Saat pecat rakitan kian mendekat
Kau yang selalu ku ingat
Sekalipun jarak terasa lambat
Biarkan cinta tetap terikat
Naluri menjelma karsa
Rasa yang terselubung tiada
Diantara jarak kita bersama
Rindu tak juga mereda
Merekah penuh tanya
Pada bayangmu yang tersisa
Aku masih menunggumu disini
Dengan cinta di selaput hati
Ku ingin kau peluk dan temani
Hingga akhir nan abadi
Kuharap kita dapat bersua di tepi waktu
Seperti sinar yang tak sembul
Dan suara yang tidak melesit
Mengalir pelan, meliuk searah busur jiwa
Sekelebat bayangan semu
Untukmu wahai kekasih bayangan
Yang selalu menyebutku sebagai cinta
Yang tak pernah terusik dari senandung rinduku
Kuharap ini bukan mimpi dan sekedar angan.
Sinar mentari yang hangat, tidak dapat menghangatkan tubuh Lula, keringat dingin menelusuri raganya, tangannya gemetar, detak jantungnya berdenyut sangat cepat seperti sehabis lari keliling lapangan tiga kali. Perlahan ia turun dari motor dan melangkahkan kakinya menuju ke halaman rumah.
Seorang Laki-laki terlihat sedang duduk di bangku yang ada di teras depan rumah sambil menghisap sebatang sigaret. Lula memperhatikannya dari jauh. Laki-laki itu kira-kira tingginya 180 cm dengan rambut cepak agak ikal, warna kulit sawo matang khas Indonesia, namun bibirnya terlihat agak gelap, mungkin karena dia ahli hisab, alias perokok berat.
Lumayan tampan, apakah dia benar-benar mau sama aku, batin Lula ragu.
Sadar akan kedatangan seseorang, Laki-laki itu seketika mematikan sebatang rokok yang dihisapnya dan melempar puntung rokok itu ke sembarang. Lula mendekati laki-laki itu dan mengulurkan tangannya.
"Hai, aku Lula!" sapa Lula canggung.
Santo membalas uluran tangan dari Lula.
"Darimana? Mas sampai dari jam sembilan kurang loh." jawab Santo.
Lula menautkan alisnya.
Apa? kok malah nanya darimana, tadi pagi yang minta dijemput karena takut nyasar memangnya siapa? batin Lula menggerutu.
"Masuk, yuk!" ajak Lula tanpa menjawab pertanyaan dari Santo.
Lula pergi meninggalkan Santo yang masih duduk di kursi yang ada di teras depan rumahnya. Di ruang tamu tengah duduk seorang wanita yang ditemani oleh Mak Kulsum, mungkin dia yang namanya Ayu kakaknya Santo.
"Assalamu 'alaikum," Lula mengucapkan salam saat memasuki pintu yang memang terbuka.
"Wa'alaikumussalam." jawab Mak Kulsum dan Ayu serempak.
Lula menyalami keduanya secara bergantian, kemudian duduk di samping Mak Kulsum. Sejenak mereka terdiam tidak tahu apa yang musti diomongin. Akhirnya Santo juga ikut masuk dan duduk di samping Ayu.
"Mak ke belakang dulu, ya! Kalian istirahatlah dan silahkan dinikmati teh dan cemilannya, pasti capek habis melakukan perjalanan jauh." pamit Mak Kulsum.
Suasana kembali hening, sementara Santo terus saja memandangi wajah Lula tanpa berpaling membuat Lula tersipu, Lula memainkan jari-jemarinya dan terkadang memegangi hidungnya, pandangannya lebih sering diarahkan ke bawah meja, sesekali ia memandang kedua kakak beradik itu.
"Lula, kamu cantik, lebih cantik dari yang di foto." kata Ayu mengusir keheningan.
Mungkin mata Mbak Ayu perlu diperiksa ke dokter mata.
"Ah, Mbak berkebihan," sahut Lula tersipu."Mbak Ayu juga cantik." tambahnya."Oh ya, Mas Santo bilang mau kirim foto juga, mana? kok nggak nyampe-nyampe." tanya Lula menagih janji.
"Niat Mas mau tak kasih kamu langsung hari ini, tadi udah tak bawa tapi sampai disini kok nggak ada." jawab Santo.
Lula memang pernah mengirim foto ukuran poscart seperti yang diminta Santo, karena hpnya tidak bisa untuk mengirim foto. Tapi semenjak hpnya kecelup air saat pulang kuliah waktu itu, terpaksa ia harus membeli hp lagi, lumayan sekarang hp yang ia miliki sudah ada kamera dan micro SD cardnya.
Ia bisa membeli hp lagi karena kebetulan Bantuan Khusus Guru (BKG) bagi guru Wiyata Bhakti yang telah cair satu semester. Uang yang tadinya mau ia pakai untuk membayar biaya kuliah dengan terpaksa ia gunakan untuk membeli hp.
Santo bangkit dari duduknya berjalan menghampiri Lula kemudian ia duduk di samping Lula, membuat Lula semakin terasa kaku, jantungnya kembali berdebar-deb. Santo meraih tangan Kiri Lula menggenggamnya dan mengelus-elus punggung tangan itu.
"Kok aku bisa dapet yang putih kaya gini ya." Tanya Santo pada dirinya sendiri membuat Lula merasa tersandung, tersenyum dan semakin menunduk, eh tersanjung.
"Kamu juga dulu putih nto, tapi sekarang kok jadi hitam gitu, mungkin karena kamu banyak merokok itu nto." celetuk Ayu, namun Santo tidak menyahutinya.
"Lula, apakah setelah melihatku Kamu mau menjadi calon istriku?" tanya Santo.
Apa? kenapa pertanyaannya to the point gitu sih, aku meti jawab apa. Batin Lula.
"Emmm maaf Mas, aku tidak bisa," jawab Lula
"Hah...apa Lula? Setelah jauh-jauh aku kesini kamu menolakku. Kenapa Lula? Apa aku kurang tampan untukmu?" ucap Santo pesimis dengan segerombol pertanyaannya.
"Emm tidak-tidak, bukan begitu. maksudku..
aku tidak bisa, menolaknys" jawab Lula cengengesan, dasar Lula.
"Oo..kirain kamu nggak suka sama mas." ucap Santo tersenyum.
"Lula," panggil Santo pelan masih tetap memegang tangan Lula dan memainjan jari-jarinya.
"Iya," sahut Lula menoleh.
"Jarimu," ucap Santo tertahan.
"Jariku kenapa?" tanya Lula penasaran.
"Jarimu...jempol semua, buahaha.." jawab Santo tertawa
"Asem." gerutu Lula.
"Satu sama, kita seri." seru Santo.
"Katanya Mas dari orok sampai SMA besar di Jakarta, tapi kok dialeknya ngapak juga." ejek Lula.
"Memang Mas dari kecil sampai SMA di Jakarta, tepatnya di Cakung, Kamu tahu nggak Cakung?" jawab Santo.
"Capung? mana aku tahu, wong aku belum pernah menginjakkan kaki di Jakarta." Jawab Lula.
"Cakung bukan Capung, Cakung itu masuknya wilayah Jakarta Timur. Kami tinggal di Asrama, karena bapakku TNI AD." terang Santo.
Baru tinggal di Jakarta saja sombongnya bukan main, di novel-novel bahkan besar dan tinggal di Luar negeri tidak sombong. Apalagi yang dia sombongkan? bapaknya TNI AD, dia sendiri ketua RT trus apa hebatnya ketua RT. gerutu Lula dalam hati.
Mereka menghabiskan waktu dengan bercanda. Hingga waktu dzuhurpun tiba, Lula mengajak mereka berdua untuk sholat.
"Ayo sholat, Mas Santo, Mbak Ayu!" ajak Lula. "Mau Sholat di mushola atau di rumah aja?" tanya Lula kemudian.
"Di rumah saja, Lula," jawab Ayu."Kamu mau sholat di rumah atau di mushola to?" tanya Ayu pada Santo.
"Di rumah saja, Mbak." jawab Santo.
"Tapi kalau di rumah nggak bisa berjamaah, tempat sholatnya sempit, jadi kalian dulu saja ya! tempat wudlunya ada di kamar mandi di belakang." terang Lula
"Kamu duluan saja Lula, Mbak nanti saja terakhir." suruh Ayu.
"Iya Lula, mas nanti saja masih capak pengen istirahat, " Santo hingga ikut-ikutan seperti Ayu.
"Yaudah aku sholat dulu ya, Mas, Mbak!" pamit Lula.
Lula beranjak dari kursi yang ia duduki melangkah menuju kebelakang meninggalkan mereka berdua di ruang tamu. Lula mengambil sandal jepit didepan mushola kecil rumahnya, menyangkingnya dan berjakan menuju ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Lula menyalakan kran air dan membasuh anggota badannya dengan khusyu', sesaat kemudian ia keluar dari kamar mandi dan berhenti sejenak untuk membaca doa setelah wudlu. Lula kembali melangkah ke tempat sholat dan melaksanakan sholat Dzuhur di sana.
Usai melaksanakan shalat, Lula pergi ke dapur menghampiri Mak Kulsum untuk membantu mempersiapkan makan siang. Makan siang ini dihidangkan dengan menu ala kadarnya. Ada tempe goreng, ayam goreng, sambal terasi, sayur asam serta lalapan.
Setelah semua tertata rapi di meja makan Lula lantas berjalan menuju ke ruang tamu hendak memanggil Ayu dan Santo untuk makan siang.
"Mbak Ayu, Mas Santo, makan siangnya mau dibawa kesini atau di meja makan saja?" tanya Lula pada Santo dan Ayu.
"Di meja makan saja, Lula." jawab Ayu.
"Kalau begitu ayo makan, Mbak, Mas!" ajak Lula.
Ayu bangun dari duduknya diikuti Santo, mereka berjalan menuju ke belakang dimana meja makan berada, Lula mengikuti di belakang mereka. Di meja makan hanya ada tiga bangu di situ karena meja itu berbentuk segiempat dan diletakkan berhimpitan dengan tembok untukmu menghemat ruang.
Lula duduk di sisi kiri meja, Ayu duduk di sebelah kanan meja, sementara Santo duduk di depan meja.
Lula mengambil piring, mengisinya dengan nasi dan lauk dan menyerahkannya pada Santo, baru ia mengambil untuk dirinya sendiri.
Usai makan Lula mengajak Santo ke kebun belakang rumah, disana ada sungai kecil mengalir. Matahari sedang terik-teriknya, mereka mencari tempat berteduh di bawah pohon rambutan yang sedang berbuah.
Lula mengambil sebilah pisau dari dapur untuk memetik dua lembar daun pisang yang batang pohonnya tidak terlalu tinggi, lalu meletakkan dua lembar daun pisang itu di bawah pohon rambutan.
Mereka lalu duduk diatas daun pisang sambil menikmati pemandangan dan gemericik air anak sungai yang tidak membosankan dipandang mata. Suasana nampak hening, hanya suara gemericik air yang mampu mengusir keheningan itu. Lula memulai pembicaraan.
"Mas,"
"Hmmm,"
"Apa Mas benar-benar suka sama aku?" tanya Lula memastikan.
"Iyalah, Mas beneran suka sama kamu Alula Sayang." jawab Santo.
"Kenapa?" tanya Lula lagi.
"Tidak tahu juga kenapa ya, pokoknya waktu pertama kali mas dapat balasan dari kamu itu mas sudah mulai suka sama kamu. Memangnya kenapa Kamu tanya seperti itu?" tanya Santo.
"Yah, pengen tahu saja, apa di Tegal sana nggak ada orang yang Mas sukai?" tanya Lula lagi.
"Yang suka sama mas ada, tapi mas nggak suka sama dia." jawab Santo.
Santo menhadapkan tubuhnya ke tubuh Lula, ia kemudian meraih dan menggenggam tangan Lula.
"Lula, aku cinta sama kamu, dan mencintai seseorang itu tak harus punya alasan kan?" jelas Santo.
Lula menatap mata Santo untuk mencari kebohongan di sana, namun Lula tidak menemukannya di sana. Dalam hati Lula merasa bahagia, ternyata masih ada orang yang mencintainya dan mau menerima dua apa adanya.
"Kita sudah sama-sama dewasa Lula, bukan waktunya untuk bermain-main, kalau Mas mau bermain-main ngapain harus jauh-jauh sampai ke sini," terang Santo lagi." ngapain juga Mas ke sini bareng sama Mbak Ayu keluarga Mas." tambahnya.
"Iya aku percaya," ucap Lula. "Tapi aku masih penasaran, ada nomor asing juga yang selalu SMS ke nomor handphoneku, dari bahasanya tulisannya sama persis kaya tulisan Mas, dia bilang namanya Fajar ngakunya orang Comal Pemalang." terang Lula. "Apa itu nomor Mas juga? Mas mau ngerjain aku?" tanyanya kemudian.
"Ya ampun, Lula, hp mas cuma satu dan slot kartu perdananya juga cuma satu, lagian ngapain Mas ngejain Kamu? Mas itu udah capek seharian kerja, nggak punya waktu buat ngerjain orang." ujar Santo menjelaskan.
"Siapa tau pake hapenya Mbak Ayu," celetuk Lula.
"Astaghfirullahal'adzim.. nanti kamu tanya sendiri deh sama Mbak Ayu kalo kamu nggak percaya." ucap Santo frustrasi.
"Baiklah, nanti aku tanya sama Mbak Ayu." kata Lula Akhirnya.
"Kamu kapan mau main ke rumah mas?" tanya Santo.
"Nunggu liburan lagi ya, Mas!" jawab Lula. " Memang di Tegal ada obyek wisata apa saja?" tanta Lula.
"Memang di Tegal ada tempat hiburan apa saja?" Lula malah bertanya.
"Ada Pantai indah Purwahamba, PAI, Waduk Cacaban, Pemandian air panas Guci dan lain-lain." jawab Santo.
"Kalau ke Purwahamba sama ke guci sih aku sudah pernah ke sana, biasanya kalau Megengan (hari terakhir di bulan Sya'ban) atau liburan suka ada rombongan pakai elsafet ke sana." jelas Lula. "Terus tadi PAI itu apa?" tanyanya lagi.
"PAI itu Pantai Alam Indah," jawab Santo singkat," Kamu belum pernah ke PAI? nanti kalau kamu ke Tegal mas ajak ke PAI deh." imbuhnya.
"Ke Waduk Cacaban juga belum pernah, pas nikahan tetanggaku yang dapat orang sana aku nggak ikut mengiringnya karena waktu itu pas ada jadwal kuliah, cuma dengar dari tetangga kalau pemandangan di sana indah." papar Lula.
"Yaudah nanti mas ajak ke Waduk Cacaban juga, kalau perlu keliling Kota Tegal." janji Santo.
"Mas mau rambutan nggak?" tanya Lula
"Mas bisa metik sendiri kok." jawab Santo yang kemudian berdiri, kedua tangannya menangkap pohon rambutan hendak memanjatnya.
"Jangan!" cegah Lula.
"Kenapa, Kamu meragukan kemampuan mas?" tanya Santo menoleh ke arah Lula.
"Bukan begitu," jawab Lula. Lula kemudian berdiri dan melangkah menghampiri Santo, kedua tangannya menangkup kedua pipi Santo. "Mungkin aku ini terlalu pencemburu, bahkan meskipun hanya pada seekor semut. Aku tidak mau calon suamiku yang tampan ini diserang dan digerayangi kawanan semut rangrang genit yang ada di atas sana," ucap Lula yang tak mampu menahan tawanya. "Sebentar aku carikan galah " tambahnya dengan masih tersisa tawa.
"Dasar bucin!" seru Santo.
Lula beranjak menuju ke samping rumah, ke tempat biasanya galah di simpan. Santopun kembali ke tempatnya semula duduk di atas daun pisang.
Lula kembali dengan menenteng sebatang galah bambu, ia kemudian mengamati buah rambutan mana yang sudah bisa di makan, dan kemudian memetik beberapa tangkai untuk di makan bersama.
Mereka menikmati buah rambutan sambil sesekali diselingi dengan senda gurau. Kadang juga mereka bermain tebak tebakan.
"Lula, Kamu tahu nggak rambutan apa yang kalau dimakan berbahaya?" tanya Santo.
"Kalo sampai ketelan sama bijinya ya bahaya." jawab Lula.
"Salah," tegas Santo."Yang lain lagi!" ujarnya.
"kalau kemakan kulitnya mungkin, kulitnya kan mengandung racun." jawab Lula.
"Salah juga," tukas Santo.
"Terus apa donk?" tanya Lula mengalah, karena Lula yakin kalau jawabannya benar.
"Rambutan berbahaya kalau dimakan ditengah jalan tol" jawab Santo.
"Garing banget, tapi kalau ketelen sama bijinya juga bahaya tahu," ujar Lula tak mau kalah. "Anak temanku ada kok yang sampai meninggal gara-gara nelan rambutan, anak itu cewek masih beusia tiga tahun, dia nelan rambutan yang sudah dikupas kulitnya pas orang tuanya lengah, dia tersedak, orang tuanya panik lalu dia dibawa ke rumah sakit. Tapi sampai di rumah sakit nyawanya sudah tidak tertolong, ternyata buah rambutan itu masuk ke saluran pernapasannya." papar Lula.
"Orang tuanya pasti kehilangan banget ya!" ucap Santo.
"Iya, apalagi anaknya baru satu yang meninggal itu, tapi apa mau dikata, semua sudah kehendak Yang Maha Kuasa, rambutan itu hanya perantara" sahut Lula.
Kira-kira pukul lima sore akhirnya Santo dan Ayu pamit undur diri untuk pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Zaza ira
thor jiwa jomblo ku meronta2. 😅😅🤣🤣
2021-02-07
1
⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔 𝑵𝒂𝒚𝒍𝒂 𝑨𝒊𝒔
Sambung setoran kak, masih nyicil.
2021-01-06
1
Maryam
Pake gaya othor
Lanjuuut
2020-10-19
0