BAB IV

‘Yaaah, disinilah aku sekarang. Merenungi

nasibku sebagai seorang pengangguran. Tepat satu bulan semenjak presentasi

brengsek itu. Aku dirumahkan, ah tidak, lebih tepatnya lagi semua karyawan

‘Dico hotel and travelling’, di pecat dengan hormat dan diberikan kompensasi

sesuai dengan masa kerja masing-masing.

Sedikit menyesal, tentu saja. Karena aku tak

mampu memenuhi keinginan pak Yono, untuk membawa bonus yang banyak di saat

beliau memasuki purna tugasnya. Dalam acara perpisahan perusahaan aku

mengucapkan beribu permintaan maaf.

Dengan bijaksananya pak Yono menasehatiku, ’Lebih

baik begini, Suti, daripada kamu menggadaikan harga dirimu demi tender yang

tidak seberapa itu’.

‘Maksud, bapak bagaimana? Itu tender besar loh

pak. Harapan bos besar satu-satunya untuk menyelamatkan perusahaan dari

kehancuran’.

‘Maksudku kamu mungkin bisa memenangkan tender

itu, tapi dengan menjual tubuhmu ke Mr. J. Memangnya kamu mau hal itu terjadi.

Kamu ingin mengikuti jejak si Selly?’

‘Idiiih, amit-amit deh pak. Mending aku jualan

krupuk dan nasi saja di alun-alun kota seperti saat kuliah dulu. Hati tentram

karena hasil dari pekerjaan halal’.

‘Nah, itu Suti tau’.

‘Yaah, tapi saya sedikit kecewa, karena tidak

bisa memenuhi harapan pak Yono’.

‘Mengenai apa? Yang mau kujadikan mantu itu

kah?’.

‘Iiih, bapak ada-ada saja ya. Memangnya masih

punya stok anak laki-laki?’.

‘Gak ada, anaku ya hanya Dewi, itu pun sudah

sold out’.

Aku tergelak, ‘memangnya mbak Dewi penyuka

sesama jenis ya pak?’

‘Hus…ngawur kamu’, di acaknya rambutku dengan

sedikit kasar.

‘Mbak mu Dewi itu, perempuan tulen Suti. Ngak

neko-neko anaknya. Sudah ah, ngomong sama kamu, tambah ngawur saja. Cepat pergi

bergabung dengan temanmu yang lain sana! Sapa tau ada info lowongan pekerjaan

di tempat lain’, usirnya.

‘Siap pak, doain ya, segera dapat pekerjaan

lagi. Nanti kalau dapat bapak saya tarik deh, jadi manager bagian marketing

sama seperti dulu’.

Beliaunya tergelak, ‘ngak usah, aku mau

menikmati masa pensiunku dengan tenang. Serta momong cucu saja. Coba bayangkan

setiap hari ditemani Dewi sama anaknya jalan-jalan pagi ke alun-alun kota

sambil ngasih makan burung yang ada di sana. Menghirup udara pagi, merasakan

hembusan angin dari pohon taman kota. Oooh segernya, nikmat kehidupan yang siap

kujalani’.

Kulihat pancaran mata atasanku yang berbinar

ceria dan pipi tembemnya menggembung seolah angin itu nyata dihadapannya.

‘Oalah, pak. Enak benar yang sudah memasuki

usia non-produktif’, pikirku.

Anganku melayang ke kejadian beberapa hari

yang lalu. Banyak rekan-rekan kerjaku yang menangis terutama Dona, si cerewet

itu. Dia menangis bukan karena tidak bekerja lagi. Tapi karena tidak akan

bertemu denganku lagi.

Susah payah aku membujuknya, tak dihiraukan,

seolah lupa kalau kami masih satu kos an. Hanya terpisah oleh pintu ruang yang

berbeda. Padahal setiap hari dia ribut membangunkan ku jika terlambat bangun.

Pun sebaliknya.

‘Suti, gimana donk, hubungan kita nantinya?’

‘Maksudmu apa Don?’

‘Dona suti Dona, bukan Don. Kamu kira aku Doni

atau Don yuan, gitu?’

‘Iya, Dona cerewet nan centil’.

