Jam makan siang adalah jam penuh kenikmatan karena seluruh pegawai Saint Mariano Grup bisa melepas penat setelah tugas bertumpuk-tumpuk yang menghabiskan seluruh energi mereka bahkan kerjaan mereka bukannya selesai malah semakin menggunung, pihak kantor sangat ketat terhadap jam kerja mereka.
Kegelapan menguar di ruangan delapan kali delapan meter, Billy yang berkali-kali berusaha memecahkan kesedihan si bos, namun tetap tak direspon, jangankan jawaban, tuannya malah semakin acuh.
Kevin mengunci mulutnya tanpa bersuara sampai Billy kehabisan cara, laporan diletakan di atas meja oleh Billy yang sudah putus dan memilih undur diri.
Di pintu lift Billy berpapasan Johan. "Tuan kambuh, dia dari panti Sinar Kasih."
Setelah mendengar informasi dari Billy. Johan menghampiri anak manusia yang tertunduk lemas tanpa gairah. Dia berdiri di samping Kevin. "Pergi ke panti? Ini sudah tiga tahun, loh?"
Johan mengelus rambut Kevin dengan pelan. "Ini tidak benar bila menyalahkan semua wanita, hanya karena kemarahanmu pada Mama Sheril dan Samantha."
Menggeser tangannya, Jordan merasakan ketegangan di leher Kevin seakan sedang menanggung beban berat. Kepala Kevin masih menunduk, tangan Kevin yang lain menyingkirkan tangan Johan.
"Kau terpuruk sampai kapan, mantan mu sudah bertunangan. Mereka sudah mulai fitting baju pernikahan." Johan bergeser dan duduk berhadapan. "Jangan melampiaskan pada Lala! ini bukan soal uang kan?"
Kevin sama sekali tak merespon, Johan tak yakin kalau sahabatnya itu mendengarkannya. "Ku urus Lala dan tidak mengijinkan untukmu menemui dia lagi. Aku belum menyentuh dia karena hubungan kita."
Tangan Kevin mengepal. Oke pertanda Kevin masih menyimak, Jordan kembali bersuara. "Kau nggak waras karena mau menjual dia ke orang biadab itu akan menghabisinya!"
Jordan mencoba pertanyaan lain. "Jika mayat Lala yang kamu inginkan, kenapa tak kau habisi saja sendiri? Aku ingin tahu perasaan kamu soal Lala, sampai sejauh ini apa yang membuat dia spesial? Kau kan, tak pernah mau berurusan dengan perempuan. Kau yang menjaga gengsi, mau repot ke pelosok perkampungan?"
Kevin mengepalkan tangannya kuat.
Ide Jordan terlihat membuahkan hasil. "Kau biadap, pasti itu alasan Mama Sheril tidak PEDULI padamu. Mulai sekarang pertemanan kita berakhir dan kupastikan kau akan MENYESAL."
Blak!
Johan membanting pintu dengan keras meninggalkan Kevin sendiri. Berharap usaha untuk membujuk Kevin akan berhasil.
...****************...
"Aghhhh!" Kevin mendorong meja sampai Komputer dan berkas-berkas penting jatuh berserakan. Dia meninggalkan kantor dengan pikiran kalut, tak mempedulikan orang-orang yang menunduk karena ketakutan.
Blak!
Pintu mobil yang mewah dibanting keras, lalu menancapkan gas dengan kecepatan penuh.
Danau di sudut kota, lagi-lagi tempat ini yang didatangi. Turun dari mobil, kaki ini terasa berat untuk melangkah. Pandangan Kevin melesat jauh ke tengah danau, teringat saat menyelamatkan Samantha kecil yang hampir tenggelam di danau ini. Dia terus berjalan menyusuri setapak yang berujung ke sebuah kursi besi, bercat putih, di bawah pohon besar yang rindang.
Langit tanpa awan, terlihat begitu terang. cahaya siang menyilaukan namun tempat ini sangat rimbun dan menenangkan.
Sepoi-sepoi angin menyapu wajah dan rambut, bunga-bunga kecil bermekaran menghiasi sepanjang danau membuat segar di pandang mata.
"Air minumnya? dua ribu rupiah saja," lelaki tua menyodorkan air mineral.
Kevin mengambil satu botol kemudian mengeluarkan dompet, semua lembaran merah sekitar dua juta rupiah diulurkan.
"Recehannya saja." Penjual itu menolak.
"Hanya ini yang ada, ambil, tak apa," Kevin memberikannya, namun masih ditolak.
"Minum, ini gratis." Penjual duduk di tempat biasa Kevin duduki.
Tutup botol Aqua itu diputar. "Bapak butuh uang kenapa gratis, anda bisa rugi?"
"Tak apa. Kau terlihat sedang dibelit masalah."
"Begitu terlihat, ya?" Kevin menggelegak air mineral sampai habis.
"Iya, sejak dari mobil." Penjual itu meraih daun dipunggung Kevin. "Jujur dengan diri sendiri, tanya apa yang paling kau butuhkan, anak muda."
Kevin menoleh ke kanan, membenarkan apa yang dikatakan penjual.
"Waktu itu pendek, selagi ada waktu maka sayangi mereka! Pada akhirnya kita seperti daun ini kesepian karena kehabisan waktu, dan yang lebih menyakitkan dari waktu kamu tau? 'kehilangan'."
Kevin memperhatikan kepergian pria itu. "Kehilangan? ya Samantha."
...****************...
Matahari mulai turun, Kevin melihat jam tangan. Lucu bila dia masih mengharap kedatangan Lala kemari.
Ya, Kevin telah mengenal Lala sebelumnya, tapi namanya Lisa bukan Lala. Mereka bertemu di tempat ini.
Sejak ke rumah Lala, Kevin baru menyadari kalau gadis itu Lisa. Berbeda sekali sata memakai gaun.
Lala dengan gaun merah, Lisa penjual minuman di tempat ini yang berpakaian biasa. Ternyata itu satu orang, sampai Kevin tidak mengenalinya.
DEG
"Air mineral, roti, gorengan."
Orang yang paling Kevin hindari, masih datang ke tempat ini. Sia membelalakkan mata saat suara itu semakin dekat. Kevin menunduk menyembunyikan wajah, tetapi kenapa harus menghindar?
"Sudah di sini lagi, Mas Vino! Tumben pakai jas? Seperti konglomerat saja!"
Kevin mengangguk m
"Lama ya tak kemari! dinas keluar kota ya mas Vino?dapat bonus dong," seloroh gadis itu lalu menempelkan sebotol mineral dingin di pipi Kevin. Jantungnya berdetak cepat, saat gadis itu mulai memutari tempat duduk.
Kotak berisi gorengan itu jatuh terlepas dari tangan Lala yang gemetar. "Kevin?"
"Lala, Lisa," sahut Kevin. Mereka lalu terdiam cukup lama.
"Jadi" ucap mereka bersamaan.
"Duduklah." Kevin terus menunduk dan memegangi leher yang terasa begitu pegal.
"Kenapa? Apa kamu sakit?" Lala duduk di sebelah Kevin. Dia menawari dengan roti dan gorengan tetapi ditolak.
Kevin mendapati Lala duduk tertunduk memainkan jemari dengankecewa.
"Kevin, jika kamu memang Vino, kamu bisa menggunakan pundakku seperti dulu."
Badan Kevin duduk lebih tegak, haruskah dia menurunkan Level dan bersikap seperti sebagai Vino yang baik hati?
"Apa kamu sedang ada masalah? Mungkin aku tidak bisa membantu tetapi aku bisa menjadi pendengar yang baik. Teman masa kecil mu yang kamu maksud itu Samantha, ya?"
Kevin hanya diam.
"Boleh aku memijit kepalamu? itu bisa membantu menghilangkan pusing. Tapi aku tidak akan menyentuh tanpa ijin."
Kevin terus diam dan sama sekali tidak menjawab satupun pertanyaan.
Ponsel terus berdering dan bergetar dibiarkan Kevin. Lelaki itu menatap danau tanpa bergeming dengan apapun, sampai matahari mulai terbenam Kevin masih seperti mayat hidup, hanya diam.
Sudah 5 jam berlalu, Kevin tahu Lala sudah letih dengan duduk selama ini. Lala terus menunggu Kevin yang hanya diam. Setiap Lala hendak pergi, tangan Kevin meraih pergelangan itu.
Kevin tahu pengawal dan Billy berada tidak jauh. Mereka tidak akan berani mendekati Kevin.
"Kevin ini sudah mau gelap, ayo pulang!" Lala terus berteriak, "sku Capek Kevin!"
Kevin bangkit dan Lala terlihat kegirangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 267 Episodes
Comments
KANG KOMEN
halo kak
2022-05-21
1
Aumy Re
mampir lagi, thor 🖐🖐
tetap semangat berkarya
2022-05-01
1
Nanda RaRa
ditinggal tunangan Samantha ...hahaha
hayo spa lagi yg mw dgnmu? mau sama Lala?harus berjuang b bro,🤭💪
semgat Thor🥰
2022-04-11
1