Entah sudah berapa lama lelaki Asia itu pingsan. Saat ia membuka matanya perlahan yang terasa sangat berat setelah sekian lama ia tak beristirahat, lelaki itu terkejut ketika melihat perutnya sudah diperban dan diobati.
Luka-luka di tangan serta bagian tubuh yang lain juga telah dibalut. Tubuhnya ditutupi selimut tebal yang hangat.
Saat ia merasa bahagia karena sudah ditemukan oleh orang-orangnya, harapannya sirna ketika ia melihat ruangan tempatnya berbaring tak sama dalam ingatannya.
Sebuah rumah kayu dengan perabotan sederhana. Kamar yang hanya seukuran 3x3m dengan sebuah ranjang yang hanya cukup untuk dirinya sendiri.
Namun, lelaki itu menyadari jika ruangan itu adalah kamar anak-anak karena terlihat banyak mainan dan buku cerita di sebuah almari kayu di dekat pintu.
Lelaki itu berusaha duduk dimana ia masih merasakan nyeri pada lukanya tersebut. Ia duduk dan kembali melihat sekitar.
Ia mendapati sebuah sweater hitam lengan panjang dan iapun memakainya perlahan sembari menahan rasa nyeri.
Ia mencoba turun dari ranjang dan memakai sandal selop yang ada di bawah ranjang. Ia jalan tergopoh memegangi dinding yang dilapis wallpaper usang menuju ke pintu.
Ia membuka pintu itu sedikit dan mengintip. Ia lebih waspada kali ini karena tak tahu siapa yang menolongnya.
Ia lalu melangkahkan kakinya yang terbungkus kaos kaki entah milik siapa, tapi lelaki Asia itu tak peduli.
Ia keluar kamar menuju ke tangga karena terdengar suara orang berbincang di lantai bawah.
Lelaki itupun menuruni tangga secara perlahan agar tak mengejutkan orang-orang di sana.
Lelaki Asia itu cukup yakin jika penghuni rumah ini adalah warga sipil karena tak terlihat ada senjata di rumah tersebut.
Hingga akhirnya ia berhasil sampai di ruang keluarga dan sontak kedatangannya mengejutkan semua orang yang ada di sana.
"Oh!" pekik seorang wanita berumur 40 tahunan dan langsung berdiri dari tempat ia duduk.
Lelaki Asia itu langsung mengangkat ke dua tangan mencoba untuk menenangkan keluarga yang terkejut akan kehadirannya.
Mereka berdiri saling melindungi dan menjauh dari lelaki Asia yang tak dikenal itu dekat perapian.
Seorang lelaki gemuk dan memiliki brewok tipis malah membawa sebuah besi yang biasa dipakai untuk mengorek bara di perapian sebagai senjata pelindungnya.
"Hai, calm down. No need to shout. I will not hurt you, trust me," ucap lelaki Asia itu meyakinkan dari tempatnya berdiri.
Wanita itu mengangguk bersama dengan seluruh keluarganya yang terdiri dari seorang gadis kecil berumur sekitar 6 tahun menggendong boneka beruang, anak laki-laki berumur sekitar 17 tahun yang bersembunyi di balik tubuh ayahnya dan sepasang suami isteri yang seumuran dengannya.
"Can i join?" tanya lelaki Asia itu lagi.
Keempat anggota keluarga itu mengangguk dan membiarkan lelaki Asia itu berjalan perlahan mendekati sofa ruang keluarga dan membiarkannya duduk di sana.
Lelaki Asia itu duduk perlahan menahan sakit di perutnya. Ia lalu tersenyum dan berterima kasih pada keluarga itu karena sudah menolongnya.
Keempat orang itu mengangguk lalu ikut duduk meski mereka menjaga jarak. Lelaki Asia itu memakluminya.
"Can you speak Russian?" tanya lelaki Asia itu lagi.
Keempat orang itu mengangguk. Lelaki itu tersenyum ramah.
"Perkenalkan, namaku Han. Maaf jika membuat kalian ketakutan. Apa, kalian yang membawaku kemari? Apa kalian yang mengobati lukaku?" tanya Han memastikan.
Sepasang suami isteri itu mengangguk membenarkan dimana sedari tadi masih diam tak membalas ucapannya.
"Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri?" tanya Han penasaran.
"Dua hari," jawab wanita yang diyakini Ibu dari kedua anak itu.
Han tertegun. Sudah satu minggu ia menghilang dan belum mengabarkan apapun pada orang-orang di kastil Borka. Ia sangat yakin jika semua orang mencemaskannya.
"Namaku Pavlo, Tuan Han. Kau darimana dan kenapa kau bisa terluka?" tanya lelaki yang menemukan Han dengan penuh curiga.
Han yang sudah tahu jika ia akan ditanyai itupun telah siap dengan sandiwaranya.
