#18

Tak kuasa menanti terlalu lama

Hasrat hatiku semakin membara

Ingin berjumpa denganmu

Meskipun sekejap

Lihatlah hatiku terlanjur jatuh

Tidurpun gelisah tanpa mimpi

Gairah senyumku musnah

Ceritaku hampa

Sering ingin berpaling

Dari indah bayangmu

Namun ketika lari menjauh

Semakin terasa menyiksa

Lalu anganku sesat

Langkahpun hilang arah

Dihati ini lekat hatimu

Aduhai jiwaku..

Terlena...

Terlena by Ramona Purba

🌸🌸🌸

Libur Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bertepatan dengan hari Sabtu, inilah kesempatan Lula untuk membayar piutangnya berkunjung ke rumah Santo. Hari Rabu sore Lula sudah harus berkemas-kemas mempersiapkan keperluannya selama di sana dari pakaian ganti maupun oleh-oleh untuk ibunya Santo.

Santo telah berjanji akan menjemputnya ke Pekalongan, jangan berfikir bahwa Santo akan menjemputnya dengan mobil lho y, karena tujuan Santo menjemput ke Pekalongan hanya sebagai penunjuk jalan untuk Lula dan Izur untuk sampai ke Tegal.

Kamis Pagi menjelang siang hari,

Sekitar pukul setengah sebelas siang terdengar sepeda motor keluaran terbaru berhenti di depan rumah Lula, Lula keluar rumah dengan perasaan senang hati menyambut kedatangan Lula yang kembali datang bersama kakaknya Ayu.

Setelah dirasa cukup bagi Santo dan Ayu untuk istirahat, sekitar pukul Satu siang mereka akhirnya siap untuk berangkat ke kediaman Santo di kota Tegal.

Santo berboncengan dengan Lula sedangkan Ayu berboncengan dengan izur.

"Kita mampir dulu ke rumah temanku yang ada di Kuripan," Kata Santo dalam perjalanan setelah mereka keluar dari area Doro.

Mereka kini telah sampai di sebuah rumah pas di pinggir jalan raya di sebelah kanan jalan, rumah itu tidak mempunyai halaman, trotoar adalah halamannya. Dengan malas Lula turun dari boncengan motor Santo dan berjongkok di samping motor tersebut. Sementara Izur dan Ayu menunggu di sebelah kiri jalan.

Santo melangkah menuju pintu rumah itu, ia tampak sedang mengetuk pintu dan mengucapkan salam kepada pemilik rumah. Tidak lama kemudian dari dalam rumah itu muncul seorang anak laki-laki menemui Santo, dan terjadi perbincangan kecil diantara mereka.

Tak lama kemudian Santopun kembali menghampiri Lula. Kemudian ia menaiki kendaraan roda duanya.

"Yuk, naik!" ajak Santo.

Lula mengerutkan keningnya,

"Mau kemana?" tanya Lula.

"Pulang ke Tegal, kamu masih mau disini?" jawab Santo. Lulapun segera naik ke boncengan.

"Kenapa nggak masuk?" tanya Lula.

"Nggak ada orangnya, mungkin lagi kerja." jawab Santo.

Lula mendengus kesal, "Memangnya tadi nggak telfon dulu?" tanyanya.

"Lupa," jawab Santo enteng. Iapun menjalankan kendaraannya. Izur mengikuti dari belakang.

Belum juga mereka meninggalkan Pekalongan tiba-tiba seorang anggota polantas mengejar dan memepet mereka. dengan sangat terpaksa Santo menepikan kendaraan dan menghentikannya.

"Selamat siang Pak, bisa tunjukkan SIM dan STNK Anda!" pinta pak polisi sembari memberi hormat terlebih dahulu.

Santo merogoh dompetnya yang disimpan di saku jaket dalamnya, membuka dompet tersebut dan mengambil SIM dan STNK lalu menyerahkan kepada pak polisi tersebut.

"Anda tahu kesalahan Anda apa?" tanya pak polisi.

"Tidak, Pak. Saya merasa tidak melanggar apapun. Memang apa salah saya?" jawab Santo kemudian bertanya lagi.

"Baiklah, saya akan menjelaskan kesalahan Anda, Anda tadi menerobos lampu merah." jawab pak polisi.

"Bukankah di sebelah kiri boleh jalan terus pak?" Santo tanya balik.

"Maaf ya, Pak. Sebelum sampai di perempatan sudah ada papan peringatan, bahwa di sebelah manapun bila lampu menyala merah harus berhenti." jelas pak polisi.

"Maaf, Pak. Saya pendatang dari Tegal, saya tidak tahu peraturan di sini, karena yang saya tahu sebelah kiri boleh jalan terus." jawab Santo.

"Baiklah kalau begitu, saya minta maaf telah mengganggu perjalanan Anda, silahkan lanjutkan perjalanan Anda!" ucap pak polisi sambil menyerahkan kembali kartu SIM dan STNK yang dipegangnya kepada Santo.

"Terimakasih, Pak! Mari!" sapa Santo pada pak polisi. Santo segera melajukan motornya, ia sudah tertinggal jauh dari Izur dan kakaknya.

"Pegangan, Say! Mas mau ngebut nih." Perintah Santo.

"Ini juga pegangan, Mas." jawab Lula yang masih berpegangan pada tepi jok dibawahnya.

"Kalau pegangannya seperti itu, kamu jatuh kan mas nggak tahu, Say." tukas Santo.

"O..jadi mas nyumpahin aku jatuh," Jawab Lula cemberut.

"Astaghfirullah, bukan begitu maksud mas, say. Kalau terjadi apa-apa sama kamu kan mas yang repot. Yaudah terserah kamu deh, mas nggak maksa." ujar Santo akhirnya.

Pegangan sama juga pelukan donk, status belum jelas main peluk-peluk saja. Lagian dari dulu aku bonceng motor juga nggak pernah pegangan nggak apa-apa. gumam Lula.

Perjalananpun dilanjutkan, kira-kira jam 15.00. kurang sedikit mereka telah sampai di Kabupaten Tegal, sampai di perempatan motor belok ke kiri menuju ke Desa Rancawiru Kecamatan Pangkah.

Motor berhenti dan diparkir di teras sebuah rumah sederhana berwarna biru elektrik, rumah itu menghadap ke selatan, halaman rumah itu merupakan tempat menjemur gabah milik tetangga.

Izur dan Ayu sudah sampai duluan di rumah tersebut, mereka masih berjongkok di depan rumah karena pintu belum dibuka. Sang ibu masih berada di Pasar Banjaran dan mereka tidak ada yang memegang kunci rumah.

Santo memutar balik kendaraanya 180°.

"Mas susul ibu dulu, ya!" pamit Santo yang langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Lula.

Kembali Lula mendengus kesal, ia terpaksa duduk di lantai teras dengan kaki di tanah karena tidak ada kursi di depan rumah tersebut, kakinya sudah sangat capek dan pegal, padahal teras itu tempat wira-wiri motor dan juga sandal.

Menunggu di depan rumah, Lula jadi teringat dengan Bu Sri dan mengirim pesan padanya supaya tidak lupa untuk mengisikan daftar hadir kuliah hari ini.

"Assalamu'alaikum Bu, jangan lupa tolong tandatangankan daftar hadir kuliahku hari ini, terimakasih." pesan dikirim.

tling,

Bu Sri

"Wa'alaikumussalam. Oke, sudah tak absenkan."

Aku

"Terimakasih ya, Bu,"

Bu Sri

"Jangan lupa oleh-olehnya lho!"

Aku

"Siip."

Akhirnya Santo kembali juga bersama ibunya. Lula meraih tangan wanita itu dan menciumnya.

Sudah tua kok nggak mau menutup auratnya ya, rambut sudah penuh uban, potongannya kaya anak laki-laki.bathin Lula

Si ibu membukakan pintu,

"Ayo masuk, Lula!" tanya Ibu, "ini adiknya siapa namanya?" tanyanya.

"Izur, Bu!" ucapnya tersenyum sambil mengulurkan tangan kepada Ibu, ternyata namanya juga Bu Sri, sama seperti teman Lula. Kalau teman Lula namanya Sri Kuat sedang suaminya bernama Sugi Hartono, sedangkan ibunya Santo bernama Sri Sugiarti.

Di rumah ini cuma di huni tiga anggota keluarga, Santo, Ayu dan Bu Sri. Ayah Santo sudah meninggal lima tahun yang lalu. Mereka sebelumnya tinggal di Asrama TNI AD yang terletak di Cakung Jakarta Timur. Setelah sang ayah meninggal barulah mereka kembali ke Tegal.

Mereka akhirnya masuk dan duduk di sofa, mata Lula masih memperhatikan seisi rumah itu. Jendela rumah ini dari kaca riben yang mudah dibuka dan ditutup, tetapi kayaknya nggak perna dibuka ini bisa dilihat dari pemasanga tirai yang dipaku di semua sisi.

