Resmi berpacaran dengan Abra membuat Shasha menjadi gadis yang paling jahat karena telah mempermainkan dua hati terutama hati Dion.
Setiap kali jam istirahat Dion selalu menyempatkan untuk bertemu Shasha. Lega hatinya jika sudah bertemu sang kekasih namun lain halnya dengan Shasha. Dadanya justru terasa sesak karena dari lubuk hati terdalam tak terima bahwa dirinya tega menduakan Dion.
Shasha sendiri berniat untuk memutuskan hubungannya dengan Dion namun menunggu saat yang tepat agar keputusannya tak terlalu menyakiti hati Dion.
Kini sudah menginjak satu minggu Shasha menjalani hubungan terlarang dengan Abra. Tampak perbedaan sikap Abra. Dulu Abra selalu menjemput Shasha namun sekarang sebaliknya. Abra selalu beralasan tentang mobil atau motornya yang rusak dan sedang dalam perbaikan.
Semua alasan yang Abra katakan menurut Shasha sangat aneh dan terkesan monoton.
Tak hanya itu, saat ini Abra tidak lagi mengeluarkan uang jika mereka keluar dan makan bersama padahal dengan status Shasha yang masih pelajar dan status Abra yang masih pengangguran kelas mapan seharusnya mereka saling bergantian.
Rasanya ingin sekali protes, namun belum juga protes Abra sepertinya mulai sadar dengan ketidaknyamanan yang dirasakan Shasha.
"Sha, kartu ATM DEBIT dan KREDIT ku sedang di blokir orang tuaku, jadi untuk sementara kamu yang bayar."
"Kenapa kak?" tanya Shasha spontan
"Entah, mungkin mereka merasa akhir-akhir ini diriku terlalu boros lagipula aku disini tinggal bersama pamanku. Maka tak seharusnya biaya pengeluaran ku banyak."
"Iya kak.. Gak papa."
"Kamu kecewa ya? Aku tak sesuai harapanmu yang mapan?" tanya Abra sengaja memancing perasaan Shasha
"Oh gak kak, bukan itu maksud Shasha,"
"Tapi sepertinya benar, kamu kecewa."
"Gak kak, kenapa berfikir gitu?"
"Kita ini pasangan setidaknya kita seperti merasakan chemistry satu sama lain dan aku merasakan kekecewaan mu itu," ucap Abra asal.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Saat di sekolah Shasha terus berusaha bermain kucing-kucingan dengan Dion. Dia selalu menghindari dan bersembunyi dari pandangan Dion. Dia tidak lagi melewati taman tempat biasa mereka bertemu. Bahkan Shasha juga merubah tempat favoritnya dari sebuah perpustakaan menjadi ruangan OSIS. Tetapi, jika ruangan OSIS sedang ramai dirinya memilih kembali ke kelas sambil memasang head set dan membaca, tak lupa pula me nonaktifkan ponsel agar tak ada yang mengganggunya.
Bel mulai berbunyi, artinya jam istirahat dimulai.
Dion segera berjalan keluar dari kelasnya dan menuju ke sekolah Shasha, dirinya berjalan menyusuri parkiran untuk mencari Shasha. Dion tidak menemukannya, dicarinya kembali ke taman belakang dan hasilnya masih sama. Kemudian ke perpustakaan dan sama. Terakhir dia mencari Shasha di kelas, hasilnya pun sama. Saat Dion hendak kembali dengan perasaan kecewa dari arah belakang ada yang menepuk bahunya
"Cari Shasha?" tanya Wisnu yang merupakan ketua kelas Shasha
"Heem, apa kamu melihatnya?"
"Setelah bel sepertinya dia berjalan ke arah ruang OSIS. Mungkin dia disana."
"Oke, thanks ya Nu."
Saat berjalan menuju ruang OSIS dari sebrang dia melihat Shasha yang berjalan dengan cepat menuju ke arah kamar mandi.
Dion yang melihat itu hanya dapat tersenyum. Dengan melihat Shasha berjalan di seberangnya membuat Dion bahagia. "Mungkin dia sedang datang bulan, sehingga menghindari ku. Kamu memang unik tapi aku suka," ujar Dion lirih
Lega walau hanya sekilas melihat. Tak terasa bel istirahat kembali berbunyi, artinya jam istirahat telah usai. Dion pun kembali ke kelasnya.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Sudah enam bulan lamanya Shasha mencoba untuk menghindari Dion, meski kadang berhasil dan kadang tidak. Keadaan itu yang membuat dirinya semakin tersiksa karena Dion sama sekali tak menunjukkan sikap marah kepada dirinya malah Dion makin gemas dengan sikap Shasha akhir-akhir ini.
Shasha menjadi bingung dan frustasi memikirkan caranya untuk melepas Dion. Bahkan dia mencari-cari di internet, tak hanya itu dia mulai mencari tahu masa lalu Dion. Itu semua tak berarti. Semua cara-cara yang diajarkan di internet tak berlaku untuk diterpakan kepada Dion, sedangkan untuk mencari tahu masa lalu Dion tak dia dapatkan hanya muncul bahwa Dion merupakan seorang atlet basket.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Dug... Dug...Dug... (suara bola terpantul dari atas ke bawah)
Dion sedang bermain basket. Permainannya saat ini bukan karena dia sedang latihan melainkan dia sedang tersiksa dengan sikap Shasha yang mulai berubah. Dia berada di tempat favorit ini selama berjam-jam hingga kesal dan kecewanya hilang. Tempat favorit ini adalah sebuah lapangan basket indor yang dihadiahi ayahnya.
Sebuah lapangan olahraga indor dengan ukuran tidak terlalu besar namun begitu sangat nyaman. Disana dia melampiaskan rasa pahit yang dia rasakan. Berulang kali melakukan lemparan shooting namun tak ada satu bola yang masuk ke keranjang.
Kegiatan itu sudah dia lakukan hampir enam bulan terkahir ini. Fisiknya yang kelelahan membuat dirinya terlihat lusuh dan capek. Dia berharap Shasha akan empati dengan perubahan yang terjadi pada dirinya namun harapannya salah.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Tidak terasa hubungan Shasha dan Abra sudah berjalan enam bulan. Abra jarang menghubungi dan menanyakan kabar. Dia hanya mengajak Shasha jalan jika ada sesuatu yang diinginkannya.
Terbukti, selama seminggu ini Shasha merasa Abra kembali seperti saat sebelum dirinya meminta Shasha menjadi pacarnya. Perlakuan yang hangat membuat dia terhipnotis dan yakin bahwa Abra sudah berubah baik. Ternyata itu semua hanyalah topeng.
Tak hanya itu, saat akhir pekan Abra mengajaknya keluar. Sampai di sebuah mall Abra segera mengajak Shasha ke sebuah gerai outlet baju branded. Satu persatu baju sudah dicobanya hingga Abra menjatuhkan pilihannya dan Abra berbisik " Yank, bayarin ya? uang kiriman mama aku pakai untuk perbaiki motorku. Kemarin kan aki motorku rusak."
Shasha hanya bisa mengangguk dengan rasa hati yang tak ikhlas.
Tak hanya itu saja sikap Abra lainnya adalah tentang gaya berpakaian. Abra kerap membandingkan gaya berpakaian Shasha dengan para wanita yang menggunakan pakaian kurang bahan. Dia berharap agar Shasha memakai pakaian seperti itu.
Shasha tak kuasa dan habis pikir dengan kemauan Abra, padahal seharusnya yang namanya kekasih tidak rela jika harus berbagi kenikmatan dengan melihat tubuh orang yang disayanginya. Shasha tak menggubris keinginan gila tersebut justru dia merasa kesal dan ingin rasanya berteriak dasar orang gilaaaaaaaaaaa
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Kini hubungan mereka sudah berjalan hampir satu tahun. Kehidupan Abra yang belum jelas membuat Shasha tak tega untuk mengakhiri hubungannya. Ini karena Abra sering sekali bercerita tentang masalah kehidupannya. Dia yang merupakan seorang anak broken home, kedua orang tuanya bercerai saat Abra masih duduk di bangku sekolah dasar. Karena pengaruh itulah membuat Abra menjadi tempramen.
Sikap tempramen Abra ditunjukkan saat mereka sedang perjalan ke sebuah mall. Tiba-tiba hujan turun tak begitu lebat hanya gemericik air yang turun saat itu, sehingga Abra tetap melajukan motor tanpa menggunakan jas hujan. Kebetulan mereka tinggal beberapa meter sudah sampai mall. Segera Abra asal memarkirkan motor secara tergesa-gesa dan mencari tempat berteduh di area penitipan helm sedangkan Shasha yang masih tertinggal tetap tenang karena dia harus memarkirkan motornya dengan baik kemudian segera menyusul Abra.
"Kak, tunggu aku, jangan cepat-cepat." teriak Shasha manja.
"Kamu yang terlalu lambat!"
"Aku merapikan motornya kak tadi kakak lupa masih meninggalkan kunci di motor."
Lalu mereka berjalan menuju ke pintu mall. Shasha yang kedinginan ingin memegang lengan Abra.
"Apaan sih,lepas! apa kamu tak sadar bajumu itu basah!?" omel Abra sambil menghempaskan tangan Shasha.
"Iya, Shasha kedinginan Kak."
"Bodoh! makanya jika punya otak dipake itulah kenapa tadi aku segera lari ei kamu yang lambat alasan parkir motor karena gak rapi, kunci ketinggalan atau apalah!"
Shasha merasa malu karena Abra berucap dengan sangat keras. Ingin rasanya dia menitihkan air mata. Namun dia tahan.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Semenjak kejadian itu Shasha berusaha untuk membatasi dirinya agar tidak bertemu dengan Abra setiap minggu. Tak disangka bahwa dia menerima pesan dari Abra, bahwa besok hari Minggu akan menjemput dirinya.
Minggu telah tiba, Shasha yang sudah berdiri di mini market menunggu kedatangan Abra
"Sha! maaf terlambat."
"Tak apa kak, kita mau kemana kak?"
"Ada. Kamu ikut saja."
Kini mereka berada di sebuah rumah besar dan ternyata itu adalah rumah paman Abra
"Ayo masuk, ini rumah paman ku." ucap Abra sambil membukakan pagar rumah.
"Kak..buat apa kita kemari?"
Abra hanya diam dan tetap melanjutkan masuk ke rumah.
"Kenapa tampak sepi?" tanya Shasha sambil celingukan mencari seseorang dari dalam rumah.
"Hari ini sampai besok tak ada orang dirumah, jadi sekarang kita habiskan waktu disini saja."
"Kak, kita keluar saja. Rasanya lebih nyaman jika kita menghabiskan waktu di kafe." ucap Shasha dengan takut karena dia merasa ada yang tak beres dengan Abra.
Shasha yang sudah merasa curiga dengan kelakuan Abra mulai mencari ide bagaimana dapat dia keluar dari rumah ini. Dia melihat sekeliling rumah dan akhirnya dia berhasil menemukan ide yaitu masuk kedalam kamar yang paling luas yang dipenuhi dengan barang-barang.
Abra yang saat itu sedang sibuk mengunci beberapa pintu utama kehilangan jejak Shasha padahal saat itu dia sudah tersenyum licik dan sudah berfantasi pikirannya.
Sudah beberapa menit dia masih belum dapat menemukan Shasha, rasanya ingin marah karena dia merasa dipermainkan oleh Shasha. Abra berfikir bagaimana cara menemukan Shasha, dia yakin Shasha masih ada didalam rumah ini karena tas Shasha yang masih tergeletak di kursi ruang tamu.
Abra mulai menekan tombol hijau untuk menelfon Shasha dan gotcha dia menemukan keberadaan Shasha. Shasha sendiri lupa tidak me non aktifkan nada deringnya. Mati aku!, Bagaimana ini?
Terdengar langkah seseorang berjalan ke arah gudang
"Shasha... Shasha... Kamu sedang bermain-main dengan ku ternyata." ucap Abra dengan memanjangkan kata-katanya.
"Kamu mau keluar sendiri atau aku paksa keluar?" ancam Abra dengan suara berat.
"Oke.. Jika itu kemauan mu jangan memancing ku untuk melakukan tindakan yang tidak pernah kamu bayangkan!" geram Abra
Krekkkk....(pintu mulai terbuka)
Hati Shasha berdetak dan berdegup tak karuan saat terdengar suara pintu terbuka degup jantungnya naik berkali-kali lipat
Deg... Deg .. Deg .. Deg ..
Hatchi..chi... (bunyi suara bersin Shasha)
"Hahaha... Hahaha... Mau lari kemana, Sha? Aku sebenarnya hanya ingin melampiaskan keinginanku yang tertunda tapi kamu malah memancing emosiku."
Dan "Aw... Aw....," teriak Shasha karena dia merasakan seseorang menarik rambutnya dari belakang.
"Kena kamu! Coba tadi kamu menjadi gadis manis tentunya kamu tak akan ku sakiti seperti ini, bukan?"