"Oh. Sebenarnya, aku ini seorang pecinta alam. Aku berkelana dari satu negara ke negara lain. Hanya saja aku sedang sial. Aku terpisah dari rombonganku. Aku tergelincir dan malah jatuh dari tebing. Saat aku sadar, ada orang-orang disekitarku. Awalnya ku kira mereka akan menolongku, tapi mereka malah merampok seluruh barang-barangku berikut passport, uang, ponsel dan lainnya. Saat aku mencoba menghentikan aksi mereka, aku malah kena tusuk dan aku lagi-lagi malah dilempar ke laut. Beruntung aku masih sadar dan selamat. Aku mencoba sekuat tenaga berenang sampai ke pinggir. Dan yah begitulah, aku sadar pingsan, sadar dan pingsan lagi. Namun, karena aku trauma jika bertemu orang asing, aku menyusup ke beberapa tempat sekedar untuk mengobati luka, mencuri makanan dan berteduh. Hingga aku bertemu dengan pick-up milikmu. Aku minta maaf karena sudah mengancammu saat itu," ucap Han terlihat semenyedihkan mungkin dengan air mata palsu menggenang di pelupuk matanya.
Tentu saja cerita dramatis tersebut membuat keluarga Pavlo iba. Awalnya mereka berpikir jika lelaki Asia yang mereka temui ini seorang penjahat.
Pavlo perlahan menurunkan besi yang biasa ia gunakan untuk mengorek bara di perapian. Ia merasa jika Han bukan ancaman.
"Aku dari Korea Selatan. Namun, jika kau tak keberatan, aku memiliki kawan yang tinggal di Kaliningrad. Apakah kalian bisa mengantarkanku ke sana?" tanya Han penuh harap.
"Kaliningrad? Rusia? Jauh sekali," pekik isteri Pavlo terkejut.
"Jauh? Memangnya ... aku berada dimana?" tanya Han dengan kening berkerut seketika.
"Kau ada di kota Ronne, Denmark," jawab Pavlo serius.
Han kaget bukan kepalang. Ia sampai lemas menyenderkan punggungnya sembari menahan rasa perih pada luka di perutnya.
Ia tak menyangka bisa menyeberang sampai sejauh itu. Han memejamkan mata mencoba mengingat apa yang terjadi padanya sebelum terdampar di Denmark.
"Tuan Han, apa kau tidak apa-apa?" tanya anak lelaki Pavlo.
"Mm, maaf. Apakah kalian punya peta? Aku ingin memastikan keberadaanku," tanya Han terlihat kebingungan.
Anak Pavlo segera pergi ke kamarnya mengambil peta dunia dari buku pelajaran Geografinya.
Ia membuka bukunya itu dan menunjukkan pada Han. Han menajamkan matanya. Ia melihat sebuah pulau yang berada di antara dua negara yang terpisah lautan.
"Ini pulau apa?" tanya Han penasaran menunjuk pulau kecil pada peta.
"Brnholm, Denmark. Kau ada di pulau ini," jawab anak Pavlo.
Han shock saat itu juga. Ia teringat jika helikopter Tobias membawanya cukup jauh melewati perairan dalam sampai ke sebuah pulau.
Namun, ia tak menyangka jika ia sampai melewati perbatasan. Han berpikir jika arus yang membawanya sampai ke tempat Pavlo menemukannya.
"Lalu, apa yang akan kau lakukan sekarang? Bagaimana caramu kembali ke negaramu atau ke Kaliningrad? Kau orang Korea, tapi bisa bahasa Rusia," tanya isteri Pavlo masih penasaran.
"Aku petualang dan bisa banyak bahasa. Itu bukan suatu hal yang aneh 'kan? Lalu kalian sendiri? Kalian orang Denmark, tapi kenapa bisa berbicara bahasa Rusia?" tanya Han sembari menaikkan salah satu alisnya ganti mengintimidasi mereka.
Isteri Pavlo melirik suaminya dan mereka terlihat kikuk seketika.
"Kami dulunya tinggal di Rusia hingga sebuah pekerjaan baru menawarkan kesejahteraan pada keluargaku. Akhirnya kami pindah ke sini, tapi ternyata kami ditipu. Kami sama sepertimu, terperangkap dan hanya memiliki sedikit uang. Kami bisa saja kembali ke Rusia, tapi kami tak punya keberanian untuk memulai dari awal. Semua uang tabungan kami sudah dihabiskan di tempat ini agar bisa bertahan hidup sebagai nelayan," ucap Pavlo tertunduk.
Han memejamkan mata. Ia merasa jika usahanya untuk kembali ke negaranya itu akan sangat sulit. Han tak bisa masuk ke Rusia karena ia tak memiliki identitas diri.
"Pavlo. Aku akan membalas jasamu jika kau bisa membawaku ke Kaliningrad. Kau bisa hidup di Rusia lagi, jika kau menginginkannya. Namun, aku butuh bantuanmu," ucap Han antusias.
"Apa itu, Tuan Han?" tanya Pavlo ikut berdebar.
"Pinjamkan aku ponselmu. Aku akan menghubungi kawanku agar menjemputku kemari. Kau bisa ikut menyeberang denganku nanti ke Rusia. Kau tak usah pikirkan tentang biaya hidup dan lainnya. Kawanku bisa melakukan semua hal itu dengan kedipan mata saja," ucap Han mantab.
Semua orang di keluarga Pavlo saling bertatapan terlihat bingung.
"Who are you?" tanya isteri Pavlo penasaran.
"Aku hanya orang biasa, tapi aku memiliki teman yang berpengaruh kuat di Rusia. Percaya padaku," ucap Han meyakinkan.
Pavlo saling melirik dengan isterinya.
"Hanya saja, Tuan Han. Biaya telepon Internasional sangat mahal. Kami juga tak memiliki ponsel. Selain itu, kami tak bisa membiyayai telepon tersebut. Hidup kami saja sudah pas-pasan. Kami sungguh minta maaf," ucap Pavlo malu karena kondisi keluarganya yang hidup sederhana.
Han kembali memejamkan mata mencoba untuk memecahkan masalah ini dan tetap bersabar.
"Apa yang bisa kulakukan untuk mendapatkan uang?" tanya Han serius.
"Paman Josh bisa membantu. Ia sering menyelundupkan orang ke Rusia lewat jalur air. Kenapa kita tak minta tolong padanya saja, Ayah?" tanya anak lelaki Pavlo.
"Kau gila! Josh itu mafia! Jangan berani dekati dia, orang itu sangat berbahaya. Kau dengar yang ku katakan? Jangan dekati dia!" pekik Pavlo melotot menunjuk anaknya tegas.
"Josh? Ada mafia di pulau ini?" tanya Han penasaran.
Pavlo dan semua anggota keluarganya mengangguk.
"Jangan bilang kau akan mencarinya. Dia sangat kejam, Tuan Han. Sangat licik. Josh yang membuatku terperangkap di pulau ini. Ia rentenir, aku bagaikan budaknya selama beberapa tahun hanya untuk mengembalikan uang yang kupinjam padanya. Dia mengatakan padaku bisa membawaku kembali ke Rusia, tapi aku malah dibodohi. Ia tak membawaku kemana-mana dan malah membuatku bekerja padanya. Baru beberapa bulan ini aku dan keluargaku bernafas lega karena sudah tak terikat padanya lagi," ucap Pavlo dengan nafas menderu terlihat sangat membenci Josh.
Han mengangguk paham. Ia terlihat murung dan tertunduk karena bingung bagaimana ia bisa pulang.
"Satu hal yang bisa kami bantu tanpa kau harus membalasnya. Kau bisa tinggal di sini sementara waktu sembari memikirkan cara untuk kembali ke negaramu. Kau bisa bekerja bersamaku menjadi nelayan jika tak keberatan. Hasilnya memang tak seberapa, tapi dengan uang itu kau bisa menelepon kawanmu di Rusia nanti," ucap Pavlo memberikan solusi.
Han tersenyum dan terlihat menerima tawaran itu. Ia sangat berterima kasih bisa tinggal dan diberi makan oleh keluarga Pavlo.
Malam itu, Han berjalan di sekitar kediaman Pavlo yang cukup dekat dengan lautan. Han memandangi lautan luas di depannya dengan wajah sendu.
"Jika saja ada jembatan terbentang di depanku, aku pasti takkan berhenti berlari agar bisa pulang. Kenapa aku bisa pergi sejauh ini dan terdampar di sebuah pulau yang dikuasai oleh mafia yang bahkan tak ku ketahui?" tanya Han pada dirinya sendiri dan mencengkeram kuat kepalanya dengan kedua tangan.
Hingga akhirnya ia seperti menyadari sesuatu.
"Mafia?" guman Han lirih.
Han menarik nafas dalam. Ia memiliki rencana dalam pikirannya yang mungkin akan beresiko.
Namun, ia kini akan fokus untuk penyembuhan lukanya dulu dan mengembalikan staminanya. Ia tak mau gegabah mengingat mafia bernama Josh ini tak diketahui olehnya sama sekali.
Tekad Han untuk bisa kembali dan berkumpul bersama keluarganya lagi membuatnya nekat untuk menjalankan aksi gilanya nanti.
-------
ILUSTRASI
SOURCE : GOOGLE
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 339 Episodes
Comments
Isna Vania
ayo semngat han berjuang
untuk kembali pulang /Determined//Smile/
2024-12-16
0
hmd
💜💜💜💜💜❤
2021-07-10
0
Wijaya
han,, gws ya
2021-03-06
1