Selesai sholat Ashar Izur istirahat di sofa panjang.

"Kalau mau tidur di kamar itu saja, Zur!" suruh Santo. "itu yang tengah" katanya lagi sambil menunjuk ke arah kamar yang ada di tengah.

Izur bangkit dari sofa dan melangkah meninggalkan Santo dan Lula menuju ke kamar. Santo berpindah tempat duduk ke tempat Izur semula.

"Duduk sini, Say!" pinta Santo menguapkan pandangan ke Lula sambil menepuk sofa disampingnya.

"Mau ngapain, sini aja ah..capek," jawab Lula

Santo bangkit menghampiri Lula, meraih dan menarik tangan Lula menyeretnya ke sofa. Lula menurut saja dengan memasang wajah cemberutnya.

"Sini bareng mas, memangnya kamu nggak kangen?" tanya Santo sambil merengkuh tubuh Lula duduk disampingnya.

Lula memberontak melepaskan tangan Santo dari tubuhnya, seumur-umur baru kali ini dia dipeluk oleh manusia berjenis kelamin cowok.

"Ih..malu, Mas." tukas Lula menampik tangan Santo.

Lula duduk membelakangi Santo, pandangannya memperhatikan ruang tengah, Bu Sri sedang menonton televisi di sana, di ruang tengah yang hanya dibatasi dengan lemari bufet dari ruang tamu.

"Malu sama siapa? Ibu pasti ngerti kok kalau kita kangen," tanya Santo.

"Kan ada Izur dan mbak Ayu juga," jawab Lula.

"Izur udah tidur, Isoh juga lagi masak di belakang mana sempat melihat kita disini," ujar Santo lagi tidak mau melewatkan kesempatan yang ada, nggak tahu juga sejarahnya kenapa dia memanggil Ayu dengan panggilan Isoh.

Santo merarik tubuh Lula hingga terlentang dan kepala Lula berada di pangkuan Santo.

"Mas!!" seru Lula.

Tanpa menunggu pemberontakan dari Lula, tangan kanan Santo mengunci kedua tangan Lula sedangkan tangan kirinya merengkuh tengkuk Lula dalam pangkuannya.

"Mas sudah tidak bisa menahannya, Say." ucap Santo yang langsung ******* bibir Lula tanpa menunggu persetujuan dari Lula.

Mata Lula melotot terbelalak kaget, dengan gerakan Santo yang tiba-tiba itu. Ia mencoba meronta tetapi tidak bisa. Sekarang ia hanya bisa pasrah menerima bibir seksi kehitaman dengan aroma tembakau itu.

"Hmmmm.....Mass!!!" Seru Lula yang telah berhasil mendorong kepala Santo. "Kamu mau aku mati?" hardiknya.

Santo hanya tertawa, "hahaha... bernafas dong, Say!"

Dilema, itulah yang sekarang dirasakan oleh Lula, antara takut dengan perbuatan dosa dan keinginan merasakan semua itu.

Astaghfirullah al'adzim, ampuni hamba-Mu ini ya Allah yang telah berbuat dosa. batin Lula.

Saat Santo hendak mengulang kembali perbuatannya, tanpa mereka sadari Ayu yang hendak mengambil teko di atas meja, untuk membuat teh manis telah berdiri tidak jauh dari mereka.

"Ck ck ck... kalian ini kayak ayam ya, bercumbu nggak kenal tempat," Ayu berdecak sembari menggelengkan kepalanya.

Lula segera bangkit dan membetulkan duduknya dengan menahan malu.

"Isoh kayak jelangkung ih, datang ujug-ujug nggak ngasih kabar." Sahut Santo.

"Mbok kalau mau ciuman di kamar saja sana!" suruh Ayu. "Lagian aku cuma mau ambil teko kok," ucapnya lagi. Ayu mengambil teko yang ada di meja kemudian kembali ke belakang.

"Ayok, Say, kita ke kamar saja!" ajak Santo.

Hah, kamar?

"Mau ngapain di sini aja, ih." sahut Lula horor.

"Tenang, mas nggak mau ngapa-ngapain kamu kok." bujuk Santo.

Santo menarik pergelangan tangan Lula membawanya ke kamar, Lula menurut saja bagai kerbau yang dicocok hidungnya.

Mereka masuk ke dalam sebuah kamar di sebelah kamar tempat Izur tidur. Kamar itu lebih sempit dari kamar yang Izur tempati, kamar yang berukuran 3 x 2,5 M namun memiliki jendela yang lebar bukaan kiri kanan.

Santo membuka jendela itu namun tidak dibuka lebar, ia mengganjalnya dengan kertas yang dilipat-lipat yang dibuat spesial untuk mengganjal daun jendela tersebut.

"Ini kamar siapa, Mas?" tanya Lula penasaran.

"Kamarnya mas." jawab Santo datar. "Besok kalau kita sudah nikah kamu mau kan tinggal disini." tanya Santo yang membuat Lula bingung untuk menjawabnya.

Pertanyaan tersebut terasa menohok, pasalnya kuliah belum selesai sedangkan statusnya sebagai guru masih Wiyata Bhakti. Memang Kalau kuliah bisa pindah sih, tapi kalau ia harus pindah mengajar di Tegal kan harus memulai dari awal lagi TMTnya.

"Kenapa diam?" tanya Santo lagi.

"Tunggu aku selesai kuliah ya, Mas!" jawab Lula yang juga sedikit meminta.

"Iya nggak apa-apa, yang penting kamu siap kalau harus tinggal di sini. Bukan apa-apa, Ibu kan sudah tua, Iso juga nggak punya suami, kasihan mereka kalau mas tinggal di Pekalongan, di sini nggak ada anggota keluarga yang laki-laki." papar Santo. Lula paham akan hal itu.

"Mas, Aku boleh tanya nggak?" tanya Lula sambil mendudukan di dipan.

Santo merebahkan diri di dipan tersebut.

"Mau tanya apa?" Santo balik bertanya

"Mbak Ayu, apa sudah pernah menikah?" tanya Lula ragu karena ia takut Santo tersinggung.

"Sudah, tapi gagal," jawab Santo. "Suaminya pegawai bank, mereka dijodohkan." tambahnya.

"Oh ya, Mas, kapan mau ajak aku jalan-jalan ke Pantai Alam Indah?" tanya Lula teringat janji Santo padanya. "Mas waktu itu kan sudah janji." imbuh Lula.

"Besok siang saja, kamu kan masih capek, mas juga capek bolak-balik Tegal-Pekalongan balik ke Tegal lagi." papar Santo.

"Mas, keluar saja yuk!" ajak Lula. "Ntar dikira kita ngapa-ngapain lagi." imbuhnya.

"Sini saja, emang kita ngapain?" tanya Santo.

"Oh ya, mas hampir lupa." ucap Santo menggantung.

Iya bangkit dari pembaringan sang mengambil sebuah amplop yang berada di atas meja.

"Ini foto mas yang kamu minta," ucap Santo sembari menyerahkan amplop tersebut kepada Lula

Lula membuka amplop itu dan mengambil foto yang ada di dalamnya.

"Ini foto kamu, Mas?" tanya Lula tidak percaya. "ini putih," tambahnya.

"Kenapa yang ini hitam?" tanyanya menjorongkan tubuhnya sambil menunjuk pipi Santo yang kembali berbaring, akhirnya Lula berbaring disamping Santo.

"Itu foto waktu mas mau mendaftar SMA," jawab Santo. "Dulu mas belum kenal rokok, sekarang mas nggak bisa jauh dari rokok." terangnya.

Lula memandangi foto dan si empunya foto secara bergantian. Santo tersenyum mendapati Lula yang sedang memperhatikannya.

"Belum puas memandangi wajah Mas Santo yang ganteng ini yah," goda Santo.

"Ih..Ge-Er," sahut Lula.

"Hahaha..nggak apa-apalah Ge-Er, kan lebih baik Ge-Er daripada minder" kata Santo sambil tertawa. Dan Lula hanya tersenyum membuang muka ke arah lain.

"Madep sini donk, Say! Biar puas mandangin wajah mas," ucap Santo sambil menarik kepala Lula untuk menghadapnya.

Kini mereka saling berhadapan saling memperhatikan satu sama lain, mereka sejenak terdiam. Dan ketika Santo hendak meneruskan apa yang tadi tertunda, tiba-tiba.

Tek tok tek tok...

Terpopuler

Comments

Maryam

Maryam

Satu yang ingat santoloyo buang saja

2020-10-19

0

Fatonah

Fatonah

👍👌💪💪💪

2020-09-30

1

Aryan Lee

Aryan Lee

Santo mo ngomong ap ya? sdh ku like n vote y kk

2020-07-31

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!