Kai menatap tajam keenam orang yang tertunduk diam. Ia tahu jika mereka semua merasa bersalah padanya dan keluarga Bardi.
"Siapa yang memimpin aksi nekat ini?" tanya Kai to the point.
Semua orang saling melirik. BinBin, Arjuna, Jonathan dan Liu dengan polosnya menunjuk Lysa yang berdiri diantara mereka berlima. Lysa terkejut karena semua orang menyalahkannya, tapi Dominic diam saja.
"Dominic, kau tak ikut serta?" tanya Kai memasang wajah serius.
Dominic akhirnya ikut menunjuk Lysa dari samping dengan kikuk. Lysa mendengus keras karena kesepakatan yang mengatakan saat di pesawat tentang "Susah tanggung bersama" hanya berupa lisan saja.
"Ya. Itu ideku, Papa Kai. Namun, semua hasil analisis Dara benar. Tobias dalang semua ini," ucap Lysa membela diri.
Sontak mata Kai, Eiji dan Eko melotot seketika.
"Apa katamu barusan? Tobias?" pekik Eko kaget setengah mati.
"Yes, Papa. Walaupun kami belum melihat wujudnya sampai saat ini, tapi Robicon Coorporation dibawah naungan Tobias. Apa kau membaca data dari hasil identifikasi GIGA?" tanya Lysa menambahkan.
Kai melirik Eiji dan terlihat sepertinya mereka tak sampai ke penemuan itu. Kai lalu melirik Dara dan mendekatinya perlahan.
Semua mata kini tertuju pada Kai yang berjongkok di depan anak gadisnya itu. Kai tersenyum pada Dara.
"Dara sayang. Bisa kau katakan pada Papa tentang apa yang kau ketahui, hmm? Mama belum ditemukan, jadi ... jika kau ingin cepat-cepat bertemu Mama, ceritakan pada Papa, semuanya," ucap Kai penuh penekanan.
Dara tertunduk dan terlihat takut. Ia seperti enggan bicara. Kai menyipitkan matanya dan semakin tajam menatap anaknya itu. Baru pertama kali, Dara mengabaikan permintaannya.
"Dara, kau dengar apa yang Papa katakan? Jangan berbohong, Papa benci pembohong," ucap Kai lagi makin tegas dan semua orang merasa jika Kai akan marah besar terlihat dari tingkah lakunya.
"Hiks ... hiks," tiba-tiba Dara menangis.
Kai masih diam saja tak merasa iba pada anak gadisnya yang mulai meneteskan air mata, tapi tidak dengan keempat saudaranya yang merasa kasihan pada adik terkecil mereka.
"Kenapa kau memarahi, Dara? Ayah Han dan Mama Lily tak pernah memarahinya. Kau jahat sekali!" pekik Arjuna kesal dan langsung mendekati Dara.
"Kalau ingin marah, sama Kak Lysa aja, Dara jangan. Papa jahat!" tambah Jonathan yang ikut sebal pada Papa tirinya itu.
Kai memejamkan mata dan segera berdiri. Dominic, BinBin, Eiji dan Eko hanya berdiri diam tak tahu harus bagaimana.
"Kalian aku hukum. Tak boleh keluar dari kastil sampai Han ditemukan. Berani melawan, aku tak segan memasukkan kalian ke markas bawah tanah Hasirama di Jepang," ucap Kai tegas memunggungi keempat anaknya itu.
"Papa jahat! Nathan benci sama Papa!" teriak Jonathan marah hingga keningnya berkerut.
"Aku tidak peduli! Han menitipkan kalian padaku begitupula dengan ibu kalian! Sampai ibu kalian dan Han ditemukan, kalian semua dalam pengawasanku. Terutama kau Paman BinBin dan Dominic. Aku terlalu percaya pada kalian berdua dan malah memasrahkan keselamatan keempat anakku. Kalian bukan melindunginya, tapi malah membawanya ke ladang pembantaian. Kalian juga ku hukum! Tak boleh menginggalkan kastil Borka selamanya! Ingat itu!" pekik Kai penuh emosi dan pergi meninggalkan semua orang.
