"Selesai" serunya. Faizah kemudian merapikan alat-alat tulisnya yang berantakan dan memasukkannya ke dalam tas. "ayo, Mbak!" ajaknya.
Lula menjawab dengan anggukan, Lalu berdiri dan melangkahkan kakinya beriringan meninggalkan kelas menuju ke parkiran kendaraan.
Terlihat Faizah merogoh ponselnya dan menelpon seseorang.
"Mif, aku sudah selesai ini, kamu di mana sekarang?" tanya Faizah pada seseorang.
"Oh ya, Mbak. Aku lagi di depan pasar Banyuurip. Ibuku minta dibelikan gethuk kinco sama gemplong siram santan." Jawab Miftah dari ujung sana.
"Wah enak tuh, kalau begitu talangi aku dua porsi ya, Mif! aku sama Mbak Lula, tolong nanti dibawa langsung ke tempat Mbak Zubaidah ya, Mif! kita ketemu di sana." pinta Faizah.
"Oke Mbak, assiaap" jawab Miftah.
Kendaraan bebek yang ditumpangi kedua perempuan itu melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota itu yang memang terkenal semprawut ketika melewati di depan pasar.
"Mbak Lula, nanti aku mau mampir di dua tempat, nggak apa-apa kan?" tanya Faizah pada Lula saat dalam perjalanan.
"Nggak apa-apa Mbak, masih siang juga. Memangnya mau mampir kemana?"
"Aku mau mampir ke tukang jamu langganan ku, terus ke rumah temanku ada sesuatu yang harus ku sampaikan" jawab Faizah menjelaskan.
"Iya nggak apa-apa." Lula menegaskan.
Lula dan Faizah memang seumuran, tetapi rasanya canggung untuk memanggil namanya saja tanpa embel-embel. Faizah baru saja menyelesaikan masa nifasnya setelah melahirkan, tetapi dia masih menjaga tubuhnya dengan mengkonsumsi jamu tradisional.
Motor yang mereka kendarai memasuki gang di sebelah kiri jalan, sekitar jarak 100 meter motorpun berhenti di depan rumah sederhana bercat krem dan jendela berwarna coklat yang menghadap ke selatan, di samping rumah itu terdapat lapangan bulu tangkis.
Lula turun dari boncengan, Faizah memarkirkan kendaraannya di sisi jalan. Mereka melangkahkan kakinya menuju ke pintu teras rumah, Lula menghempaskan pantatnya di sebuah kursi rotan yang ada di depan jendela sementara Faizah mengetuk pintu seraya mengucap salam.
"Assalamu 'alaikum"
Terdengar sahutan dari dalam rumah
"Wa'alaikumussalam"
Perempuan di dalam rumah melangkah mendekat ke arah pintu lalu membukanya.
ceklek derit...
"Silahkan masuk, Mbak! Silahkan duduk!" ajak perempuan itu.
Faizah melangkah masuk dan duduk di kursi tamu, Lulapun mengikuti Faizah lalu duduk di sampingnya.
"Mbak Izzah minum jamu apa?" tanya Lula penasaran.
"Jamu manjakani" jawab Faizah.
Lula mengerutkan keningnya."Apa itu?"
"Hmm..itu jamu untuk mengatasi keputihan hingga menstimulasi kontraksi otot ******. Tak hanya itu, manjakani juga disebut bisa mengembalikan elastisitas rahim setelah melahirkan atau jamu sari rapet." terang Faizah."Mbak Lula Mau?" tanyanya kemudian.
Lula menggedikan bahunya," ihh...enggak ah, takut rapet, re" jawabnya.
Mereka tergelak tawa berjamaah.
Dari dalam terlihat Mbak Zubaidah membawa nampan yang diatasnya ada lima gelas, Banyak bener? satu gelas jamu, satu gelas leghen, satu gelas air putih dan dua gelas teh manis.
Terdengar suara motor berhenti di depan rumah, Lula mengintip dari balik jendela. Ternyata Miftah yang baru datang dengan membawa tas kresek di tangan kanannya, Miftah melangkah mendekat menuju pintu masuk.
"Assalamu 'alaikum"
"Wa'alaikumusalam"
Miftah duduk di kursi yang kosong dan meletakkan kantong kresek yang dibawanya di atas meja langsung meneguk teh manis yang ada di meja.
"Antrine Masya Allah, Mbak." ujarnya sambil mengipasi mukanya dengan ujung kerudungnya.
"Main teguk aja, yang disini duluan juga belum minum." ucap Lula sewot.
"Maaf, Mbak Lula, ngelak banget e" jawab Miftah.
Faizah meminum jamunya sekali tegukan, Lula memandangnya malah memencet hidungnya sendiri, memang Lula nggak suka minum jamu. kecual jamu kunyit asam yang dibuatnya sendiri.
Mereka keluar setelah urusan selesai.
"Mbak Izah, aku langsung pulang saja ya!" ujar Miftah.
"Ya, makasih, Mif!" jawab Faizah.
"Sama-sama, Mbak." jawab Miftah yang langsung melajukan motornya meninggalkan dua wanita sebaya itu.
Faizah dan Lula melanjutkan perjalanannnya, sesuai rencananya Faizah kembali berhenti di depan rumah di sisi kiri jalan raya. Rumah tradisional model Joglo khas Jawa Tengah.
Lula memperhatikan sesekelilingnya, adem walaupun tidak banyak tanaman. Di depan rumah ada pohon mangga Arum manis yang sudah tua dan besar dan di bawah pohon mangga itu terdapat resban yang terbuat dari bambu.
"Mbak Lula duduk tunggu di sini saja ya, aku cuma mau ngasih flashdisk ini saja kok" Kata Faizah menunjukkan sebuah benda kecil di tangannya.
Lula menghampiri resban itu dan duduk di sana. Faizah mengetuk pintu seraya mengucap salam, terdengar jawaban dari dalam. Seorang wanita sebaya dengannya nampak keluar membukakan pintu.
"Masuk Bu Izah!" ajak wanita itu.
"Makasih Mbak Tutik, sudah sore. Kasihan teman saya nanti kemaleman pulangnya" tolak Faizah."Ini flashdisknya, Mbak" tambahnya sambil menyerahkan flash disk yang dari tadi sudah dipegang." Kami permisi, Mbak!"
"Iya, Mbak. Hati-hati di jalan!"
Merekapun meninggalkan tempat itu menuju ke pasar KDW. Lima menit kemudian mereka telah sampai di pasar KDW.
"Turun di mana, Mbak?" tanya Faizah.
"Depan warung sate aja, Mbak." jawab Lula.
"Eh, itu Bu Sri masih di sini." ujar Faizah.
"Eh iya, bareng Bu Sri aja, Mbak Izah." sahut Lula.
Faizah menghentikan sepeda motornya, Lula turun dan berjalan melangkah menghampiri Bu Sri. Faizah melajukan motornya meninggalkan tempat itu.
"Dari tadi belum ada angkot, Bu?" tanya Lula pada Bu Sri.
"Belum, njenengan darimana kok baru sampai? tanya Bu Sri balik.
"Tadi diajak Mbak Izah mampir di rumah temannya. jawab Lula.
Tiba-tiba Lula teringat sesuatu,"Astaghfirullah al'adzim" serunya.
"Kenapa?" tanya Bu Sri.
"Tadi siang kan aku lewat pasar trus beli buah Menteng setengah kilo," sahutnya."terus aku mampir di masjid, kok bisa lupa ya." tambahnya sambil menepok jidat.
"Ayo kita ke masjid saja, sudah mau Maghrib ini!" ajak Bu Sri.
"Ayo" sahut Lula.
Mereka melangkahkan kaki menyusuri jalan di sebelah pasar menuju ke masjid yang terletak di sebelah barat pasar KDW, lima menit kemudian mereka telah sampai di masjid.
"Duh pengen mandi aku, Bu." ucap Lula sesampai di masjid.
Lula duduk di teras masjid, ia lalu melepas sepatu dan kaos kakinya. Ternyata kalau Maghrib masjid ini sangat ramai bahkan jamaah sampai di teras, mau wudlu saja antrinya Masya Allah, apalagi kamar kecilnya cuma satu.
Lula masih saja betah di tempat duduknya di teras masjid itu sambil memencet-mencet ponsel di tangan kanannya mengetik pesan, sesekali matanya melirik ke tempat wudlu wanita.
Bu Sri yang sudah ikut mengantri di tempat wudlu nampak masih berdiri menyandarkan punggungnya di tembok depan tempat wudlu. sesekali dia memegangi bagian bawah perutnya seperti menahan sesuatu.
"Bu Lula, kenapa masih disitu? maghribnya udah mau habis ini." seru Bu Sri yang keluar dari tempat wudlu.
"Santailah, Bu, aku kan belum suci." jawab Lula.
"Lah, tadi siang mampir di masjid ini ngapain?" tanya Bu Sri.
"Numpang pipis, hehehe..." jawab Lula.
Setelah orang-orang terlihat berkurang, Lula menyimpan ponselnya di saku kanan celananya, Lula lalu beranjak dari tempat duduknya berjalan menuju kamar kecil di belakang tempat wudlu wanita.
Lula masuk kedalam kamar kecil itu dan menutup pintunya, ruangan yang berukuran 1 x 1 meter, di dalamnya hanya ada kran air, gayung dan bak air dari ember bekas kemasan cat tembok 20 kg.
Ruangan itu tampak gelap karena lampu di ruangan itu kebetulan sedang mati, tiba-tiba ponselnya bergetar. "Uzur," lirihnya.
"Ya, Zur?"
"Aku sudah di sebelah selatan masjid, Mbak." jawab Uzur.
"Iya, tunggu disitu sebentar, ya!" pinta Lula.
Lula menggunakan lampu senter ponselnya sebagai penerang, ketika ia hendak mengambil air untuk bersih-bersih, tangannya reflek, ia lupa kalau yang dia pegang ponsel bukan gayung.
"Aduh..." pekiknya.
Tiba-tiba gelap karena lampu senter dari ponselnya mati sesaat setelah tercelup air.
Akhirnya ia menyelesaikannya dengan meraba-raba.
Lula keluar dari kamar kecil mejuju ke teras, memakai sepatunya kembali lalu berjalan ke sebelah selatan masjid mencari keberadaan Izur.
"Tunggu Bu Sri bentar, Zur! dia masih sholat, kasihan dah malem nggak ada angkot." ujar Lula pada Izur.
"Iya, Mbak."
Izur menjawab tanpa menoleh, ia masih sibuk dengan ponselnya.
Tidak lama kemudian Bu Sri keluar dari masjid dan berjalan menghampiri mereka.
"Bu, mau bontong dengan kami?" tanya Lula pada Bu Sri. "Ayo, Bu! mungkin sudah tidak ada angkot." imbuhnya.
"Memangnya nggak apa-apa kalau bontong, Mas Izur?" tanya Bu Sri.
"Mboten nopo-nopo, Bu. Monggo!" jawab Izur.
Akhirnya mereka bertiga pulang dengan berbocengan satu motor.
🌸🌸🌸🌸🌸
Menikah merupakan dambaan setiap manusia, begitu pula bagi Lula. Di saat teman-teman seangkatan di kampungnya sudah menggendong anak bahkan ada yang sudah mempunyai cucu, sedangkan dia masih berusaha mencari pasangan hidup.
Jalani hidup ini apa adanya, prinsip inilah yang sekarang dipegang oleh Lula, malang tak dapat diraih untung tak dapat ditolak, semua sudah digariskan oleh "Sing Ngecat Lombok" ( yang mewarnai cabe) kata orang tua. semua sudah tertulis di Lauhul Mahfudz.
Meskipun kadang omongan para tetangga walaupun benar tetapi lebih pedas daripada lombok, telan saja apa yang mereka omongkan, masuk kuping kiri keluar kuping kanan, anggap saja radio bodol.
Nggak usah ngoyo dalam menjalani hidup, kalau ada ya dinikmati kalau tidak ada ya mau bagaimana lagi, yang penting kita sudah berusaha, hasilnya kita pasrahkan kepada Yang Maha Kuasa.
Kehadiran Santo di hari-hari Lula sedikit menghibur walaupun hanya lewat layang sworo, itu sudah membuat Lula tidak nyenyak tidur, tiap malam begadang membayangkan bertemu dengan Santo hingga nafsu makannya berkurang dan sekarang banyak baju-bajunya yang agak longgar.
Hari ini bertepatan dengan hari libur nasional, hari yang dijanjikan oleh Santo untuk berkunjung ke kediaman Lula dan keluarganya. Santo berangkat dari Tegal dengan mengendarai kendaraan roda dua berboncengan dengan kakaknya Ayu.
"Aku tunggu di depan Megacentre ya, Mas!" Ucap Lula saat di telfon tadi pagi.
"Oke, Say" Jawab Santo di ujung telfon
Perjalanan dari Tegal ke Pekalongan memakan waktu dua jam jika ditempuh dengan kendaraan roda dua. Saat ditelfon tadi pagi Santo minta dijemput di Pekalongan Kota, takutnya dia nyasar mengingat tempat tinggal Lula yang berada di pelosok kampung.
"Aku tunggu di depan Megacentre ya, Mas!" Ucap Lula saat di telfon tadi pagi.
"Oke, Say. Sampai nanti,ya! kalau sudah sampai nanti Mas telfon" Jawab Santo di ujung telfon.
Santo dan Ayu berangkat dari rumahnya sekitar pukul tujuh pagi, mungkin sampai di Pekalongan kira-kira pukul sembilan. Pukul setengah sembilan Lula diantar Izur berangkat ke Pekalongan Kota untuk menjemput Santo.
Lula menunggu di supermarket Megacentre . Hingga pukul sembilan pagi namun belum ada kabar dari Santo, Lula memutuskan masuk ke dalam supermarket tersebut.
"Zur, kita masuk saja yuk! nanti kalau mereka sampai di sini katanya mau telfon." ajak Lula kepada Izur.
"Iya, Mbak. Ke toko buku saja yuk!" ajak Izur balik.
Lula dan Izur melihat-lihat buku di toko buku, mungkin saja ada buku yang memang ia butuhkan. Akhirnya ponselnya berdering juga.
"Halo," sapa Lula.
"Halo Lula, kamu dimana?mas sudah sampai rumah kamu nih." jawab suara diujung telpon.
"Apa? sudah sampai, kenapa nggah kasih kabar? aku disini nunggu Mas dari tadi." jawab Lula.
"Tadi Mas tanya-tanya sama orang yang Mas temui, maaf. cepat pulang ya!" pinta Santo.
"Yaudah, aku segera pulang. sampai nanti!" Lula mengakhiri panggilan telfon.
Lula mencari adiknya Izur yang sedang melihat-lihat buku-buku yang dijual di toko buku tersebut. Akhirnya Lula menemukan Izur dan mengajaknya untuk pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Zaza ira
aku mampir kk
2021-01-24
1
Maryam
Keren
2020-10-19
0
Sasa (fb. Sasa Sungkar)
aq lanjut dr sini ka
2020-10-09
1