Selama perjalanan, aku hanya diam menikmati
kegugupanku. Netraku lebih banyak memandang keluar jendela mobil. Menikmati
lajunya bayangan benda-benda yang semakin tertinggal di belakang.
‘Jay’ terlihat acuh dan dingin memainkan
tablet yang ada ditangannya. Tak sedikitpun ia menoleh atau sekedar bertanya,
‘Bagaimana kabarku? Setelah sekian lama tak
jumpa. ‘Ah, apalah aku ini dihadapannya?’, kuhembuskan napas pelan.
‘Bos, kita sudah sampai’, Bondan sang
bodyguard sekaligus sopir berkata.
‘Heeemm’, sahutnya.
‘Silahkan, nona’, kata Bondan sambil membuka
pintu mobil di sisiku.
‘Terima kasih’.
Mengekori langkah panjang Jay, aku tertinggal
jauh. Dua langkahku satu langkah buatnya. Sesampai di ruang tengah rumah nan
megah bergaya Eropa itu, aku tertegun, menikmati lampu Kristal yang tergantung
di tengah ruangan.
Andai boleh mungkin air liurku sudah jatuh
berceceran di lantai mengkilap ini. Bagaimana tidak, aku yang notabene pengagum
keindahan ini dihadapkan dengan kemewahan yang hanya ada di negeri dongeng.
Sedetik….dua detik….sampai hampir lima menit, kakiku tak kunjung beranjak dari
tempat semula sampai,
’Heiii, perempuan sampai kapan kamu berdiri
disitu?’ bentaknya kasar.
Telingaku sampai berdengung mendengarnya.
Kupaksa alam khayalku kembali ke dunia nyata sambil mendengus,
’Apa?’, ketusku.
‘Watiii, persiapkan wanita itu untuk nanti
malam!’, teriaknya pada salah seorang asisten rumah tangga yang berjejer di
dekat tangga lantai dua.
‘Hei, apa maksudmu dengan untuk nanti malam?’,
sahutku keras.
Jay tidak memandangku sama sekali, dia terus
melangkah menuju lantai dua, sejurus kemudian kudengar
‘Blaammm,’ pintu yang ditutup dengan keras.
Aku terlonjak sesaat sebelum kewarasanku
menyapa lagi, aku pun teriak,
’Jaaaay awas saja kau kalau macam-macam
denganku. Aku tidak akan melepaskanmu sampai ke akhirat pun akan kucari kamu,
kuhantui kamu. Lebih baik aku mati dalam kemiskinan dari pada menjual diriku
padamu, brengsek!’, umpatku panjang lebar.
‘Nona, silahkan ikut saya!’, petunjuk Wati
dengan sopan.
‘Tidaak, untuk apa aku harus ikut. Bilang pada
majikan gendengmu itu untuk melepaskanku’.
‘Maaf nona, anda tahu Mr. Jay tidak suka
dibantah?’
‘Dan katakan padanya, akulah orang pertama
yang akan melakukannya. Atau?’,
‘Atau apa nona?’.
‘Aku akan melakukan hal yang dia paling tidak
sukai di dunia ini. Dia tahu apa itu’, ancamku.
Sebelum aku hempaskan bokongku di atas sofa
panjang yang ada di ruang tamu. Empuk dan nyaman, hal yang pertama kali
kurasakan. Santai dengan mengerakan kaki ini ke depan belakang. Bersandar pada
bantalan kursi, kucoba memejamkan mata.
Tak kupedulikan tatapan horror serta kuatir
Wati, dihadapanku.
‘Paling dia mengkhawatirkan barang-barang
disini yang nanti kotor tercemari bajuku yang lusuh berdebu dan bau keringat
ini, terserahlah. Asal si Jay gila itu tak macam-macam padaku’.
Aku tertawa dalam hati mengingat
bantahan-bantahan yang selalu kulontarkan setiap bertemu dengannya. Bukan hanya
saat ini pun hal itu terjadi bertahun-tahun yang lalu dimana kebersamaan itu
masih terjalin diantara kita.
Tak beberapa lama kemudian.
Sayup-sayup terdengar gumaman tidak jelas di
kejauhan. Hembusan napas hangat kurasakan menggelitik ditelinga.