‘Nah, gitu donk. Manggil jangan

setengah-setengah. Bisa menimbulkan persepsi yang salah. Apalagi yang dengar

orang yang tak dikenal. Bisa-bisa aku dikiranya transgender nanti’.

‘Memangnya kamu perempuan tulen’, tanyaku lagi

sambil mengedip-ngedipkan mata.

‘Ouuh brengsek lu. Apa perlu kubuktikan nih,

genderku’, tukasnya sambil mengangkat rok sepannya.

‘Aduh…duh gak usah Donald. Nanti dilihat ibu

kos pas lewat, malu. Dikira kita mau mesum lagi!’.

‘Ya sekalian saja. Biar tambah hot gossip yang

menyebar di tempat kos ini’.

‘Gila lu ya. Sudah-sudah topik kita apaan

tadi?’, tanyaku sedikit bloon.

‘Haaish…ini belum tua sudah pikun duluan’,

ditoyornya kepalaku pelan. ‘tentang kita, Suti. Nanti aku kangen kalau tidak

bertemu denganmu setiap hari’.

‘Kita kan masih satu kos an, Donald. Cuma

terhalang tembok ruang saja. Masa iya, tidak bisa bertemu. Kamu aneh deh’.

‘Aku mungkin pulang kampung. Si mbok sudah

kangen pingin kumpul sama anak-anaknya. Jadi aku mau pamit sama bu kos. Mulai

besok aku sudah tidak tinggal disini lagi’.

‘Yaaah, tega kamu, dona. Masa aku ditinggal

disini sendiri sih. Kalau ada yang nyulik bagaimana?’, kataku memelas.

‘Biarin saja. Apalagi kalau yang nyulik elu

orangnya ganteng dan tajir, macam si Jay itu’.

‘Bffuuuh, semburku keras ke mukanya’.

‘Lu belum tau aja siapa yang membuat kita jadi

pengangguran’, batinku. Sedangkan Dona tertawa keras sampai terpingkal.

‘Eh ni anak kesambet kali ya?, tadi

nangis-nangis karena mau berpisah. Sekarang tertawa-tawa kayak kerasukan setan.

Amit-amit’, aku geleng-geleng kepala.

Setelah kejadian

itu.

‘Pulang kampung? Gengsi donk. Jadi disinilah

aku sekarang, terjepit diantara para pelanggan setiaku. Yaah…para mahasiswa

yang kelaparan serta para manusia pencari keringat untuk kesehatan.

Alun-alun kota adalah tempat strategis untuku

berjualan nasi pecel dan menu urap-urap serta lauk ayam goreng juga telur

balinya. Aku senang tatkala para pencari kuliner pagi itu memborong beberapa

bungkus untuk dinikmati sebagai menu pembuka kegiatannya yang padat.

Wajah-wajah puas kekenyangan merupakan pertanda bagiku untuk meraup lebih

banyak rupiah.

Tepat jam delapan pagi, aku sudah menghitung

penghasilanku hari ini. Dibawah pohon cemara rambut yang tumbuh rindang

sepanjang tepian tempatku berjualan.

‘Lima ratus ribu! Wow! Perolehan yang luar

biasa. Hanya dengan modal dua ratus ribu rupiah, aku bisa menghasilkan sebanyak

ini. Sebentar lagi aku bisa jadi owner restoran, nih’, batinku.

Sembari menikmati nasi empok jualan mbok

Misnah, pikiranku kembali melayang ke kejadian satu tahun ini. Betapa sulitnya

aku mencari pekerjaan baru, sudah kucoba melayangkan lamaran kesana kemari

sesuai dengan ijasahku.

Dari yang melalui e-mail pun yang langsung

kudatangi perusahaannya, tapi tak satupun diantaranya yang mau menerimaku.

‘Aku heran, padahal standar kualifikasi kerja

yang mereka minta sudah terpenuhi semua. Bahkan aku punya pengalaman yang lebih

dari cukup. Apa yang membuat mereka menolak ku?’ kugelengkan kepala

berkali-kali, tak mengerti.

‘Pagi, nona Suti!’ aku terhenyak. Sapaan itu

menarik kesadaranku ke alam nyata.

‘Pa….pagi’, sahutku tergagap.

‘Masih ingat saya?’

Kucoba melacak memoriku lagi terhadap sosok

lelaki tampan gagah nan rapi di depanku ini.

‘Emmm, sepertinya kita pernah bertemu, tapi

dimana ya?’

‘Anda betul-betul tidak mengingat saya nona?’

‘Eh..iya maaf, anda siapa? Apa kita pernah

bertemu sebelumnya?’

‘Oh my God, betul rumor yang saya dengar. Anda

orangnya pelupa. Padahal yang saya tahu, nona adalah pekerja yang berprestasi

di perusahaan dan banyak membawa kemajuan serta keuntungan, dulu’.

‘Aah, anda bisa saja tuan….ehmm, tuan siapa

namanya?’, tegasku kembali.

Dia tertawa keras sebelum menjawab pertanyaan,

melihat ekspresiku.

‘Perkenalkan lagi, nama saya Andrew, nona.

Andrew santoso, saya asisten pribadinya Mr. Jay’.

‘Aha, saya ingat sekarang. Yeaah, kita pernah

bertemu di acara presentasi perusahaan Dico hotel and travelling, sesaat

sebelum pemutusan kontrak kerja masal’.

‘Bisakah nona mengikuti saya? Ada yang ingin

bertemu dengan anda’.

‘Siapa?’, tanyaku keheranan.

‘Nona lihat disana. Orang yang ada di dalam

mobil Bentley hitam itu, ingin berbicara dengan anda’.

‘Bos anda?’ tanyaku meyakinkan lagi.

‘Ya, Mr. Jay. Silahkan nona ikuti saya!’

perintahnya lagi.

Aku membetulkan topi yang kukenakan sambil

netraku melirik ke arah mobil seharga tiga koma enam milyar itu. Tampak

disebelah pintu penumpang, ada dua bodyguard yang berjaga.

‘Mau apa dia?’, pikirku.

‘Banyak banget musuhnya, musti pakai pengawal

segala hanya bertandang ke tempat aman nan sejuk ini?’

Dengan langkah ragu ku ikuti Andrew

mendekatinya. Sesaat kemudian salah satu pengawal yang berbadan besar itu,

membukakan pintu untuk ku. Aku hanya diam termangu memandangi celana kerja

berbahan mahal yang membaluti kaki panjangnya.

Aku terpesona dengan sepatu kulit berwarna

coklat terang, yang berkilau menyilaukan mataku. Sedetik….dua detik hingga tak

terasa hampir dua menit aku hanya terpekur di tempat yang sama.

‘Masuk, sampai kapan kamu berdiri di situ’,

bentaknya kasar.

Aku terhenyak’, eh…tidak nanti mobil Mr. Jay

kotor’, jawabku gugup.

‘Ray!’ gelegarnya lagi.

‘Ya bos’.

‘Paksa wanita itu ke dalam mobilku. Kalau

perlu gendong dia!’

‘Bos yakin?’, tanya pengawal yang dipanggil

Ray tersebut.

‘Sejak kapan kau menjadi tidak yakin dengan

perintahku, Ray?’

Aku semakin terkejut, ’tidak! Aku tidak mau

dipermalukan dengan hal tersebut. Apalagi disini masih banyak pelanggan dan

teman-teman pedagang seperjuanganku’.

‘Bahkan disudut sana mbok Misnah

memperhatikanku dari tadi. Kang Tono yang jualan cendol pun melihatku secara

intens. Kuatir hal buruk akan menimpaku. Ya, persaudaran antar pencari nafkah

disekitaran alun-alun kota ini memang sangat kental’.

Ku ikuti kemauannya tanpa bantahan.

Terpopuler

Comments

Mira NR

Mira NR

agak bingung Thor .. terlalu banyak spasi.

