Saat kakinya melangkah memasuki pintu rumah, Ia sudah disambut oleh teriakan Mamanya. Bahkan sikap lebay wanita paruh baya kecintaan Almira itu bertambah setelah semalam tidak bertemu dengan putrinya.
Hal itu membuat Almira sedikit melupakan kejadian beberapa menit yang lalu.
"Aaaaaa!!! Anak Mama tercantik, tercinta, tersayang!" Beliau memeluk Almira terlalu kencang hingga gadis itu terbatuk.
"Uhukk! Mama ih! Kapan sih lebay-nya hilang?! Mira cuma semalem lho perginya!? Gitu kok mau nikahkan Mira cepet-cepet!" gerutu Almira dengan wajah yang memberengut kesal. Mendengarnya, Mama Almira pun hanya cengengesan.
"Itu beda sayang! Kalau udah nikah ya bukan kamu lagi yang Mama kangenin," jawab beliau misterius.
"Lah? Terus siapa? Mas Zafran?" tanya Almira spontan.
"Bukan juga!"
"Siapa sih, Ma?" tanya Almira saking penasarannya.
"Cucu dong! Kedua cucu Mama yang ganteng itu, plus calon cucu Mama yang akan kamu lahirkan nanti!" ucap beliau membuat wajah Almira memanas lagi.
'Aih mengapa mereka semua senang sekali menggodaku, sih!?' jerit batin Almira bertanya-tanya.
Dia pun memalingkan wajahnya agar tak menatap wajah sang ibu yang menampilkan smirk ejekan untuknya.
"Ma-mama ap-apaan, sih!" jawabnya malu-malu.
"Ciee... Ciee... Malu. Cieeee.." ejek Mamanya lagi.
"Tau ah!" kesalnya.
"Hahahahaaa..." tawa beliau sangat keras. "...mantu mama tadi nggak mampir?" lanjutnya bertanya.
"Masih calon, Mama!" ingat Almira. Menimbulkan cengiran di bibir ibunya.
"Ehee... Iya. Maksud mama, calon mantu," ucapnya.
"Enggak, Ma. Buru-buru ke kantor," jawab Almira lesu. Ia berlalu meninggalkan Mamanya yang masih berdiri di dekat pintu. Bayangkan saja! Mereka dari tadi berbicara dengan posisi berdiri tanpa berubah sedikit pun!
Mama Almira pun menyusul anaknya yang telah membanting tubuh mungilnya di sofa. Beliau duduk di samping kanan Almira sembari menghadapnya. Sedangkan Almira, dia malah menutup mata dengan telapak tangannya. Hal itu membuat lengan daster yang dipakai Almira sedikit tersingkap. Menampilkan ketiaknya yang putih bersih.
Mama yang pada dasarnya kepo pun menyentuh kain tipis itu. Beliau memegang tangan Almira dan memindahnya ke samping tubuh sang putri. Agar beliau bisa melihat wajah putrinya.
"By the way, anyway, busway, Kamu pakai baju siapa, Mir? Tumben-tumbenan pakai daster?" tanya Mamanya sembari menahan tawa.
"Gara-gara Mama, sih! Pakai kasih izin Mira menginap segala! Kan, Mira nggak bawa baju semalem. Yasudah Ibu pinjamkan Mira baju ini. Ibu suruh Mira ninggalin bajunya disana, " jawab Mira.
"Aciee... Udah akur aja nih, sama camer! Terus gimana lagi? Anak-anaknya Zafran gimana? Baik? Atau nakal?"
"Anak-anak baik kok, Ma. Malah mereka udah manggil Mira dengan sebutan Mami. Mas Zafran yang mengajari."
"Auhh, so sweet! Ih lucunya anak Mama udah dipanggil Mami aja! Halo Mami Mira!" goda wanita paruh baya itu kepada anaknya.
Jemarinya mencolek dagu Almira. Beliau juga menaik turunkan alisnya. Membuat Almira kesal.
"Mamaaaaa... Diem deh! Mira tu lagi mikir, Ma," protesnya kesal.
"Mikir? Emang bisa?" ejek beliau.
"Mama ih! Bener-bener nggak sayang, ya, sama anaknya," ucap Almira dengan suara bergetar. Dia memang akan seperti ini jika merasa kesal.
"Ha ha ha... Bercanda sayangnya Mama. Apa sih yang lagi kamu pikirkan? Masalah pesta pernikahan? Kamu tenang saja! Semua sudah beres," ucap Mamanya sok tahu.
"Bukan itu, Ma," jawabnya takut-takut.
"Lalu?"
"Tapi Mama jangan marah ya?"