"Kak, lepaskan? ini benar-benar sakit kak," pinta Shasha sambil menangis
"Oke, akan aku lepaskan dengan satu syarat yaitu penuhi kemauan ku tanpa penolakan."
Shasha masih pura-pura tidak mengerti dengan ucapan Abra
"Apa kak?aku tak paham?"
"Layani aku saat ini juga!" teriak Abra sambil mencengkram tangan kanan Shasha dan menarik kuat rambut Shasha.
Shasha meronta-ronta kesakitan dia pun berusaha berontak agar cengkraman Abra dapat lepas. Shasha mulai mengigit bagian apa saja yang dapat digigit dari tubuh Abra dan "aduh" teriak Abra keras namun tetap mencengkram tangan Shasha dengan tangan satunya.
Kini Shasha sudah berada di kursi ruang tamu dengan wajah kacau sedangkan Abra sudah berada di atas Shasha dan mencoba memaksa Shasha untuk membuka mulutnya agar mau berciuman dengan dirinya.
Shasha tetap menutup mulutnya karena ini adalah pertama kalinya dia diperlakukan dengan hina dan paksa oleh lelaki.
Beruntungnya tiba-tiba terdengar bunyi suara mobil yang berhenti di depan rumah dan mulai membunyikan bel.
Ting tong...Ting tong.
Ting tong...Ting tong.
Abra mulai panik dan bingung karena tamu tersebut dari tadi menekan bel tanpa henti.
Emosi rasanya. Hingga dia mau tidak mau beranjak dari tempat tersebut dan keluar menemui tamu tersebut.
"Apa anda keponakan dari bapak Anton?" tanya tamu tersebut
"Benar, ada perlu apa!?" tanya Abra balik.
"Saya diminta untuk membersihkan gudang rumah ini."
Abra yang tak tahu dengan urusan sang paman mulai menghubungi pamannya.
"Oke segera bersihkan!"
Abra mulai membukakan pintu dan muncul seorang pria tadi keluar dari mobil dan mulai mengerjakan pekerjaan pura-pura tersebut.
Shasha mulai membaca situasi dan memanfaatkan kesempatan ini. Segera dia keluar dari rumah laknat tersebut menuju mobil sedangkan Abra yang fokus melihat pekerjaan orang tersebut karena dia mendapat pesan dari pamannya agar mengawasinya
Dilain tempat seorang wanita yang tak lain adalah detektif yang disewa seseorang untuk selalu melindungi Shasha berhasil menyuruh orang lain masuk. Dan orang tersebut adalah orang bayaran profesional yang biasa digunakan untuk menyamar dalam menyelamatkan target. Dan kali ini tugas si profesional itu menjadi tukang bersih gudang, sedangkan untuk pesan antara Abra dan pamannya adalah si detektif tersebut yang menyadap kedua handphone tersebut.
Memastikan bahwa targetnya selamat dari gangguan maka si profesional mengulurkan waktu selama kurang lebih 45 menit kemudian pamit pulang. Sedangkan Shasha yang sudah bersembunyi di bangku penumpang bingung bagaimana cara keluarnya. Orang tersebut paham akan situasi Shasha namun pura-pura tidak sadar dengan keberadaan Shasha, dia hanya menepikan mobilnya di sebuah minimarket dekat rumah Shasha.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Setelah menemani dan mengantar seseorang yang membersihkan gudang keluar dari rumah segera dia mencari keberadaan Shasha. Lagi dan lagi dia harus mencari Shasha akan tetapi kali ini dia tak menemukan tas Shasha. Sadar sandal Shasha sudah tidak ada di rak sepatu segera dia mencoba mengubungi Shasha namun tak ada sahutan. Padahal biasanya jika dirinya telefon dengan segera Shasha mengangkat telfon dari dirinya.
Abra menyadari kesalahan pada dirinya. Dirinya lebih mementingkan nafsuh dibandingkan prioritas tujuan hidupnya yaitu memacari Shasha hanya demi sebuah materi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 172 Episodes
Comments
Nadin E
untung aja jauh kalo deket udah tak pukul pakek spatula sama wajannya
2022-06-16
0
Yayaya coba"
pengen nimpuk abra thor tp cuma ada disni🥺🥺Up up
2022-03-30
0
Triple.1
ada yg punya ulekan ngga?...buat nampol si abra...😤
2022-03-29
1