Seperti goresan pedang yang menyentuh kulit. Sakit, bercampur perih. Isabel tak mengalaminya tetapi bisa merasakan sakitnya saat ucapan Maaf justru terucap berulang kali dari bibir pucat sang Ayah.
"Maaf," lirih sang Ayah hingga pria itu memejamkan mata.
Selepas memastikan sang Ayah terlelap dalam, Isabel lekas memungut piring bekas makan dan membawanya keluar.
"Nona, apakah tuan sudah mau makan?" Seorang pelayan melempar tanya sesaat pintu kamar terbuka dengan wajah khawatir.
"Ya," jawab Isabel seraya mengangguk.
Pelayan bernama Ratih itu seketika menarik nafas lega. Setiap hari, tanpa lelah Ratih terus membujuk tuannya untuk makan tepat waktu. Namun sang tuan dengan tegas menolak, dan hanya bersedia makan jika Isabel-lah yang menyuruh lantas menyuapinya.
"Bibi belum tidur?"
Paruh baya itu menggeleng.
"Bagaimana dengan pekerjaan nona?" lirih, pelayan itu bertanya pada sang nona.
"Tidak ada masalah, semua berjalan lancar seperti pada umumnya."
Akan tetapi jawaban Isabel tak sesuai dengan kenyataan.
"Tuan sempat bertanya pada Bibi."
"Tentang?"
"Tentang jarang terlihatnya nona beberapa hari ini di rumah."
"Lalu apa jawaban bibi?" Isabel menautkan alis, curiga juga cemas jika Ratih akan menceritakan semuanya pada sang ayah.
"Saya menjawab yang sejujurnya, jika Nona bekerja sementara waktu untuk mengantikan Retno sebagai cleaning service disebuah perusahaan."
Glek.
Isabel menelan ludah. Dadanya pun terasa sesak seakan terhimpit bongkahan batu besar.
"Sudah kuduga." Saat sang ayah mengucap kata maaf berulang, diiringi bulir bening yang mengalir di sudut mata saat ia memberinya makan, Isabel berfirasat jika sang Ayah sedang tak baik-baik saja. Besarnya penyesalan membuat pria paruh baya itu kerap menunjukan ekspresi demikian. Hingga sang putri yakin, jika sang Ayah cukup terguncang saat mengetahui putrinya bekerja sebagai tenaga pembersih, sedangkan harta yang ia punya tak akan habis dimakan tujuh turunan.
💗💗💗💗💗
Rasa lelah selepas seharian bekerja, ditambah peperangan batin begitu memasuki kediamannya, begitu sangat menyita tenaga seorang Isabel praja diwangka.
Gadis berusia sembilan belas tahun itu tak langsung berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri, namun lebih memilih berbaring di atas ranjang seraya menatap plafon langit-langit kamar.
Bayangan masalalu itu kembali menyapa, saat raga terasa lelah dan mengikis semangat untuk bisa melanjutkan hidup. Hidup Isabel diambang keterputusasaan.
Bergelimang harta dan terlahir dari pasangan muda nan harmonis, menjadi kebahagiaan tak terkira bagi seorang Isabel Praja Diwangka.
Sang Ayah Praja diwangka merupakan putra dari Pram diwangka yang mempunyai banyak usaha pertambangan batu bara di daerah kalimantan dan kini diwariskan pada putranya, Praja Diwangka.
Sementara sang ibu, Laura Wiharjo Diningrat, juga bukan berasal dari keluarga biasa. Perempuan itu terlahir dari pasangan yang masih keturunan keluarga keraton. Hingga Praja dan Laura sering disebut pasangan ideal yang berasal dari keluarga berada meski menikah atas dasar perjodohan.
Saat memasuki usia pernikahan yang ke dua, Isabel lahir kedunia hingga kian memperkuat ikatan cinta yang terjalin antara Praja dan laura.
Semua berjalan seperti biasa. Harta kian berlimpah begitu pun bisnis yang kian berkembang pesat dan menjamur keberbagai kota. Tak ada yang berbeda. Begitu pun hubungan rumah tangga Praja dan laura. Sementara Isabel tumbuh menjadi gadis cantik yang begitu cerdas dan periang. Gadis kecil itu dilimpahi banyak cinta dari orang-orang terdekatnya.
Isabel diperlakukan layaknya putri mahkota. Tak memiliki adik, membuatnya menjadi satu-satunya tempat mendapatkan perhatiaan dari banyak orang. Akan tetapi, Isabel bukanlah gadis sombong dan Arogan yang akan memanfaatkan keadaan. Dia tetap santun dan rendah diri pada semua orang di sekelilingnya.
Akan tetapi kebahagian yang terjalin mulai terkikis saat perempuan bernama Arum meringsek ke dalam hubungan rumah tangga Praja dan laura.
Arum bukanlah siapa-siapa. Bukan sanak saudara juga bukan teman dekat keduanya. Janda beranak satu itu hanyalah orang lain yang tanpa sengaja ditolong oleh laura, kemudian ditampung di kediaman mewahnya.
Arum yang semula terlihat bersahaja, rupanya menjadi gelap mata dan licik saat rasa iri menutupi mata hati. Segala tipu daya dan hasutan ia gencarkan hingga memicu perdebatan dan salah paham diantara Praja dan Laura setiap harinya.
Pada awalnya Laura sama sekali tak menaruh curiga, namun saat memergoki Praja dan Arum tengah bercumbu mesra, perempuan itu murka dan menghajar Arum dengan kekuatan yang ia punya.
Ditengah ketergunjangan yang baru saja dialami, Laura kian dibuat frustrasi saat Praja memilih membela Arum dan berniat untuk menikahinya.
Terang saja Laura tak terima, namun ia pun tak ingin jika pernikahannya kandas yang kemungkinan besar akan berdampak pada mental Isabel juga kerajaan bisnis yang keduanya bangun dengan susah payah.
Sekali lagi, Praja tetaplah seorang Praja. Lelaki yang sudah dikuasai hatinya oleh Arum itu tetap nekat menikah lagi meski tanpa persetujuan sang istri.
Dunia seakan runtuh. Laura luruh dan menangis dalam pelukan Isabel yang kala itu sudah berusia empatbelas tahun. Tentu gadis itu mulai faham akan kemelut rumah tangga yang dialami orang tuanya, meski tak secara keseluruhan.
Keberadaan Arum yang rupanya menjadi ibu kedua baginya, juga status Larasati yang kini menjadi kakak tirinya, membuat Isabel faham jika hidupnya tak lagi sama. Semua untuk dirinya dan sang ibu terbagi. Bukan hanya kasih sayang Praja, namun juga segala fasilitas hidup yang ada.
Laura depresi. Pengkhianatan suami dan teman yang ia pungut di jalan menjadi goncangan terhebat hingga perlahan mengerus mental. Laura lebih banyak diam dan menyendiri tanpa perduli pada sekeliling.
Isabel yang masih dalam proses tumbuh kembang, mulai terabai. Tak lagi mendapat kasih sayang utuh kala sang Ayah justru sibuk dengan keluarga baru dan sang ibu terus larut dalam duka yang berkepanjangan.
Perlakuan tak menyenangkan kerap Isabel dapat dari Ibu dan saudara tirinya. Bahkan kamar utama yang sedari kecil ia tempati diambil paksa. Begitu pun segala fasilitas yang Isabel dapatkan selama ini, berpindah tempat dan dinikmati Larasati. Isabel hanya diam, mengigat sang ayah pun tak keberatan dan membiarkan ketidak adilan itu terus berjalan berbulan lamanya.
"Isabel sudah menikmatinya sedari kecil, maka sekarang, sedikit mengalah-lah untuk saudara tirimu. Dia berhak atas semua yang kau punya, sebab posisi kalian sekarang sama, sama-sama anak Ayah."
Kalimat yang terucap dari bibi Praja membuat Isabel menangis dalam diam. Gadis itu sadar, jika Rasa sayang cinta ayahnya dulu, kini tak lagi sama. Bahkan hampir tiada, seiring Larasati yang mulai mengantikan posisinya sebagai putri Praja diwangka.
Akan tetapi dibalik ketegaran seorang Isabel, Laura, sang ibu tak bisa terima begitu saja. Ia berontak. Bahkan sempat mencekik Praja dengan kedua tangannya. Praja yang mulai terhimpit, berusaha melawan dengan mendorong laura cukup kuat hingga tubuh perempuan membentur tembok hingga bagian kepala mengeluarkan banyak darah. Praja syok, terlebih saat laura memejamkan mata. Perempuan itu pingsan hingga secepat kilat dilarikan ke rumasakit.
Isabel membeku, seorang dokter menyatakan jika sang ibu koma akibat benturan yang cukup keras di area kepala. Dunianya seakan runtuh. Pelita hidupnya kini memejamkan mata dan entah kapan kembali terbuka.
Semenjak itu, kehidupan Isabel mulai berbeda. Gadis itu bangkit dan berusaha bangkit dengan kedua kakinya sendiri tanpa berharap belas kasih orang lain. Terlebih Laura meninggal, selepas beberapa bulan menjalani perawatan.
Isabel menjalani kehidupan tanpa meminta fasilitas dari ayah kandungnya. Ia memilih bekerja apa saja untuk membiayai hidupnya. Hingga beberapa tahun berlalu, Arum mulai menunjukan jati diri yang sebenarnya.
Karma mungkin saja datang. Praja dinyatakan lumpuh akibat kecelakaan lalu lintas yang nyaris merenggut nyawanya. Dalam kondisi sakit, semua tabir yang dulu tertutup rapat kini mulai terkuak.
Arum, istri yang begitu dipuja Praja sebagai istri sempurna, nyatanya pun berselingkuh dengan Erwin, tangan kanan sekaligus orang kepercayaan Praja. Mungkin kini dunia seolah menertawakan kebodohan Praja.
Sesal memang datang terlambat. Kini Praja hanya bisa melewati hari di pembaringan, sembari menatap perih para pengkhianat yang bebas menikmati hidup dengan uang miliknya.
Bola mata Isabel mengerjap. Begitu sesak kala mengingat perjalanan hidupnya beberapa tahun lalu. Berharap bisa melewati masa muda dengan penuh bahagia, nyatanya hanya kepahitanlah yang didapat. Akan tetapi Isabel pun bersyukur. Di balik semua fase hidup yang dilewati, nyatanya cukup memberikannya sebuah pembelajaran hidup yang berarti.
Kini hanya ada satu hal yang ingin gadis itu wujudkan secepatnya. Bekerja, menghasilkan banyak uang hingga bisa membawa sang ayah pergi sejauh mungkin dari rumah. Sebab hanya dengan pergi, akan membebaskan Isabel dan sang ayah dari jerat para pengkhianat yang sudah menguasai sebagian besar harta Praja Diwangka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 191 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sukses
2022-11-23
0
Indraqilasyamil
jadi kebayang kehidupan nyata sering ada yg tidak sengaja menikah ketemu dengan keturunan dari kerjaan
2022-07-13
0
SHIRLI
ditunggu update nya thoor
2022-03-19
1