2024-05-05

0

lihat semua
Episodes
1 BAB I
2 BAB II
3 BAB III
4 BAB IV
5 BAB V
6 BAB VI
7 BAB VII
8 BAB VIII
9 BAB IX
10 BAB X
11 BAB XI
12 BAB XII
13 BAB XIII
14 BAB XIV
15 BAB XV
16 BAB XVI
17 BAB XVII
18 BAB XVIII
19 BAB XIX
20 BAB XX
21 BAB XXI
22 BAB XXII
23 BAB XXIII
24 BAB XXIV
25 BAB XXV
26 BAB I
27 BAB II
28 BAB III
29 BAB IV
30 BAB V
31 BAB VI
32 BAB VII
33 BAB VIII
34 BAB IX
35 BAB X
36 BAB XI
37 BAB XII
38 BAB XIII
39 BAB XIV
40 BAB XV
41 BAB XVI
42 BAB XVII
43 BAB XVIII
44 BAB XIX
45 BAB XX
46 BAB XXI
47 BAB XXII
48 BAB XXIII
49 BAB XXIV
50 BAB XXV
51 BAB XXVI
52 BAB XXVII
53 BAB XXVIII
54 BAB XXIX
55 BAB XXX
56 BAB XXXI
57 BAB XXXII
58 BAB XXXIII
59 BAB XXXIV
60 BAB XXXV
61 BAB XXXVI
62 BAB XXXVII
63 BAB XXXVIII
64 BAB XXXIX
65 BAB XL
66 BAB XLI
67 BAB XLII
68 BAB XLIII
69 BAB XLIV
70 BAB XLV
71 BAB XLVI
72 BAB XLVII
73 BAB XLVIII
74 BAB XLIX
75 BAB L
76 BAB LI
77 BAB LII
78 BAB LIII
79 BAB LIV
80 BAB LV
81 BAB LVI
82 BAB LVII
83 BAB LVIII
84 BAB LIX
85 BAB LX
86 BAB LXI
87 BAB LXII
88 BAB LXIII
89 BAB LXIV
90 BAB LXV
91 BAB LXVI
92 BAB LXVII
93 BAB LXVIII
94 BAB LXIX
95 BAB LXX
96 BAB LXXI
97 BAB LXXII
98 BAB LXXIII
99 BAB LXXIV
100 BAB LXXV
101 BAB LXXVI
102 BAB LXXVII
103 BAB LXXVIII
104 BAB LXXIX
105 BAB LXXX
Episodes

Updated 105 Episodes

1
BAB I
2
BAB II
3
BAB III
4
BAB IV
5
BAB V
6
BAB VI
7
BAB VII
8
BAB VIII
9
BAB IX
10
BAB X
11
BAB XI
12
BAB XII
13
BAB XIII
14
BAB XIV
15
BAB XV
16
BAB XVI
17
BAB XVII
18
BAB XVIII
19
BAB XIX
20
BAB XX
21
BAB XXI
22
BAB XXII
23
BAB XXIII
24
BAB XXIV
25
BAB XXV
26
BAB I
27
BAB II
28
BAB III
29
BAB IV
30
BAB V
31
BAB VI
32
BAB VII
33
BAB VIII
34
BAB IX
35
BAB X
36
BAB XI
37
BAB XII
38
BAB XIII
39
BAB XIV
40
BAB XV
41
BAB XVI
42
BAB XVII
43
BAB XVIII
44
BAB XIX
45
BAB XX
46
BAB XXI
47
BAB XXII
48
BAB XXIII
49
BAB XXIV
50
BAB XXV
51
BAB XXVI
52
BAB XXVII
53
BAB XXVIII
54
BAB XXIX
55
BAB XXX
56
BAB XXXI
57
BAB XXXII
58
BAB XXXIII
59
BAB XXXIV
60
BAB XXXV
61
BAB XXXVI
62
BAB XXXVII
63
BAB XXXVIII
64
BAB XXXIX
65
BAB XL
66
BAB XLI
67
BAB XLII
68
BAB XLIII
69
BAB XLIV
70
BAB XLV
71
BAB XLVI
72
BAB XLVII
73
BAB XLVIII
74
BAB XLIX
75
BAB L
76
BAB LI
77
BAB LII
78
BAB LIII
79
BAB LIV
80
BAB LV
81
BAB LVI
82
BAB LVII
83
BAB LVIII
84
BAB LIX
85
BAB LX
86
BAB LXI
87
BAB LXII
88
BAB LXIII
89
BAB LXIV
90
BAB LXV
91
BAB LXVI
92
BAB LXVII
93
BAB LXVIII
94
BAB LXIX
95
BAB LXX
96
BAB LXXI
97
BAB LXXII
98
BAB LXXIII
99
BAB LXXIV
100
BAB LXXV
101
BAB LXXVI
102
BAB LXXVII
103
BAB LXXVIII
104
BAB LXXIX
105
BAB LXXX

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!