Hari demi hari telah berlalu semenjak pertengkaran antara Ibu dan anak ini. Kini, genap seminggu sudah Almira didiamkan oleh Mamanya. Gadis itu sudah mencoba berbagai cara untuk mengajak sang Mama berbicara. Namun, Ia masih teringat bagaimana kekecewaan Mama atas ucapannya minggu lalu. Oleh karena itu, ia takut untuk bersuara, yang nantinya kembali menyakiti hati Mama.
Saat ini, Almira tengah duduk di balkon kamarnya, sembari menatap langit sore hari. Pemandangan indah kala langit memancarkan cahaya kemerahan pertanda matahari akan segera berpulang ke peraduannya untuk kembali lagi esok hari.
Tak lama, gadis itu mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar. Ia tidak berniat untuk membukanya, ia sudah yakin jika itu adalah sang Mama. Karena tidak ada seorangpun di rumah ini selain mereka berdua.
Benar sekali! Mama lah yang membuka pintu kamar Almira.
Almira hanya menundukkan kepala karena masih terngiang akan kemarahan Mamanya. Lalu Ia pun memundurkan langkah, mengisyaratkan Mama untuk duduk di ranjang di kamar itu.
Sayangnya, Mama hanya menatap ranjang Almira dengan datar. Tanpa berniat untuk mendudukkan dirinya disana. Ia masih tetap berdiri di ambang pintu sembari melipat tangannya di dada.
"Dua jam lagi calon suamimu akan datang untuk melamar kamu secara resmi dengan keluarga besarnya. Bersiaplah! Mama akan menjemput Papa dan Abangmu di bandara," ucap Mama. Kali ini sudah tidak ada lagi nada dingin dalam perkataannya. Meski raut keras di wajah yang mulai menua itu masih kentara.
"Iya, Ma, " jawab Almira singkat.
Mama pun membalikkan tubuhnya berniat untuk meninggalkan kamar Almira. Namun belum sempat Mama membuka pintu, gadis itu pun berlari dan menubruk tubuh Mamanya dari belakang.
Air mata dan tangisan pun tak terelakkan lagi. Ia tidak betah jika harus didiamkan oleh Mamanya lebih lama.
"Mama... Hiks... Maafkan Mira.... Mira janji akan melupakannya. Mira nggak mau Mama marah sama Mira lagi...." Almira menenggelamkan wajahnya di bahu Mama dan menumpahkan air mata disana.
"....dan tentang Mas Zafran, Mira sedang berusaha untuk mulai mencintainya, Ma. Mas Zafran pria yang baik. Anak-anak pun menerima Mira dengan baik. Sekarang rasa sayang sudah tumbuh di hati Mira... Sebentar lagi! Mira yakin hanya butuh beberapa saat agar Mas Zafran berhasil menghapus nama itu dalam hidup Mira..." lanjutnya dengan yakin.
"...Mira mohon maafkan putri Mama ini! Mira salah, Ma!" ucapnya sesenggukan. Bahkan gadis rapuh itu sudah luruh bersujud di kaki Mamanya. Meski posisi wanita paruh baya itu membelakangi Almira.
Tanpa disadari Almira, air mata pun sudah membanjiri wajah Mamanya. Hati Ibu mana yang tidak terluka melihat anaknya menangis sehebat ini? Semua Ibu pasti akan merasakan luka itu bukan?
Mama pun membalikkan tubuhnya dan membantu Almira untuk bangkit.
"Sudah sayang! Cukup! Jangan seperti ini! Putri Mama adalah gadis yang tangguh. Bukan gadis lemah seperti ini..." Ucapnya membawa Almira dalam dekapan. Walau tangisan masih santer terdengar.
"...Cup! Cup!! Sudah, Mira! Jangan nangis lagi, ah! Mama sudah memaafkanmu. Asal kamu berjanji untuk belajar melupakannya! Mama sangat membenci dia yang sudah membuat putri Mama serapuh ini," lanjutnya lagi.
"Iya, Ma! Mira janji akan benar-benar melupakan laki-laki itu! Mira sudah mulai belajar untuk menerima Mas Zafran dan anak-anaknya. Mira akan bahagia, Ma!" ucapnya begitu yakin.
"Iya, sayang! Putri Mama akan bahagia dengan Zafran. Mama juga sangat yakin akan hal itu. Percayalah! Pilihan Mama adalah demi kebaikan kamu."
"Iya, Ma! Terimakasih! Sekali lagi Mira minta maaf."
"Sudah ah, nangis-nangisnya! Sebentar lagi Papa dan Abangmu landing. Mama harus segera ke bandara. Kamu nggak usah ikut ya? Di rumah saja! Dandan yang cantik untuk malam ini! Jangan lupa mata sembabnya di kompres dulu pakai air es. Anak cantik Mama kelihatan jelek sekali sekarang," ejek beliau bercanda.
"Ah, Mama!" protes Almira lucu.
"Mama pergi dulu ya, sayang!"
"He-em... Hati-hati ya, Ma!"
"Pasti, sayang!" ucap Mama sembari keluar dari pintu kamar anaknya.
*
*
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Detik ini juga, Almira akan resmi menjadi calon istri Zafran untuk beberapa saat. Karena dalam kurun waktu dua bulan lagi, mereka akan menggelar acara pernikahan. Untuk mempersatukan dua insan yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan untuk bersama.
Almira sudah siap dengan gaun merah marunnya, gaun ini khusus dikirimkan oleh Zafran baru saja. Karena pria itu ingin memakai setelan yang serasi dengan calon istrinya untuk acara spesial ini.
Dan benar saja! Saat Almira menuruni tangga dengan dituntun Abangnya, semua mata pun menatap gadis itu dengan pandangan berbeda-beda.
Ada yang menatapnya dengan senyuman maklum, ada calon kedua anaknya yang memandang Maminya penuh kerinduan, dan ada pula yang menatapnya dengan tatapan memuja dan takjub. Siapa lagi kalau bukan pemeran utama laki-laki di acara malam ini?
Zafran sudah akan berdiri untuk menyambut calon istrinya, namun sang Ibu lebih dulu mencegah karena tidak ingin ada kejadian memalukan nanti.
Almira duduk diantara kedua orangtuanya. Papa Almira pun memberikan senyuman dan kecupan penuh rindu pada putrinya ini. Lantaran sudah hampir dua bulan beliau tidak bertemu dengan Almira. Rasa rindu itupun membuncah dalam dada.
Namun seakan tersadar, malam ini bukan saatnya untuk melepas rindu dengan putri kesayangannya. Malam ini adalah waktu bagi putrinya untuk dititipkan kepada seorang pria yang bukan keluarganya, sebelum nanti akan dipersunting dan dijadikan istri.
"Pak Ibrahim? Sepertinya putra bungsu Bapak tidak hadir?" tanya Papa Almira pada calon besannya.
"Iya, Pak! Dia masih sibuk dengan pengerjaan tesisnya. Hanya menitipkan salam dan permohonan maaf karena tidak bisa hadir," jawab Ayah Zafran.
"Oh begitu? Baiklah tidak masalah. Pendidikan juga penting," ucap Papa Almira lagi.
"Pak Bagas dan jeng Santika tenang saja! Zaidan berjanji akan datang dua hari sebelum acara pernikahan berlangsung. Ia juga penasaran dengan calon kakak iparnya yang cantik ini," ucap Ibu Zafran sambil melirik ke arah calon menantunya. Dijawab anggukkan maklum oleh keluarga Almira.
Ayah Zafran yang duduk mengapit putranya dengan sang istri, berdeham pelan untuk mengisyaratkan jika sudah saatnya acara pada malam ini dimulai.
"Baiklah... Untuk menghemat waktu, langsung saja kita mulai. Pak Bagaskara, kedatangan kami sekeluarga ini untuk melamar putri bapak. Apakah kami diizinkan untuk menjadikan nak Almira bagian dari kami?"
"Terimakasih, pak Ibrahim. Untuk jawabannya, semua saya serahkan kepada Almira. Bagaimana sayang?" tanya pria paruh baya itu kepada putrinya.
Semua mata menatap ke arah Almira. Harap-harap cemas mereka menantikan jawaban dari gadis itu. Dan kata yang terlontar dari bibirnya pun mengejutkan semua orang yang ada disana.
"Mira nggak mau!" ucapnya lantang. Zafran terkejut dengan jawaban dari Almira. Kalau ia menolak mengapa selama ini selalu bersikap seperti setuju dengan rencana pernikahan ini.
Sementara Ibu sudah menunjukkan raut kecewanya. Dan Mama menatap tajam Almira.
"Almira?" ucap Mamanya sambil menyentuh paha Almira penuh peringatan.
*
*
*
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Hesti Pramuni
nggak mau...?
nggak mau ditunda...?
nggak mau lama-lama...?
nggak mau bulan depan, tp sekarang..?
isshh...bikin penasaran aja...
2021-06-06
0
Wina Ningsih
semoga mira cuma ngeprank
2021-03-23
3