‘Sebentar lagi, mak. Aku masih mengantuk. Iya
aku hari ini masuk agak siangan’, dan aku pun kembali terlelap dalam mimpi yang
panjang.
Bahkan tak ku hiraukan tawa geli dari emak yang mencoba membangunkan. Sampai kemudian
orang yang melahirkan aku ke dunia ini menyerah sembari berkata,
’Mungkin dia terlalu lelah, biarkan saja’.
Semenit kemudian tubuhku melayang di udara.
Aku merasa nyaman serta merta ku meringkuk di dada yang hangat ini.
Sisi pikiran warasku protes, ’hei sejak kapan
emak kuat sekali tenaganya bisa menggendongku seperti ini’, tapi hal itu
tergerus oleh rasa kantuk hebat dan tanpa kusadari aku semakin lelap tenggelam kealam
bawah sadarku.
‘Emaaak tolong….tolongi Suti. Aku takut mak….tidak….tidak
jangan mendekat, jangan gigit aku. Apa mau mu pergi….pergi!’, ku usir ular raksasa
bertubuh hitam dengan taring panjang serta mata bengis berwarna kuning
kehijauan itu.
Pupil hitamnya yang kejam hitam mengikis habis
keberanianku. Aku menggigil ketakutan. Keringatku keluar tak beraturan
membanjiri wajah dan tubuh ini. Kebingungan antara melompat ke dalam sungai
hitam tak berombak di depan atau harus melawan ular raksasa di depanku.
‘Tidaaaak’, ku terbangun dengan napas
tersengal-sengal.
‘Hei ini bukan kamarku’, mengerjapkan mata
sembari mengumpulkan kesadaran.
Netraku sejenak menatap lampu Kristal yang ada
di langit-langit kamar. Sinarnya agak sedikit redup. Bingung, tubuhku terasa
kaku. Sejenak ku tolehkan kepala ke samping tak ada siapa pun. Hembusan angin
dingin dari arah balkon menarik ku kealam sadar.
Kuraba seluruh tubuh ini, ‘untung masih
lengkap’. Tapi ini gila!’, histerisku.
‘Ceeks, selalu seperti itu. Tidak bisa kah
kamu tanpa teriakan?’
‘Apa yang sudah kamu lakukan Jay? Menodaiku?’
‘Hei perempuan kalau ngomong jangan
sembarangan. Aku tidak cukup gila menidurimu dalam keadaan tidak sadar seperti
itu. Tidak ada rasanya tahu. Seperti tidur dengan batang pohon pisang saja.
Kaku dan dingin. Kalau kamu mau sekarang saja, bagaimana? Mumpung kesadaranmu
sudah pulih. Sehingga mampu mengimbangi gerakan erotisku, heemmm’, mendekatkan
wajahnya ke arahku.
‘Kamu gila Jay. Tak sudi aku menyerahkan diri
pada lelaki mesum tak berperasaan seperti mu’, ku lempar bantal ke arahnya.
‘Ha…ha…ha. Tubuhmu masih menarik seperti dulu.
Tapi apakah masih merupakan levelku. Lihatlah aku sekarang, buka matamu
lebar-lebar. Apa pantas perempuan seperti mu untuk kutiduri. Sedangkan diluar
sana banyak sekali wanita yang mau one night stand denganku. Mau yang
bagaimana, artis, pengusaha, manajer perusahaan atau bahkan owner perusahaan
nan sexy dan bahenol pun bisa kudapatkan dengan menjentikan jari’.
Aku merasa terhina tapi benar juga apa yang
dia katakan.
Membatin, ’tapi aku tahu siapa dia yang penuh
intrik serta menghalalkan segala cara hanya untuk mendapatkan keinginannya.
Setelah bosan ia akan campak kan semudah meniup daun kering ke tanah.
‘Kau tidak menyentuhku kan. Lantas bagaimana
aku bisa berganti baju tidur ini. Siapa yang menggendongku ke kamar ini. Dan
mengapa kamu berada di sini?’
‘Kamu lupa ini rumah siapa? Sesuka ku lah aku
mau ada dimana. Dan perlu kamu tahu ini adalah kamarku, perempuan’, jawabnya
sembari mendongakan kepala menunjukan kesombongannya.
‘Heeemsssh’, dengusku kasar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments