Lelaki muda berbadan tegap dan berbahu bidang yang tampan masuk ke dalam kelas. Dia adalah murid baru yang diungkit guru tadi. Ketika laki-laki itu masuk, semua perempuan yang ada di dalam kelas tercengang. Melihat betapa gagahnya murid baru itu. Dan mulai bergemuruh.
“Tenang semuanya! Jangan ribut! Ya, silahkan suzuki. Perkenalkan dirimu.”
“Baik. Perkenalkan nama saya Suzuki Ryuga. Kalian bisa panggil saya Ryuga, mohon bantuannya.”
Ageha yang sedang memasukan buku pelajarannya ke dalam laci. Merasa mendengar nama yang tak asing di telinganya. Ia kemudian menoleh ke anak baru yang berdiri di depan kelas itu. Dan ia langsung tahu bahwa murid baru itu adalah lelaki yang ia temui malam tadi. Tapi reaksi Ryuga ketika melihat Ageha sangatlah dingin. Dia hanya melihat Ageha dengan pandangan dingin dan kembali berkonsentrasi dengan seisi kelas.
“Terima kasih. Kamu bisa duduk sekarang.”
Ryuga berjalan melalui bangku-bangku murid lain dengan tatapan berbinar dari para gadis. Ia menemukan bangku kosong di belakang Ageha, dan ia berjalan menuju bangku kosong itu. Saat mereka berpapasan, Ageha hanya tertunduk diam dan mebiarkan laki-laki itu melewatinya serta duduk di belakangnya.
Ternyata semua laki-laki sama saja. Batinnya.
Guru fisika yang sering dipanggil Nakao sensei itu mengabsen semua murid yang ada di dalam kelas.
“Abbechi?”
“Hadir.”
“Ageha? Apa Ageha hadir?”
“Saya hadir, sensei.” Jawab Ageha.
Guru tersebut memandang Ageha yang tertunduk diam. Sewaktu dokter memvonis bahwa ia kena kanker hati. Ageha tidak pernah masuk sekolah. Dan walaupun masuk sekolah, ia tidak ada di dalam kelas. Melainkan di atas atap.
“Ageha, nanti bisa ikut saya ke kantor guru?”
“Iya, sensei.”
Ageha beranjak dari tempat duduknya, diikuti pak Nakao. Tapi sebelum keluar, pak Nakao berpesan kepada muridnya.
“Anak-anak, kalian saya tinggal sebentar. Kalian self–study saja. Kalau begitu bapak permisi.”
“Baik, sensei.”
Ketika pak Nakao dan Ageha meninggalkan ruangan kelas 3-2, seluruh murid yang ada di kelas langsung ribut dan siswi perempuan mulai mengerubungi Ryuga. Bertanya-tanya apa dia punya pacar, rumahnya di mana, alamat E-mailnya apa, serta tipe perempuan yang ia sukai. Ryuga menanggapinya dengan santai, ia menjawab semua pertanyaan yang di berikan oleh semua siswi perempuan yang nge-fans dengannya. Sementara siswa laki-laki mulai mendekati Ryuga dan mengajaknya bergaul dan dia langsung berbaur dengan mereka. Sebuah kalimat muncul di pikirannya. Ternyata gadis yang kutemui malam tadi bersekolah di sini. Aku tak menyangka itu. Tapi melihat dari ekspresi wajahnya, sepertinya ia terkejut dengan perlakuanku yang sangat berbeda dari malam itu. Dasar perempuan bodoh, perempuan memang mudah dikelabui. Batinnya.
Sementara itu di kantor guru. Ageha terduduk diam dengan wajah tertunduk. Di depan Nakao sensei terdapat tumpukan absensi dirinya yang sudah terlalu banyak. Pak Nakao menghela nafas, ia sangat tidak mengerti dengan muridnya ini.
“Ageha, bapak tahu dengan keadaan yang sedang yang kau alami saat ini. Tapi hal tersebut jangan membuatmu berhenti bersekolah.”
Ageha hanya diam, tidak mendengar kalimat yang dikatakan pak Nakao.
“Hhh… jika kamu terus seperti ini. Bapak tidak jamin kamu akan lulus. Kamu terlalu banyak absen. Apa kamu ingin membuat ibumu kecewa?”
Ageha menggelengkan kepalanya. Dan berkata.
“Sensei. Menurut sensei apakah saya akan sembuh?”
Nakao terkejut mendengar perkataan muridnya yang tiba-tiba. Ia tahu Ageha terkena kanker hati stadium akhir yang sukar untuk di sembuhkan. Tapi jika Ageha bertanya seperti itu membuatnya kehabisan kalimat dan terdiam.
“Apakah saya bisa mengikuti ujian negara? Dengan keadaan yang saya yang seperti ini. Dan tidak adanya orang yang memberikan saya semangat untuk hidup. Apakah saya akan bertahan menghadapi semuanya…”
“Teman baik yang dulu saya punyai selalu mengatakan hal yang sangat saya benci. Mereka merasa saya akan segera meninggalkan dunia ini. Terlebih lagi, saya tentu tidak ingin mengecewakan ibu saya dan juga tidak ingin meninggalkannya. Saat ini saya tidak memiliki tujuan hidup dan tidak mendapatkan semangat hidup dari orang lain…”
“Mendapatkan semangat hidup dari orang lain… orang lain…”
Ageha meneteskan air matanya.
“Mendapatkan semangat hidup dari orang lain yang peduli dengan saya. Dan saat ini tidak ada satu pun orang yang peduli dengan saya. Dan saya takut, saya takut jika ajal tersebut mendatangi saya dengan cepat. Saya takut…”
Ageha mengeluarkan isi hatinya sambil meneteskan air mata. Pak Nakao melihat muridnya dengan pandangan iba, ia tidak menyangka Ageha yang selalu berekspresi kuat dan tak takut dengan penyakitnya. Ternyata sangat rapuh dan rentan. Nakao menatap mantap muridnya.
“Maka… maka berusahalah untuk selalu hidup!”
Ageha mengangkat wajahnya, terkejut akan kalimat yang dikatakan pak Nakao.
“Berusahalah hidup untuk ibumu. Berusahalah hidup untukku. Berusahalah hidup untuk orang yang menyayangimu. Berusahalah hidup untuk dirimu sendiri. Berusahalah hidup untuk masa depanmu…”
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments