“Iya pak. Wa’alaikum salam...” Jawab Dokter Ray lembut. Ia tersenyum miris saat melihat punggung mereka menjauh, matanya kembali menatap data Nayya.
“Bi... ini gimana Bi Mi?” Tanya Habib miris saat sudah didepan pintu.
“Tenang dulu. Istighfar dulu. Kita sholat dulu lalu kembali ke ruangan Dia.” Jawab kyai Abu.
“Iya. Kita minta jawaban dari Allah saja ya nak.” Jawab Umi Ana lembut.
Habib hanya pasrah dan melangkah menuju masjid melaksanakan sholat bersama keluarganya. Ia meminta kepada sang Kuasa jalan dari pesoalan yang ia hadapi. Tiada tempat atau pun jalan yang ia dapat, hanya kepada Sang Kuasalah tempatnya memohon dan meminta saat ini.
Setelah selesai mereka kembali kekamar Nayya. Bisa mereka liat Nayya masih terlelap tidur, sedangkan orang tuanya duduk disamping kasurnya. Habib menarik nafas dalam. Ia memilih duduk disofa jauh dari sana, tapi masih bisa melihat jika Nayya sadar.
Begitu juga Orang Tuanya. Mereka memilih duduk disamping Habib untuk menenangkannya. Tak lama kemudian Nayya kembali sadar.
“Bunda....” Ucap Nayya lemah ditengah-tengah kesadarannya...
Kepala Bunda Nayya medongak menatap Nayya. “Kamu udah bangun sayang?” Tannya. Sontak ayah Nayya duduk dikursi belakang Istrinya juga bangun. Ia mendekat disisi istrinya.
“Bunda kok masih gelap?....” Tanya Nayya.
Habib dan keluarganya pun mendekat menatap Nayya lemah. Mereka berjarak 2meter dari keluarga Nayya.
“Sayang. Kamu jangan fikirin yaa.” Jelas ayahnya. Ia sudah tak tau harus bicara apa lagi. Ia tak mau berbohong yang tak ada ujungnya.
“Ayah. Mata Nayya kenapa? bukannya mati lampu. Ayah hidupin lampunya.” Ucap Nayya mulai takut.
“Sayang hey. Kamu jangan panik.” Ucap Ayahnya berat. Ia memegang tangan kiri Nayya. Bunda Nayya memeluk anaknya erat. Ia tak tau harus menjelaskan apapun. Sungguh hatinya hancur bagai diterjang angin topan. Sakit, lebih sakit dihujam ribuan anak panah.
“Mata Nayya kenapa Yah?. “ Tanya Nayya panik.
Ayah Nayya hanya diam tak tau menjawab apa. Ia tak tau harus jujur atau tidak. Jikapun ia berniat jujur, suaranya bagaikan tertelan oleh perutnya kembali. Ia memeluk istrinya dan anaknya.
“Nayya. Kamu jangan sedih ya. Walaupun kamu udah nggak bisa lihat, bunda yang akan jadi mata Nayya...” Ucap Bunda Nayya sedih. Air matanya jatuh dipipi Nayya saat ia mencium pipi Nayya.
Nayya merasakan air mata Bundanya. Tangan kirinya terangkat meraba-raba mencari wajah Bundanya. Tangannya ditangkap oleh bundannya, Bundanya menaruh tangan Nayya dipipinya seakan tau apa yang Nayya cari.
“Bunda jangan nangis. Apa bunda nangis karena Nayya lagi?” Tannyanya. Matanya mencari-cari bundanya. Ia mengelus pipi bundanya yang basah karena dirinya.
Bundanya menangis menggenggam tangan anaknya. Dengan keadaan seperti ini saya anaknya memikirkan tangisannya. Ia bahkan tak mempedulikan mata dan keadaannya. “Bundaa... hiks hiks. Bunda nggak nangis kok.” Ucapnya sambil menggigit bibirnya.
“Jadi Nayya udah nggak bisa liat ?” Tanya Nayya takut. Tak ada air mata. Ia menguatkan hatinya, ia tak ingin orang tuanya sedih akan keadaannya. Ia sangat mencintai orang tuanya. Bahkan melebihi nyawanya.
“Nayya....” Ucap Ibunya. Ia memeluk Nayya erat. Ayah Nayya merasa begitu hancur melihat masa depan anaknya. Dunianya seakan truntuh. Ia mencengkram dadanya sesak.
Nayya sama sekali tak tau jika orang yang membuatnya sepeti ini sedang melihat kepiluhan yang ia rasakan. Ia memejamkan matanya. Ia berselawat. Ia menyebut dan memuji nama Allah berkali-kali. Ia tak ingin menangis bukan berarti ia tak rapuh. Ia menahan semuanya dengan sekuat tenaga. Ia mendengar isak tangis orang tuanya yang begitu rapuh membuat hatinya bergetar. “Bunda... Ayaahhh...” Ucapnya serak.
Cepat cepat ayah Nayya menghapus air matanya dan tersenyum lembut. Tapi senyumnya menjadi getir saat mengingat anaknya sudah tak mampu ia beri senyum bohong ataupun tulus lagi. Air matanya tanpa pamit meminta keluar kembali.“Apa sayang....” Ucapnya parau, bahkan sudah sedikit putus-putus. Ia menghisap ingus yang menghalangi nafasnya.
“Nayya mau sholat. Bantuin Nayya ambil air Wudhu dong. Sama pakekin Nayya mukena.” Ucap Nayya getir. Ia sebenarnya tidak tau mau sholat apa? Jam berapa?, tapi dengan sholat, ia bisa menenangkan hatinya. Ia ingin melakukan kewajibannya.
“Bentar ya. Bunda ambilin Air dulu. Ayah juga akan ngambil mukenanya,,,” Jawab Bundanya cepat. Ia bangkit dari duduknya dan pergi melewati Habib dan keluarganya tanpa melirik. Begitu juga Ayah Nayya. Ia pergi mengambil mukena untuk Nayya.
Saat orang tua Nayya sudah pergi. Nayya menangis dalam diam. ia menggigit bibirnya kuat untuk tidak terisak, tangan kirinya Mencengkram selimut kuat. Ia tak ingin menangis didepan orang tuanya. Ia harus kuat, ia harus tegar....
Sontak Habib dan orang tuanya mendekat. Umi Ana memegang pipi Nayya dengan jempolnya. “Kamu nggak apa-apa?” Tannya lembut, air matanya tak henti-henti jatuh. Ia tak kuasa melihat Nayya yang begitu berbakti kepada orang tuanya.
Nayya menggerakkan kepalanya. Seakan mencari sumber suara. Ia menggerakkan tangan Kirinya yang untuk menghapus air matanya. Tapi ditahan oleh Umi Ana. “Bunda udah pulang? Nayya nggak nangis kok bun.“ Ucap Nayya gemetar.
Umi Ana meringis kepedihan. Ia menggigit bibir atasnya. “Ini bukan Bunda kamu. Ini Umi Ana.” Ucapnya serak.
“Umi Ana siapa?” Tanya Nayya.
Tapi belum sempat Umi Ana menjawab Ibu Nayya sudah membawa air satu ember dan kain bersih. Matanya menkilat marah saat melihat Umi Ana mengelus pipi Nayya. “Apa yang kalian lakukan dengan putri saya. Pergi...” Ucapnya dingin.sontak Umi Ana menjauhkan tangannya dari pipi Nayya.
“Bunda udah sampek?” Tannya Nayya.
Wajah Bunda Nayya kembali murung menatap putrinya. “Iya sayang. Ini bunda bawain air buat kamu sholat.” Ucapnya. Ia mendorong Umi Ana untuk menjauh, tapi untung Umi Ana di pegang oleh Kyai Abu cepat.
“Kalian pergi. Saya ingin mewudhukan putri saya. Ia ingin melaksanakan sholat Dzuhur.” Ucap bunnda Nayya dingin.
“Siapa mereka bunda? Apa ada banyak orang disini?” Tanya Nayya bingung.
“Ada. Mereka yang bikin kamu kayak gini, andai aja bunuh orang tidak masuk neraka, udah bunda bunuh mereka..”
“Bunda. Semua yang Nayya dapet itu dari Allah bun. Buka dari mereka. Nayya sakit dari Allah. bunda jangan marah-marah. “ Ucap Nayya lembut. “Ayoo, Nayya mau sholat. Yang ada disini selainn mahrom Nayya tolong keluar sebentar ya.” Lanjutnya sopan.
Habib dan orang tuanya pun keluar dari ruangan itu. Pas berpapasan dengan Ayah Nayya.. tapi Ayah Nayya bahkan tak sudi menatap mereka. Ia melangkah masuk melihat istrinya sudah membantu Nayya berwudhu. Ia juga turut membantu Nayya memakai Mukena. Nayya melakukan sholat dengan tidur. Bunda Nayya dan Ayahnya berpelukan menatap putri mereka yang terbaring lemah. Muara sungai suci dimata mereka seakan-akan tak pernah kering 3hari ini. sungguh sakit hati mereka tak ada bandingan dari apapun didunia ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
😍wike😍
nangis pas ada suami cpat" hps air mata😂
2022-08-27
0
KEIRANIA
menyayat banget
2022-06-10
0
Fitria Dafina
Menguras air mata 😭😭😭😭
2021-10-15
0