Bab 4

Siapa yang mengirim pesan ini? Tertulis Bang Abdul di tempat nama pengirim. Aku berusaha mengingat siapa orang ini. Setelah mengingat cukup lama. Sosok pria tua gemuk sama samar terlintas dikepalaku. Kepalaku pening untuk sesaat. Barulah setelah itu, aku mengingat semuanya.

Bar Malam, tempat dimana aku bekerja dulu. Itu adalah salah satu Bar cukup besar di kota Surabaya ini. Aku langsung menuju ke arah sana dengan naik taksi.

Sampai disana, aku pun langsung masuk. Dua penjaga pintu melirikku dengan tatapan sinis. Lalu menyenggolku dengan sengaja.

"Wow wow. Alfin kita sudah datang rupanya. Kenapa kau tak menyapa kami?" Salah satu dari mereka merangkul bahuku dan berusaha berbicara denganku dengan senyum palsu mereka. Aku cuma diam tak menjawab.

"Hei, kenapa kau tidak menjawab." Dia langsung menekanku hingga aku terdorong di dinding. Menatapku dengan tajam seolah olah ingin membunuhku.

"Meskipun kau itu tuli dan bisu, setidaknya kau harus merespon kami. Jangan hanya diam seperti itu."

Sikap kurang ajar mereka membuatku sangat emosi. Aku menatap mereka sambil menahan nafasku yang baik turun. Pria yang menekanku langsung terkejut.

"Oh, Mike. Lihatlah ini. Si payah ini mulai berani menatap kita. Hei."

"Phak"

Dia hendak menamparku, tapi aku langsung menahan tangannya. Saat ingin menarik tangannya kembali, dia agak kesusahan. Aku menahan tangannya sementara dia berusaha menarik tangannya dengan kening berkerut.

"Apa yang terjadi?" Tiba tiba seorang Tante muda dengan tubuh aduhai mendatangi kami. Aku langsung melepaskan tangan pria itu.

"Oh, nyonya Veni. Kami hanya saling menyapa saja." Mike tersenyum sopan pada Tante itu, tapi matanya sesekali melirik tubuhnya. Sementara pria disampingnya tidak mengatakan apapun, hanya memegangi tangannya. Berusaha tenang dengan tangannya yang sakit.

Tante seksi itu bernama Venia. Tapi disini, dia dipanggil nyonya Veni. Itu dikarenakan dia adalah manajer yang mengatur karyawan wanita disini. Dan sekarang, Tante muda itu menatap Mike dan temannya dengan tatapan dingin.

"Kalian, kerjakan tugas kalian dengan benar. Alfin sekarang sedang dipanggil oleh bos."

Setelah itu nyonya Veni membawaku. Kedua pria itu membungkuk hormat. Aku samar samar mendengar percakapan mereka dibelakang.

"Aku merasa ada yang berbeda dari dia?" Pria disamping Mike berbicara sambil melihat tangannya yang merah dengan bekas genggaman tangan. Dia terkejut. Ingin memperlihatkan itu kepada Mike namun pria itu hanya fokus pada dua benda yang naik turun didepannya.

"Hei, kau mendengarkan ku atau tidak?"

Mike berbalik dengan santai, pikirannya masih melayang dengan dua benda itu.

"Sudahlah, dia mungkin habis menyewa cewek dan menikmatinya selama tiga hari ini. Kau tidak perlu memikirkannya. Kita akan menyiksanya lain kali." Mike pergi berjaga kepintu diikuti pria dibelakangnya. Namun pria itu masih bisa menatap Alfin yang pergi membelakanginya.

Nyonya Veni membawaku sampai ke lantai atas. Sebelum masuk ke kamar bos. Dia berbalik padaku, melipat tangannya didada dan menatapku dengan genit. Dia pun menggunakan isyarat tangan untuk berbicara padaku.

"Selama tiga hari ini kau menghilang, tapi tampaknya ada yang berbeda darimu." Dia tersenyum menggoda, tapi aku tetap diam karena tak tertarik padanya. Aku hanya tersenyum sedikit dan membalas pertanyaannya dengan isyarat tangan pula.

"Tidak, aku hanya istrahat saja."

"Oh, benarkah? Kalau begitu, masuklah, bos sudah menunggumu didalam."

Aku pun melewatinya, sementara dia pergi sambil memberiku ciuman lewat tangannya. Tapi aku tidak menggubrisnya, wanita licik itu, aku tahu sifatnya. Akan ada suatu saat dimana dia akan menjebak ku hanya karena keuntungannya sendiri.

Aku mendekati pintu, hendak mengetuk. Namun tanganku langsung terhenti.

Apanya yang menungguku? Dari luar saja aku bisa mendengar ada suara aneh didalam sana. Aku memang pura pura bisu, tapi sebenarnya pendengaranku sangat tajam. Mungkin suaranya tidak akan terdengar jika itu orang lain, tapi beda denganku.

Tapi aku tidak perduli. Aku mengetuk pintunya. Lalu aktifitas didalam terhenti. Terdengar beberapa bisikan.

"Sayang, kita berhenti dulu yah. Sepertinya kau mempunyai tamu."

"Bukankah kita belum selesai? Aku juga belum puas."

"Tapi, kau sepertinya punya tamu. Uh!"