"Selamanya?" lirih Dominic dan BinBin panik seketika. Eko dan Eiji ikut terkejut.
"Siapkan kepulangan! Kita akan meninggalkan Islandia esok hari!" pekik Kai lantang sembari menaiki tangga meninggalkan ruangan itu kembali ke tempat orang-orang berkumpul.
"Papa Kai jahat! Nathan gak mau pulang! Gak mau!" pekik Nathan kesal dan langsung mengeluarkan ponselnya.
Nathan menghubungi seseorang dan pergi menjauh dari semua orang. Terdengar ia berbicara bahasa Inggris di sambungan telepon itu sambil marah-marah.
Lysa dan Arjuna berusaha menenangkan Dara yang masih menangis. Dominic dan BinBin garuk-garuk kepala karena kini malah dikurung seumur hidup di kastil Borka.
"Iki pie, Nak Eiji? Nak Kai nak nesu medeni yo, takut Eko," ucap Eko mengedipkan mata berulang kali.
"Dia tertekan, Eko. Ia stress karena sekarang semua beban dan juga urusan yang berhubungan dengan Nona Lily dan Han dilimpahkan semua padanya. Kita harus lakukan sesuatu," jawab Eiji tenang.
Eko mengangguk. Ia lalu mengajak Lysa, Liu, Arjuna dan Jonathan untuk segera beristirahat di malam yang sudah larut. Merekapun menurut.
Eko lalu menyusul ke ruang keluarga setelah memastikan anak-anak Vesper memejamkan mata.
Eiji mengajak Dominic dan Paman BinBin untuk ikut bergabung di ruang keluarga bersama keluarga Bardi serta lainnya.
Malam duka menyelimuti keluarga Bardi. Kai meminta maaf sebesar-besarnya karena ia merasa lalai dalam misi kali ini hingga menewaskan Bardi. Keluarga Bardi bisa memakluminya, tapi sepertinya Torin tidak.
"Hanya minta maaf? Ayahku mati karena melindungi anak-anakmu, Tuan Kai. Dan kau hanya minta maaf?" tanya Torin dengan wajah menahan kesedihan dan amarah di hatinya.
"Torin, hentikan. Dalam sebuah pertempuran pasti akan ada yang tewas. Ini memang sudah takdir dari ayahmu. Jika bukan mereka, pasti ada orang lain yang membunuhnya," jawab Sergei melirik anak Bardi tajam.
Torin tertunduk dengan senyum kecut. Kai merasakan dendam dalam hatinya.
Wajah itu, gerak-gerik itu, sama seperti saat ia merasa dikhianati oleh isterinya dulu ketika Vesper bersama Ivan.
Ingatan itu tak bisa lepas dari dirinya meski sudah bertahun-tahun lamanya. Walaupun tak dapat dipungkiri, Kai juga sangat mencintai isterinya itu.
"Lalu, kau ingin aku harus bagaimana? Aku akan bertanggungjawab," ucap Kai tenang yang duduk di sebuah sofa tepat di depan Torin hanya terhalang meja.
"Serahkan Lysa padaku."
Sontak mata semua orang melebar seketika. Ucapan Torin bagaikan genderang pemicu sebuah peperangan dahsyat antar mafia.
"Jangan bercanda, Torin," kekeh Eiji.
"Nona Lysa berhasil membunuh pembunuh Ayahku. Aku berhutang padanya. Namun, dia tak kehilangan orang tuanya. Bahkan aku sangat yakin jika Nyonya Vesper masih hidup. Sedang aku, aku kehilangan ayahku. Butuh waktu lama bagiku untuk bisa menyembuhkan kesedihan ini dan aku ingin Lysa ada untuk mendampingiku.
"Wahahahahaha ... hahahahaha, kalian dengar yang dia katakan? Itu adalah hal terbodoh yang pernah ku dengar seumur hidupku! Kau ingin menggantikan posisi ayahmu dengan Lysa di sisimu? Hahahahaha ... oh, Torin ... apa ini pertama kalinya kau jatuh cinta? Jangan membuatku malu," ledek Axton sampai berlinang air mata karena tertawa puas akan ucapan konyol anak Bardi itu.
Torin diam saja dan semua orang semakin yakin jika Lysa adalah cinta pertama Torin.
"Nyonya Bardi. Bolehkah ku ajak Torin untuk ikut bersamaku ke Amerika. Aku gemas padanya dan ingin mengajarkan banyak hal pada penerus Bardi ini. Kau tak keberatan, 'kan?" tanya Axton menaikkan salah satu alisnya.
"Tentu saja, Tuan Axton. Silakan," jawab isteri Bardi pasrah.
Torin terkejut karena ibunya malah merelakan dia pergi.
"Ibu, apa-apaan kau ini? Aku harus meneruskan kekuasaan ayah! Aku harus menggantikan posisinya, jika bukan aku siapa yang akan menjaga kawasan ini?" pekik Torin yang tak habis pikir dengan keputusan ibunya.
"Ibumu adalah penerus paling layak daripada kau, Torin. Semua orang tahu hal itu. Kau masih jauh dari figur seorang pemimpin, berkacalah dan merenung," sahut Dominic tegas dan Torin tak percaya jika Dominic juga memojokkannya.
Torin langsung beranjak dari dudukkannya sembari mengusap mulutnya kasar. Ia mendengus dan bertolak pinggang karena merasa tak ada yang menganggap dirinya bahkan mengakui kemampuannya selama ini. Tiba-tiba ....
"Torin, maukah kau menemaniku jalan-jalan sebentar di luar, please," pinta Lysa tiba-tiba yang muncul di balik pintu ruang tengah tempat semua orang berkumpul.
Orang-orang di ruangan itu tertegun dan Torin malah berdiri mematung karena ucapan Lysa tersebut.
"Ayo, sebelum aku pergi tidur," ajak Lysa sembari berpaling dan menunggu Torin di luar.
Torin menatap semua orang yang kini balas menatapnya sambil mengangguk. Jantung Torin berdegup kencang, iapun segera meninggalkan ruang tengah dan mengejar Lysa yang sudah dulu berada di halaman rumahnya di malam yang dingin itu.
"Awasi mereka," perintah Kai dan segera Eiji, Dominic, Eko dan Sergei membuntuti mereka.
Kai tetap bersama keluarga Bardi dan Axton di ruang keluarga untuk meneruskan pembicaraan.
Axton meminta Yuki untuk menemani adik-adik Lysa dan iapun mengangguk menyanggupi.
"Anak buahku sudah memeriksa semua hasil dari temuan anak buah D yang tewas berkat bantuan GIGA. Monica mengabarkan jika benar, mereka ini anak buah The Circle. Informasi tambahan yang sudah kalian katakan tentang temuan kapal selam juga mulai di lacak oleh team pencarian kami. Kini Black Armys milikku sedang mencoba menyusup ke dalam Robicon Coorporation untuk mencari tahu. Kita tunggu saja hasilnya. Maaf aku harus membicarakan hal ini dalam situasi duka," ucap Kai terlihat sungkan tak enak hati.
"Kami mengerti, Tuan Kai. Sejak dulu The Circle memang menjadi momok bagi kami. Bardi pun selalu mengawasi pergerakan kelompok itu semenjak mereka berani membuat keributan di sini beberapa tahun silam. Hanya saja aku tak menyangka jika pada akhirnya, suamiku tewas di tangan mereka," jawab isteri Bardi kembali berlinang air mata meski ia berusaha menahan kesedihannya itu.
"Aku sudah menghubungi semua anggota dewan yang diteruskan ke seluruh jajarannya. Mereka yang berlokasi dekat perairan untuk terus memantau pergerakan. Bahkan aku meminta agar mereka memasang pemindai jika terlihat kapal selam di kawasan mereka. Aku hanya tak ingin kasus di Afrika dan Madagaskar terulang, Kai," ucap Axton serius.
Kai mengangguk sependapat. BinBin diam saja menyimak, ia enggan untuk berkomentar ataupun mengutarakan pendapatnya karena dipikirannya terpatri bahwa ia sedang dihukum.
"Aku sungguh tak tahu harus bagaimana lagi. Ini diluar kemampuanku," ucap Kai terlihat seperti orang tertekan memijat kepala dengan kedua tangan.
Semua orang hanya saling melirik dalam diamnya menatap Kai yang kini menyenderkan punggungnya dengan kepala mendongak ke atas dan mata terpejam berusaha menangkan diri.
Di luar kediaman Bardi.
Lysa menghangatkan dirinya dengan stelan merah muda buatan Kai itu. Ia memasukkan kedua tangannya di saku jas terluarnya.
Torin berjalan di samping Lysa dan hanya terdiam ikut memasukkan kedua tangan di saku celananya.
"Torin, aku minta maaf dan turut menyesal atas kematian ayahmu. Aku sungguh tak tahu jika akan berakhir seperti ini," ucap Lysa menghentikan langkah dimana ia kini berdiri pada sebuah aliran sungai kecil di depannya.
Torin hanya mengangguk pelan dan ikut berdiri di sampingnya.
"Namun, aku tak bisa hidup bersamamu. Aku sudah terikat perjanjian dengan Javier. Aku juga mencintainya, jadi maaf aku tak bisa. Namun, kita bisa berteman. Kau tak masalah dengan hal itu, 'kan?" tanya Lysa gugup memberanikan diri bicara pada lelaki di sebelahnya.
Torin diam saja menghembuskan nafas dari mulutnya yang terlihat seperti gumpalan asap pekat di malam yang dingin itu.
"Apa Javier sungguh sehebat itu? Apa karena ia kini seorang Sultan. Aku juga sama dengannya, anak seorang penguasa," ucap Torin dengan pandangan lurus ke depan.
Lysa merasa jika percakapan ini akan semakin rumit.
"Ya kau sama dengannya hanya saja perbedaannya, aku mencintai Javier. Aku tak mencintaimu, Torin. Aku minta maaf," ucap Lysa lagi menegaskan perasaannya.
Torin mengangguk.
"Sungguh menyedihkan. Bahkan dalam suasana duka ini, kesedihanku semakin dalam. Malam yang dingin membuat hatiku semakin membeku. Namun, aku hargai kejujuranmu, Nona Lysa. Hanya saja, aku tak ingin menolongmu dan orang-orangmu lagi. Sudah cukup orang-orangku mati. Kau tak akan sekejam itu 'kan untuk tetap memintaku menolongmu mencari keberadaan ibumu dimana? Kau sudah menolakku," tegas Torin menatap Lysa tajam penuh sindiran.
Lysa merasa tertohok dan sakit dalam waktu yang bersamaan. Lysa tetap berusaha tersenyum dan mengangguk membenarkan ucapan Torin.
"Ya, lancang dan tak tahu diri jika aku sampai berani meminta belas kasihmu lagi, Torin. Aku pastikan esok kau tak akan melihatku lagi. Maaf aku tak bisa menyelamatkan ayahmu. Aku akan menyesalinya seumur hidupku dan kau tak perlu kawatir aku melupakan tragedi hari ini. Selamat malam," ucap Lysa menahan air matanya yang sudah menggenang.
Ia segera berpaling dan meninggalkan Torin sendirian. Torin berdiri di tengah halaman kediamannya, mendongak menatap langit malam.
"Dasar pecundang," ucap Torin menghina dirinya sendiri.
Malam itu suasana duka menyelimuti kediaman Bardi. Suara perbincangan di beberapa ruangan sudah tak terdengar.
Semua orang tertidur dan mengistirahatkan diri karena lelah setelah menghadapi pertempuran semalaman yang menewaskan banyak orang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 339 Episodes
Comments
hmd
❤❤❤❤❤❤💜
2021-07-10
0
Wijaya
Be patient kai,,, jangan cuma PASIEN
2021-03-06
0
🅰®⛎♏
torin oh torin cinta pertama di tolak
2021-02-08
0