. Sampai akhirnya sang supir menyadarkan ku.
Aku memberinya uang, lalu keluar mobil. Malam ini, apa yang harus aku lakukan. Jika aku membiarkan kejadian di masa lalu tetap terjadi, maka pertarungan berdarah akan terjadi. Meski Clara adalah wanita yang paling kubenci, tapi jika kejadian itu tetap di biarkan, aku yang akan dirugikan. Bagaimana kalau kita ubah sedikit masa depan ini. Aku tidak jauh hasil apa yang akan terjadi. Tapi mengingat keluarga yang akan berurusan dengan keluarga Clara, aku harus melakukan sesuatu. Karena orang dari keluarga itulah, akar dari kepingan takdir dimasa lalu. Orang yang membawaku masuk ke dunia militer.
Saat aku berjalan, tidak sengaja aku menemukan topeng badut di tong sampah. Tidak tau ini milik siapa, tapi entah kenapa ini memberiku ide yang bagus.
******
Didalam kantor bang Abdul.
"Brak" bang Abdul membanting mejanya dengan marah.
"Fano! Berapa kali aku melarangmu! Jangan menyentuh gadis itu! Kenapa kau tidak mendengarkan ku! Sekarang apa yang harus kulakukan jika wanita setan itu datang kepada kita." Bang Abdul sibuk menggaruk kepalanya dengan pusing sementara Fano diam berdiri tak bergerak dengan kepalanya yang sudah diikat dengan kain kasa.
"Aku tahu kau sangat tertarik pada gadis itu. Tapi kau juga harus tempatmu! Aku juga sama sepertimu tapi aku bisa menahan nafsuku kenapa kau tidak bisa!"
"Brang" bang Abdul kembali melempar gelas anggurnya hingga pecah. Pelayan yang dari tadi berdiri menunduk dengan penuh ketakutan menyuguhkan anggur bir dengan gelas yang baru. Lalu bang Abdul kembali meminumnya.
"Sial sial sial. Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku melaporkan ini pada tuan muda? Tidak mungkin." Bang Abdul duduk frustasi dibangkunya sambil memikirkan cara untuk lepas dari masalah ini.
"Kak, bagaimana kalau hadapi saja wanita itu?" Fano tiba tiba berbicara.
"Apa kau sudah gila hah!" Bang Abdul marah dan melempar gelasnya namun itu tidak mengenai Fano. Entah sudah berapa banyak gelas yang ia picahkan, hal itu membuat si pelayan agak lelah untuk mengambil gelas.
"Tuan, itu gelas yang terakhir."
"Diam!" Teriak bang Abdul lagi.
"Kau pikir kau siapa Fano? Aku memperlakukanmu dengan baik karena kau adikku. Tapi bisa bisanya kau kurang ajar seperti ini. Kau bahkan tidak tau kesalahanmu dan malah berniat menambah masalah. Kau benar benar adik yang tak berguna! Jika nona Clara datang nanti, kau harus berlutut meminta pengampunan darinya. Siapa tau dia masih mengampuni nyawamu." Bang Abdul tidak lagi memperdulikan apa apa. Dia menyalakan rokoknya dan kembali duduk ditempatnya.
Sementara Fano seperti tidak terima dengan nasib yang dapatkan. Dia mengepalkan kedua tangannya dengan tekad yang kuat.
"Aku tidak akan berlutut atau pun bersujud."
"Hah!" Hal itu membuat bang Abdul terkejut bagai terkena serangan jantung.
"Aku tidak mau lagi tunduk pada orang lain lagi."
"Fano, apa yang kau pikirkan." Bang Abdul mengerutkan kening. Tapi Fano langsung meninggalkan ruangan dengan wajah muram.
Akhirnya bang Abdul hanya menghela napasnya dengan putus asa.
Siapa yang menyangka, Fano malah pergi ke gudang minuman. Dia mengeluarkan sesuatu di kantung celananya. Lalu tersenyum jahat.
"Jika wanita itu memang datang. Maka dia adalah mangsaku yang empuk."
Dan ternyata benar. Tidak berselang lama, clara pun datang. Dia langsung menendang pintu ruangan bang Abdul dengan kasar hingga terpaksa terbuka.
"No-nona Clara!" Bang Abdul segera berdiri dengan penuh ketakutan.
"Abdul, seharusnya kau tau mengapa aku datang kesini." Clara berbicara dengan dingin.
"I-ini, bukankah ini terlalu kasar? Kita bisa membicarakan ini baik baik."
"Tidak ada alasan mengapa aku harus berbuat lembut kepada kalian. Mengingat perbuatan kalian hari ini."
Mendengar jawaban dingin Clara, bang Abdul semakin khawatir. Namun disaat yang sama, dia juga kesal. Mengapa wanita secantik Clara tidak bisa ia gapai. Dia pun sampai menekan ketakutannya dan berbicara dengan tenang didepan Clara.
"Aku tahu, Fano telah berbuat di luar batas. Oleh karena itu aku akan menghukumnya secara pribadi. Kenapa kau tidak duduk dan minum dulu. Sebenarnya aku punya beberapa hal yang harus dibicarakan denganmu."
Clara menunjukan ekspresi jijik.
"Kau benar benar tidak tau malu. Disaat seperti ini kau malah memintaku untuk duduk dan bicara tentang apa yang kau inginkan? Abdul, kau benar benar ingin mati rupanya."
Bang Abdul berusaha mengeluarkan senyum ramahnya.
"Bukan seperti itu nona. Anda sepertinya salah paham. Aku hanya ingin membicarakan bisnis dengan anda. Hitung hitung, ini sebagai permintaan maaf ku."
"Hentikan omong kosong ini, dan bawa Fano ke hadapanku!" Semakin lama, Clara semakin marah dengan sikap bang Abdul ini yang terlihat mengalihkan topik. Sementara bang Abdul sendiri juga semakin lama semakin emosi.
"Oh, jangan bilang kau ingin tawar menawar dengan ku. Kau benar benar tidak tau dimana tempatmu."
"Clara, meskipun kau nona muda dari keluarga Aritedja, namun kau juga harus mempunyai atitude disini. Aku memang bukan siapa siapa, tapi tempat ini milik tuan muda. Kau pastinya tidak mau membuat keributan dengannya bukan?"
"Oh, dasar tidak tau diri. Kau bisa bisanya menyebut tuanmu atas kesalahan yang kau perbuat. Kau pikir bisa menghentikan ku kalau seperti itu? Aku ingin lihat apakah tuanmu bisa menyelamatkan kalian." Clara mulai mengeluarkan pisau.
Bang Abdul malah tersenyum sinis. Meskipun dia akan dihukum oleh tuannya jika menggunakan namanya seperti ini. Tapi ini juga demi keselamatannya.
"Bukankah kau sudah dengar tadi? Aku yang akan menangani Fano sendiri. Tapi kau malah mengabaikanku. Tuan muda juga tidak bisa kau remehkan. Dia selalu membela anak buahnya. Lagian, bisnis yang ingin aku ajukan ini adalah suruhan tuan muda. Kita akan membicarakan selagi aku memanggil Fano. Aku akan menyerahkan dia padamu."
Clara mulai terpancing. Apalagi mendengar bisnis yang dibicarakan olehnya. Dia juga mendapat ajakan dari tuannya Abdul sebenarnya beberapa hari yang lalu. Tentang bisnis yang akan dibahas. Siapa yang menyangka kalau orang itu mempercayakan bisnisnya pada orang tua gemuk ini.
"Apa kau pikir orang itu akan mempercayakan bisnisnya padamu? Jangan bercanda padaku." Senyum Clara dengan penuh penghinaan sambil melipat tangannya didada.
"Clara kau terlalu meremehkan orang lain. Aku adalah adalah orang yang telah bekerja lama pada tuan muda. Kau pikir aku tidak mendapat kepercayaannya. Sudah lima belas tahun aku bekerja padanya dan banyak sekali urusan bisnis yang dia berikan padaku."
Dan akhirnya Clara pun perlahan mulai kalah dari perdebatan ini. Bang Abdul pun tersenyum.
"Pelayan! Panggil Fano kesini. Bilang aku yang memanggilnya. Dan kau, cepat bawakan minuman terbaik yang kita punya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
komentar sadis
dari abnyak novel yg ku baca paling benci novel yg mcnya puru2 lemah,alasan merendah, hadeh
2022-04-22
1
Jimmy Avolution
Ayo...
2022-04-21
0