Percakapan terhenti disitu.  Selanjutnya suara aneh terdengar lagi. namun dengan tempo yang cepat mulai terdengar lagi. Sampai akhirnya terdengar hentakan terakhir. Dan tidak lama kemudian, pintu pun terbuka. Seorang wanita berpakaian kantor pun keluar. Wajahnya memerah namun ketika melihatku, dia menjilat bibirnya sambil menatapku dengan genit. Aku tidak menghiraukannya lalu menuju kedalam.

"Oh, ternyata kau Alfin." Abdul berbicara sambil memakai pakaiannya. Dia duduk dikursinya dan memberiku kode untuk duduk.

Dia lalu mengetik dengan wajah malas.

"Alfin, kau tidak hadir selama beberapa hari ini. Apa yang terjadi padamu?"

Aku hendak mengetik tapi dia menghentikan ku. Lalu dia lah yang kembali mengetik.

"Aku tidak perduli dengan urusanmu. Tapi jika kau melakukannya lagi. Aku akan langsung mengeluarkanmu." Setelah itu tanpa basa basi, dia langsung menyuruhku keluar.

Aku pun juga hanya mengangguk kecil dan berdiri dari kursi. Ketika ku buka pintu, ternyata sudah ada segerombolan preman yang berdiri didepan pintu. 

Salah satunya wajah garang yang masuk tanpa menungguku untuk keluar. Akhirnya kami pun bertabrakan, dan karena tubuhku yang lemah, aku langsung terjatuh.

"Oh, ****! Mengapa kau menghalangi jalan!" Dia langsung mengangkatku dengan marah dan menekanku di dinding. Sementara anak buahnya pada tertawa melihat kejadian itu.

"Vano, ini kantorku. Jangan buat keributan disini." Terdengar suara dingin dari mulut bang Abdul. Vano dengan bekas luka diwajahnya langsung melepaskan ku.

"Pergi dari hadapanku."

Aku berdiri dengan tatapan dingin, membersihkan debu debu yang menempel dipakaianku. Seandainya jika ini bukan sandiwara didepan bang Abdul. Aku sudah menghabisi pria ini. Tapi aku menahannya. Waktu butuh proses, dan kejadian kejadian di masa lalu berjalan secara bertahap. Akan ada saatnya dimana akan kuhabisi pria ini.

Mata vano mengikutiku. Tapi bang Abdul segera memanggilnya. Akhirnya aku keluar, pintu pun di tutup rapat rapat. Aku berdiri dan bersandar pada railing tangga didepanku sambil melihat orang orang yang ada dilantai bawah. Ada sebuah panggung dengan penyanyi disana, ada juga seorang bartender yang menyediakan minuman. Lalu orang orang yang berdatangan menikmati lagu dan minuman mereka.

"Phak" tiba tiba ada yang memukul kepalaku. Aku langsung berbalik, melihat seorang pria seumuran ku menatapku dengan tak senang.

"Kenapa kau berdiri disitu! Cepat kerja!" Dia memarahiku dan memberiku sapu dan pel. Lalu dia pergi dengan menyenggol dadaku.

"Sial, mengapa kau tidak mati saja. Menyusahkan saja."

Aku hanya diam menatapnya, lalu melihat sapu dan pel. Aku pun mulai membersihkan lantai. Sampai malam tiba. Aku akhirnya ditugaskan ditempat terakhir. Yakni gudang dibagian belakang. Aku menuju kesana. Ku kira hanya ada aku seorang diri. Ketika aku hendak menyapu, ada suara gerak gerik dibelakangku. Tepat dibagian jalan menuju toilet. Aku tanpa sadar mengikuti suara itu, karena suara tersebut terdengar seperti ada dua orang yang sedang berselisih.

Mereka ada di bagian sudut, terlihat seorang pria menekan seorang wanita didinding. Kulihat orang orang yang lalu lalang di toilet. Tapi tidak ada yang menyadari mereka. Yah, mereka memang berada di tempat yang agak tersembunyi.

"Vano! Hentikan itu! Atau aku akan melaporkannya ke bos."

Suara itu entah kenapa sangat familiar. Aku menengok. Hanya melihat wajah vano tapi tidak melihat wajah sang wanita.

"Memangnya kenapa? Apa mungkin bang Abdul akan menghentikan ku. Kau tahu kan? Aku adiknya. Kau pikir dia akan marah atas apa yang kulakukan?" Vano berusaha mendekatkan wajahnya ke arah wanita itu. Mengendus wangi parfumnya dengan mesum.

"Vano, kau benar benar berani yah. Apa kau tidak memikirkan orang dibelakangku? Bahkan bang Abdul tunduk padanya."

Perkataan itu membuat vano emosi. Lalu dengan kasar menampar wanita itu.

"Dasar ******! Kau pikir dimana dia? Saat ini tidak akan yang akan menghentikan ku untuk menikmatimu."

Saat ditampar barulah aku bisa melihat wajah wanita itu. Karna arah tamparan nya memang ke bagian sini.

Dia! Wanita itu membuat mataku membesar. Lalu aku tersenyum sinis.

Aku ingat, tentu saja ada wanita itu disini. Kenapa aku tidak menyadarinya?

Terpopuler

Comments

Jimmy Avolution

Jimmy Avolution

Nice..

2022-04-21

0

Kirana/

Kirana/

Senang nya lihat MC tersiksa mhehehe

2022-03-30

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!