Melangkah di bebatuan
Tergores kerikil tajam tak bertuan
Membekas luka di kaki tak terobati
Tak ada pilihan selain terus melangkah
Walau Sungguh sulit tuk dimengerti
Mendaki bukit terjal
Dengan tepian bergerigi kasar
Tergelincir karena emosi
Hadirkan kekosongan didalam hati
Bingung mau berbuat apa
Tak ada ide ataupun inovasi
Semua serasa gelap dan sempit
Suara hati kian meronta-ronta
Memompa untuk terus melangkah
Walau berat tuk dijalani
Keingingan untuk bertahan
Terus berkobar penuh semangat
Jalani saja hari demi hari
Biarkan sang waktu berikan hasil
Dikemudian hari
Tuhan tidak pernah ingkar janji
Rezeki pasti datang tak tertukar
Bagi mereka yang mencari
Bukan untuk mereka yang berdiam diri
by NN
🌸🌸🌸🌸🌸
Sepulang dari Tegal perasaan Lula berkecamuk,
Apa yang terjadi dengan hidupku, apa yang terjadi dengan perasaanku,
rasanya masih gamang,
perasaanku ambyar.
Cinta, kadang tak dapat dimengerti,
apakah ini yang disebut cinta,
ataukah ini kulakukan hanya karena terpaksa,
agar aku segera pensiun dari statusku sebagai perawan tua,
aku hanya menjalaninya.
Apakah perasaanku terhadap Santo itu cinta, setidaknya aku bisa melupakan Rohan,
meski mungkin cinta Rohan lebih besar daripada Santo, tapi pantang bagiku mengemis untuk kedua kalinya.
-----
Nanti malam adalah acara Sangsangan Nia.
Di MI saat istirahat, Lula mendapat teguran dari Bapak Kepala Madrasah,
"Bu Lula!" panggil Pak Djuki sang Kamad yang
ruangannya hanya dibatasi sketsel.
"Iya, Pak!" sahut Lula, iapun berjalan mendekat.
"Laporan ujian sudah jadi belum?" tanya Pak Djuki. "Sudah diminta sama UPT Dindikbud(sekarang Korwil)." imbuhnya.
"Sudah, Pak! Tinggal memfotokopi dan jilid saja, rencananya nanti pulang dari sini mau tak fotokopi, Pak!" jawab Lula.
"Oke, nanti kalau sudah dijilid dan distempel, Bu Lula serahkan sama Mbak Santi UPT satu ya!" suruh Pak Kamad.
"Baik, Pak!" sahut Lula. "Apa masih ada lagi, Pak?" tanyanya kemudian.
"Itu saja, Bu Lula boleh kembali ke tempat duduk Ibu." ujar Pak Kamad.
"Terimakasih, Pak!" sahut Lula. Lula kembali ke tempat duduknya.
"Pak Hardi, nanti pulang lewat mana?" menoleh ke arah Pak Hardi.
"Lewat manapun bisa, kenapa? mau mbonceng?" tanya Pak Hardi. "Akan kuantarkan kemanapun kamu pergi, Bu Lula!" candanya.
"Weleh gombal, malamnya aku harus siap-siap dapat ultimatum dari Karti, hahaha.." Lula menggeleng-gelengkan kepalanya.
"hehehe, Sukarti dilawan," bangganya Pak Hardi sama sang istri.
"Wkkkk..Sukarti, sukar dimengerti hahahaha..." celetuk Pak Yahya.
"Sukarti, Suka cita dan penuh arti, hahaha.." Pak Hardi tidak mau kalah. Iapun berlalu pergi meninggalkan mereka yang berkelakar ria, menjalankan tugasnya membimbing siswa melaksanakan sholat Dhuha.
"Bukan, Sukarti kuwi ngeSuk-ngeSuk nek Arep Tidur." Bu Sri menimpali.
"Wah, kalau itu sih bukan cuma Sukarti, Sri Rosa(maksudnya Kuat) juga, wkkkkk..." celetuk Lula sambil menulis tabungan siswa. "Makanya anaknya banyak." tambahnya.
Tiba-tiba ponsel Lula bergetar, ada panggilan masuk dari adiknya, Nia.
"Assalamualaikum," sapa Lula.
"Mbak Lula, nanti pulang ngajar tolong ke pasar ya, belikan semangka sama jeruk." ucap Nia nerocos dinujung telpon.
"Nih anak kebiasaan deh nggak jawab salam." gerutu Lula.
"Eh lupa, wa'alaikumussalam, Kakakku yang cantik!" jawab Nia. "Tadi Mak e dah belanja, tapi mau beli buah belanjaannya dah banyak banget. Jadi nanti Mbak Lula yang beli Semangka sama jeruk ya, Mbak!" pinta Nia.
"Berapa beli semangka sama jeruknya?" tanya Lula.
"Semangkanya 2 buah yang besar, kalau yang kecil dua atau tiga buah. Jeruknya 6 kilo ya, Mbak!" jawab Nia.
"Udah, itu aja?" tanys Lula lagi.
"Udah, Mbak."
"Oke, Mbak tutup telponnya ya? Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam." jawab Nia.
Lula mengakhiri panggilan dan menaruh ponselnya di meja.
"Mau ada acara apa, Bu? kok beli semangka sama jeruk banyak." tanya Bu Sri penasaran.
"Mau ada tamu nanti malam." jawab Lula.
"Tamunya siapa, Bu? Njenengan?" tanya Pak Yahya.
"Bukan, adikku Nia." jawab Lula.
"Wah, maju dua langkah donk Nia, Mbak!" Lutfia menimpali.
"Iya tuh, Kakinya kepanjangan mungkin. hehe..." Lula bercanda.
"Tamu orang mana, Bu?" tanya Pak Yahya.
"Dari Siwawar Legokgunung Wonopringgo." Jawab Lula.
🌸🌸🌸🌸🌸
Jam kerja usai,
"Ayo, Bu Lula! cepetan dah ketinggalan nih, aku mau latihan badminton!" seru Pak Hardi yang sudah bertengger di atas motornya di depan kantor.
"Kebiasaan dech nyepet-nyepet." sahut Lula.
Lula menyambar ponselnya yang dari tadi tergeletak di meja dan memasukkan nya ke gandalam tas miliknya. Dengan setengah berlari ia menghampiri Pak Hardi dan langsung naik ke atas boncengan.
"Untung diingetin," ucap Lula.
"Sudah?" tanya Pak Hardi.
"Belum lah, Pak! Kalau sudah mah sudah turun aku." sahut Lula.
"Ada yang ketinggalan atau nggak?":tanya Pak Hardi lagi.
Lula mengingat-ingat sesuatu,
"Astaghfirullah al'adzim, Laporan ujian!" seru Lula.
Ia langsung melompat turun dari boncengan dan berlari kembali ke kantor mengimbil berkas laporan ujian yang sudah dimasukkan ke dalam plastik kresek di atas mejanya.
Sesegera mungkin ia kembali duduk di belakag Pak Hardi.
"Sudah kan, nggak ada yang ketinggalan lagi?" tanya Pak Hardi lagi memastikan.
"Sudah, Pak!" sahut Lula.
Pak Hardi segera menjalankan motornya meninggalkan gedung MI.
"Gimana hubungan Njenengan sama Slamet atau siapa Bu, wong Tegal itu?" tanya Pak Hardi saat dalam perjalanan.
"Santo, Pak. Slamet itu nama bapaknya." sahut Lula.
"Ah, iya. Bagaimana kekanjutannya?" tanya Pak Hardi.
"Nggak gimana-gimana." jawab Lula bimbang.
"Kok gitu?"
"Nggak taulah, Pak. Aku masih bingung, kan baru ketemu dua kali, biarlah mengalir seperti air." jawab Lula ambigu.
"Mau diantar kemana, Bu?" tanya Pak Hardi setelah mereka hampir sampai area pasar.
"Ke Fotokopian yang ada di depan terminal saja, Pak!" sahut Lula.
"Oke... Sampai.." ucap Pak Hardi setelah sampai di tempat yang Lula maksud.
Lulapun turun," Terimakasih, Pak!" ucap Lula.
"Sama-sama," berlalu pergi.
Lula melangkah mendekati Kios fotokopian dan percetakan, masih ngantri, Lula menunggu pegawai fotokopi ada waktu jeda, akhirnya salah satu pegawai cewek menyapanya.
"Ya, Bu! Ada yang bisa dibantu?" tanya pegawai tersebut.
"Ini tolong difotokopi dan dijilid ya, Mbak!" pinta Lula sembari menyodorkan berkas yang dibawanya.
"Mau pakai cover warna apa, Bu?" tanya pegawai itu lagi.
"Covernya warna hijau muda, Mbak!" sahut Lula.
Si pegawai tersebut mengambil contoh warna kertas buffalo. "Yang mana, Bu?" tanyanya sambil menyodorkan kertas itu kepada Lula.
"Yang ini, Mbak!" menunjuk selembar kertas."ini tak tinggal ya, Mbak. Tak ambil besok pagi." pinta Lula.
"Iya, Bu. Siap!" jawab si pegawai.
Lula meninggalkan kios fotokopi dan melangkah menghampiri kios penjual buah yang berada tidak jauh dari kios fotokopi tersebut.
Lula membeli buah sesuai permintaan Nia, setelah itu ia menelpon Wo Roji untuk meminta diantar pulang. Lula mencari nomor kontak Wo Roji kemudian menekan tombol panggil, Terdengar salam di ujung telpon.
"Wa'alaikumussalam, Wo. Bisa antar aku pulang nggak, Wo?" tanya Lula.
"Bisa, kamu dimana?" tanya Wo Roji.
"Di kios buah depan terminal, Wo." jawab Lula.
"Baiklah, tunggu si Wo disitu!" pinta Wo Roji.
"Iya, Wo." jawab Lula, ia langsung menutup panggilan dan menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas
Tak lama kemudian datanglah Wo Roji menghampiri Lula, ia menerima plastik kresek besar yg diulurkan oleh Lula dan meletakkannya di bagian depan motornya. Lulapun naik ke atas boncengan. Mereka berlalu meninggalkan tempat itu.
Sesampai di rumah setelan membayar ongkos ojek, Lula langsung menghambur ke kamarnya dan menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Ia nggak perduli di belakang para sanak famili sedang sibuk membuat makanan dan jajanan.
Biarkan saja Wo Roji yang membawa jeruk dan semangka itu ke belakang, ahh..lelah hayati.. Lulapun terlelap dalam mimpi.
Belum juga lima menit Lula tertidur, ada yang memanggil-manggilnya.
"Lula bangun!" Lek Badriyah menggoyang-goyangkan punggung Lula.
"Hmm..."
"Lula, heh, bikinin puding yang pake kotak-kotak merah hijau!" pinta Lek Badriyah
"Dikasih maizena, Lek yang putihnya." mata masih terpejam.
"Kamu yang bikin, ayo bangun!" seru Lek Badriyah.
"Lula lelah, Lek. Ngantuk juga, lek saja sih yang bikinin!" masih terpejam.
"Kamu mau pudingnya jadi hitam semua?" tanya Lek Badriyah. Memang bisa jadi hitam kalau warnanya kecampur.
"Ya Allah, memang nggak ada yang becus kalau nggak ada Lula." ucapnya PD membuka matanya yang masih merah. "Nggak bisa nanti sore ya, Lek?" tanyanya.
"Mumpung masing siang Lula, kalau sudah sore takutnya sampai nanti malam nggak mengeras agar-agarnya, lagian santannya sudah terlanjur diperas, takutnya asam kalau kelamaan." terang Lek Badriyah. "Udah ah, lek mau mengerjakan yang lain." Lek Badriyah keluar kamar.
Lula mencoba mengumpulkan nyawanya. Lalu melangkahkan kakinya menuju ke belakang untuk membuatkan puding. Sampai di dapur Iya duduk di bangku panjang sebentar, untuk menyandarkan kepala, lalu menghampiri kran air untuk membasuh muka.
"Bahan-bahan pudingnya mana, Lek?" tanya Lula.
"Diatas meja semua, Lula."
Lula menghampiri meja, menghitung jumlah bungkus tepung agar-agar yang akan dijadikan adonan. Ia mulai menakar santan dengan menggunakan gelas dan memasukannya ke dalam panci yang akan digunakan untuk merebus. Lalu menambahkan gula, tepung agar-agar dan tepung maizena ke dalam panci, jangan lupa kasih sedikit garam ya, Lula!
Lula mulai merebus adonan tersebut dan mengaduknya sampai mendidih.
"Ini kalau baru mendidih jangan langsung di tuang ke nampan, biar nggak nyampur warnanya, Lek!" ucap Lula. "Tunggu barang lima menit, lalu dituang ke nampan yang sudah diisi agar-agar warna-warni nya." lanjutnya.
Selesai membuat puding, Lula segera mandi karena Azan Ashar telah memanggil. Selesai sholat ia harus mengajar di TPQ.
🌸🌸🌸🌸🌸
Malam harinya semua ruangan sudah dibersihkan, kursipun sudah dipindah diganti dengan karpet dan tikar. Jajanan telah tertata rapi berjajar diatas tikar.
Nia sudah siap menyambut tamu dengan mengenakan kebaya warna pink dipadukan dengan bawahan rok A line warna pink motif bunga-bunga merah serta kerudung polos warna pink. Nia duduk di atas tikar bersandar di dinding ke pintu.
Tidak lama kemudian datanglah 3 mobil rombongan tamu utusan dari keluarga Arifin dengan membawa banyak sekali jajanan dan parcel. Kebiasaan setempat memang yang tunangan tidak ikut datang saat prosesi Sangsangan atau Talenan. Mereka memenuhi ruangan hingga ke belakang.
Lula menuangkan teh manis ke dalam gelas-gelas kecil, sementara yang lain mengedarkan gelas berisi teh manis tersebut ke hadapan para tamu.
"Mana ini yang mau disangsangi?" tanya seorang laki-laki paruh baya yang saat itu memegang sebuah kotak yang dibungkus kertas kado.
"Itu, pak. Yang pakai baju warna pink." Jawab Lek Cahyo yang berada di hadapan laki-laki paruh baya tersebut.
"Saya, Pak." jawab Nia.
"Namamu siapa?" tanya laki-laki itu.
"Husnia, Pak!" jawab Nia.
"Baiklah, langsung saja ya!" ucap laki-laki paruh baya tersebut. " Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarokaatuh!" ucapnya mewakili keluarga Arifin.
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarokaatuh." jawab semua yang hadir serempak.
"Puji syukur dumateng Allah Subhanahu wa ta'ala ingkang sampun maringi kinten-kinten kenikmatan dumateng kita sedaya sahingga ing dhalu punika kita saget kempal wonten ing griyanipun ibu sinten?" berhenti sejenak untuk bertanya.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya kepada kita sehingga pada malam ini kita dapat berkumpul di rumah ibu siapa?
"Ibu Kulsum, Pak." jawab Lek Chahyo.
"Griyanipun Ibu Kulsum kanthi mboten wonten alangan setunggal punapa, shalawat saha salam mugiya tetep katur dumateng panjenenganipun Nabi Agung Muhammad shalallahu alaihi wasallam, mugi-mugi kita sedaya saget angsal syafaatipun mbenjang ing dinten kiyamat, aamiin.."
Rumahnya Ibu Kulsum tanpa halangan suatu apapun, Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW. semoga kita semua mendapat syafa'atnya kelak di hari kiamat, aamiin....
"Jeneng kula Waryono, Kawula minangka wakil saking keluarganipun Bapak Suwarno kaliyan Ibu Sundusiyah ingkang kagungan putra inggih punika Zaenal Arifin. Bade ngaturaken Sangsangan utawi Talenan putra kawula ingkang nami Zaenal Arifin punika dumateng putrinipun Ibu Kulsum ingkang nami Husnia. Punapa saget dipun tampi, Mbak Husnia?" laki-laki yang bernama Waryono itu mengakhiri dengan pertanyaan kepada Nia.
Nama saya Waryono, Saya mewakili keluarga Bapak Suwarno dan Ibu Sundusiyah yang mempunyai putra bernama Zaenal Arifin, Mau menghaturkan Sangsangan atau Talenan putra kami yang bernama Zaenal Arifin tersebut kepada putri Ibu Kulsum yang bernama Husnia. Apakah bisa diterima, Mbak Husnia?
Nia diam tidak tahu harus menjawab apa, Nia yang sedang gugup itu seketika kaget karena tidak tahu akan diberi pertanyaan.
Dengan sabar Pak Waryono mengulang kembali pertanyaannya, dia berfikir mungkin anak jaman sekarang tidak bisa menggunakan bahasa Krama, sehingga dia mengulangnya dengan menggunakan bahasa Indonesia.
"Mbak Husnia, sekali lagi saya tanyakan, apakah anda bersedia menerima Sangsangan atau Talenan dari anak kami yang bernama Zaenal Arifin putra dari bapak Suwarno dan Ibu Sundusiyah?" Tanya Pak Suwarno lagi.
"Ya, saya bersedia menerima," jawab Nia singkat.
"Alhamdulillahirobbil'alamiin," jawab para hadirin serempak.
"Ini, Mbak Husnia. silahkan diterima!" ucap Pak Suwarno menyerahkan kotak yang dari tadi dipegangnya. Niapun menerima kotak itu.
Acara dilanjutkan dengan sambutan dari pihak keluarga Mak Kulsum dan diakhiri dengan do'a penutup.
Para tamu segera pamit pulang setelah jamuan makan selesai. Setelah semua tamu pulang, mereka berbagi tugas, ada yang membersihkan peralatan makan yang kotor, ada yang mengemas jajanan dan camilan ke dalam kantong-kantong kresek, dan ada juga yang bertugas membagi-bagikan kepada tetangga sekitar dan sanak famili.
Nia membuka kotak yang diterimanya tadi, ternyata isinya say set perhiasan emas dan uang yang dimasukkan ke dalam amplop.
Happy Reading, jangan lupa jempolnya ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Maryam
Aduuuh Mak, pusing beneran scroll ampe 20 bab 🤣🤣🤣🤣
Orang azan, ampe sini dulu. Mau subuh dadaaaa
2020-10-19
1
Shofiena Elsazi
subhanallah puisinya 🥰
2020-09-30
1
Fatonah
lanjuuut yu... 💪💪💪
2020-09-30
1