"Tergantung lah! Berani bayar berapa kamu suruh Mama jangan marah?" jawab beliau masih bercanda.
"Mamaaaaa.. Mira serius."
"Ah, kamu, mah! Nggak asik! Nggak suka Mama kalau serius-serius gini!" protes Mama Almira. "Memang ada apa sih?" sambungnya bertanya.
Almira masih bertahan dengan keterdiaman. Sejenak Ia ragu untuk memberitahu Mama. Pasalnya, hal ini adalah termasuk hal yang sensitif bagi wanita paruh baya itu. Ia hanya tidak ingin perkataannya barusan merusak segala keceriaan di wajah Mamanya kali ini.
Beberapa menit terbuang sia-sia. Pada akhirnya, Almira pun membuka suara setelah berpikir begitu lama.
"Ma... " Ia menarik napas sebelum melanjutkan ucapannya, "...Laki-laki itu kembali. Mira harus apa, Ma? Hati ini masih bergetar namanya. Jantung ini masih berdetak kencang saat mengingat namanya. Mira masih mencintainya, Ma!" aku Almira. Gadis itu tak berani menatap wajah Mamanya yang sudah berganti raut muka. Kini, yang ada adalah wajah keras karena didikan militer di keluarga wanita paruh baya tersebut dulu.
Mama Almira masih terdiam. Kaget. Shock. Dan tak percaya atas pengakuan putrinya. Pasalnya, setelah sekian lama nama itu tak disebut lagi, hari ini, saat Almira sudah dekat dengan pernikahannya, gadis itu malah mengaku masih mencintai lelaki yang sangat dibenci Mama.
Setelah lama diam dengan wajah kerasnya, Mama pun angkat bicara.
"Tahu apa kamu tentang cinta?! Kamu tidak sadar seberapa buruknya dia terhadapmu?! Kamu lupa apa yang pernah Ia lakukan dulu? Aku tidak pernah melahirkan gadis yang bodoh karena cinta bodoh pula, jika kamu ingin tahu!" ucapnya sarkas. Dengan nada dingin tanpa senyuman ceria yang biasa Mamanya tunjukkan itu. Bahkan wanita itu menyebut dirinya 'aku', pertanda jika ia benar-benar sedang marah.
"Tapi, Ma-" Kata-kata yang akan keluar dari bibir Almira pun terpotong oleh hardikan Mamanya.
"Diam! Aku tidak mau lagi mendengar namanya disebut! Sekali nama itu terdengar di telingaku lagi, aku akan pastikan Ia tidak bisa bernapas dengan baik esok harinya," ancam Mama terdengar tidak main-main.
Almira tahu Ia salah, tak seharusnya ia membicarakan pria itu di depan Mamanya. Karena ketakutannya akan kemarahan Mama lebih lanjut, Ia pun hanya menundukkan kepalanya dalam.
"Apapun yang terjadi, rencana pernikahanmu tetap dilanjutkan! Belajarlah untuk mencintai calon suamimu mulai sekarang. Dia yang terbaik untukmu! Bukan pria masa lalumu itu!" putusnya final. Lalu beliau beranjak dari sofa dengan langkah tegas. Memancarkan aura menakutkan dari dirinya.
Beliau pergi dengan meninggalkan seorang anak yang menangis sesenggukkan dengan menekuk lututnya ke atas. Hingga ia terlihat seperti porcelain yang jatuh dan hancur berkeping-keping. Persis seperti hatinya saat ini. Ia menyesal telah mengecewakan wanita nomor satu di hidupnya dengan kata-kata menyakitkan.
Sementara itu, Mama Almira yang bersembunyi di balik pilar rumah pun menatap iba ke arah Almira. Tadi, beliau tak benar-benar pergi. Karena bagaimanapun juga, Almira adalah putri yang sangat dicintainya. Bahkan kasih sayang yang diberikan wanita itu untuk Almira, jauh lebih besar daripada kasih sayangnya untuk kakak Almira, putra sulungnya.
"Maafkan Mama, sayang! Mama melakukan ini karena tidak ingin membuatmu kembali hancur. Mama sabgat mencintaimu, nak," ucapnya bermonolog sembari mengapus air mata yang keluar dengan derasnya.
*
*
*
To be continued
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Hesti Pramuni
mm...
mo lanjut dulu ahh...
2021-06-06
0
Mayang
kyknya mntan istri zafran jg kmbli...klu g slh bc.hehe
2021-05-31
2
ᶜʙ♂️T𝔢R⃟𝖊𖽑𝆧Ṉᵎ𝖊š🌱🐛ᵇᵖ☄
masih penisirin tor
2021-05-06
1