Rinai hujan rintik-rintik yang seperti
dicurahkan dari langit tertangkap dalam netraku. Aku menunduk semakin dalam
memandangi aliran air di jalan raya. Kuhela nafas keras-keras untuk mengusir
penat dan lelah tubuh ini. Tapi hal itu tak mampu mengusir rasa jengkelku
setelah seharian ini, aku disibukan dengan urusan kantor.
Pikiranku menerawang ke kejadian tadi pagi,
ketika menemani sang bos menemui klien di restoran hotel ‘Daun’.
‘Suti, sudah kau bawa semua file yang akan
kita presentasikan hari ini?’
‘Sudah, pak. Semuanya lengkap,’ jawabku masih
menjinjing laptop di tangan kiriku.
‘Ehm, baguslah’, sahutnya.
Kulihat dia sedikit gugup saat mengambil sapu
tangan dari saku celananya serta mengusap peluh yang mulai bercucuran di
sekitar dahi dan dagu.
‘Aku harap kau nanti tidak mengecewakannya. Orangnya sangat sulit ditebak dan
pemarah. Aku dengar dari rekan-rekan sesama pebisnis bahwa ia tidak menoleransi
sekecil apapun kesalahan yang dibuat oleh orang disekitarnya’.
‘Kamu tahu, Suti? Beberapa hari yang lalu, Arman kena damprat beliau dan proposal
kerjasama yang dia ajukan langsung dilempar di tong sampah. Gara-gara hanya
berbicara sedikit belibet pada saat presentasi. Padahal dia membawa Selly,
sekretarisnya yang sexy dan bahenol itu. Pun pada saat selesai presentasi ia
mencoba mendekatkan diri dengan cara yang kamu tahu lah si Arman itu, dia akan
menggunakan segala cara agar proyeknya goal’, jelasnya lagi panjang lebar
sambil sesekali mengusap peluh di dahinya yang tampak semakin deras mengalir
dari dahinya yang semakin lebar.
Aku bergidik ngeri membayangkan kata segala
cara yang digunakan oleh bos ku ini.
‘Tapi pak Yono, tidak akan menjual saya kepada
orang ini kan?’
‘Hus, ngomong apa kamu! Aku masih waras untuk
tidak melakukan hal seperti Arman. Aku juga seorang ayah dan kakek dari satu
cucu. Anak perempuanku dapat suami orang baik-baik meskipun mereka hidup
sederhana. Suaminya yang lulusan pondok itu pekerjaanya diperoleh dengan cara
halal. Bahkan aku yang setua ini belajar banyak ilmu agama dari dia. Kamu tahu,
Suti? Katanya kembali. Anak semata wayangku tak mau menerima sepeserpun bantuan
yang kuberikan, walau hanya uang saku buat cucuku’.
‘Dia malah berkata,’simpan saja uang itu buat
ayah. Siapa tahu nanti ayah butuh buat berobat. Kami tidak membutuhkannya,
nafkah dari mas Pepeng sudah lebih dari cukup’, selalu itu yang dia ucapkan.
Aku sangat bersyukur sekali punya mereka. Dan aku harap kerjasama ini berhasil
sehingga aku punya bonus yang banyak dari perusahaan untuk tunjangan pensiunku
nanti’.
‘Amiin ya rabbal alamiin’, sahutku dengan
penuh semangat. Bergegas kami menuju ruang meeting dari hotel “daun” yang
terletak di lantai dua.
‘Ting’ pintu lift pun terbuka tepat di lantai
yang kami tuju.
Di sudut ruangan, tampak dua orang berbadan
besar serta berseragam hitam berdiri tepat depan pintu ruang yang akan menjadi
tempat meeting. Dilihat dari pakaian yang mereka kenakan, aku yakin mereka
adalah bodyguard pribadi dari ‘Mr. J’.
‘Eits….tunggu. Nama itu mengingatkan pada
panggilan yang sering kugunakan dulu pada saat menjalin kasih dengan seseorang.
‘Ah tidak, mungkin inisialnya saja yang sama.
Mana mungkin dia mau berkecimpung di dunia bisnis yang kejam ini. Dia tidak
pernah serius, kan?’ monologku lagi.
Aku terkesiap ketika memasuki ruangan. Kutata
lagi degup jantungku yang tak karuan.
‘Kok bisa dia sih? Jadi Mr. J yang terkenal
sadis itu dia’, monologku dalam batin.
Pembukaan rapat yang dilakukan oleh Andrew,
asisten pribadinya terasa panjang dan lebar. Fix, dia orangnya detil dalam
memaparkan apa saja yang menjadi hak dan kewajiban peserta tender kali ini.
Wajah-wajah antusias dari perwakilan berbagai perusahaan yang bergerak di
bidang jasa hotel dan travelling memenuhi setiap sudut ruang meeting nan luas.
Sebentar netraku melirik kearah Mr. J, dia
tampak dingin dan acuh. Wajah tampan dan rambut klimisnya, terasa aneh bagiku.
Tatapan tajam dan membunuh, milik ia, membuatku bergidik ngeri. ‘Apa yang
membuatmu berubah, Jay?’ pikirku berkata.
Kuhela napas agar mampu mengurangi kegugupan
saat aku kan maju presentasi proposal perusahaan kami. Kulihat dijajaran kursi
depan, pak Yono, mengacungkan ibu jarinya, seolah memberiku amunisi tambahan
untuk mentalku yang mulai rapuh, ketika melihat Jay di depan sana.
‘Semangat, Suti. Kamu harus bisa memenangkan
tender ini, demi kelangsungan perusahaan dan para karyawan. Ingat mereka
tergantung denganmu!’ gumamku pelan.
Kubagi print out proposal kepada Andrew,
sesaat dia berjalan kearah bosnya dan sedikit berbisik, kulihat Jay mengangguk
tanpa ekspresi. Kurasakan kadar kegugupanku meningkat. ‘Semoga presentasiku
lancar, bantu aku ya Allah’, doaku pelan.
Aku mengangguk sopan, sesaat setelah
presentasi panjang kulakukan. Sementara disana kulihat ‘Jay’ mengepalkan tangan
kirinya. Sedangkan tangan yang digunakan untuk memegang proposal sedikit
terangkat ke udara. Dag dig dug perasaan ini, hatiku semakin menciut melihat
hal tersebut. ‘Please, Jay. Beri kesempatan pada perusahaan kami’, netraku
terpejam serta sedikit meremas kedua tanganku. ‘Semoga ada keajaiban’.
‘Andrew!’ bentaknya memenuhi ruang.
‘Ya bos’.
‘Buang sampah ini ke tempatnya!’ Bubarkan
mereka, hanya buang-buang waktuku saja!’
‘Siap bos’.
Aku hampir menangis melihat hal tersebut. Pun
pak Yono, mulai mengelap peluh yang bercucuran di dahinya. Senyum itu terlihat
sedikit kecut. Aku salah tingkah memandang beliau. Netra kami beradu pandang
seolah mengerti. Dia hanya angkat bahu seolah pasrah dengan takdir kami. Dengan
secepat kilat kubereskan laptop dari meja. Sedikit berlari kuhampiri Andrew.
‘Mr. Andrew, please! Tolong pertimbangkan lagi
proposal perusahaan kami’.
‘Hemmm, tergantung si bos, nona. Aku hanya
seorang pekerja disini’.
‘Jay!.......eh maaf, Mr.Jay. Tak bisa kah anda
meluangkan waktu barang sebentar untuk melihat proposal kami?’. Dia menoleh,
serentak semua orang dalam ruangan itu menghentikan aktifitasnya. Dengan penuh
kekuatiran mereka menantikan responnya.
Ia melihat wajahku sekilas kemudian
memandangiku dari ujung rambut sampai sepatuku. Sejurus kemudian menatap dadaku
sedikit lama. ‘ehem, itu tergantung dengan performamu, nona’, bisiknya di
telingaku.
‘Dasar mesum, bajingan’, kutendang dengan
jurus kungfuku baru tau rasa kau. Otak miring!’ tentu saja kata-kata itu hanya
ada dalam pikiranku. Sedangkan aku sedikit tersenyum dengan tingkah lakunya.
‘Brengsek!’, umpatku pelan sebagai balasan atas tingkah lakunya.
Jay tampak santai serta melangkahkan kakinya
menuju keluar ruangan bersama Andrew di belakangnya. Di lorong aula, Andrew
mengacungkan jempolnya ke arahku. ‘Apa maksudnya?’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments