Meminta izin

“Selamat pagi Papa, selamat pagi kakak!” sapa Anna saat baru bergabung di meja makan.

“Pagi Sayang, perlu papa antar?” tawar papa Tian saat melihat putri nya mulai Mendudukkan diri di samping nya.

“Enggak usah Pah, emm Anna pergi sama kak Michele kok. Lagi pula, hanya menyerahkan berkas ini aja kan ke kampus baru,” jawab Anna seketika membuat Michele langsung tersedak makanan nya.

Uhukkk hukk

“Sayang, pelan pelan,” kata Aldi yang langsung memberikan air putih pada istrinya.

“Anna ...” geram Michele menatap Anna, namun sang empunya hanya menyengir seolah tak bersalah.

“Benar Chel?” tanya papa Tian menatap menantu sekaligus keponakan nya.

“Huuh, dasar adik lucknat!” umpat Michele dalam hati.

“Iya Pa, dan juga nanti kayaknya Michele mau ngajak Anna ke mall sebentar ya Pa. Michele mau beli buku,” kata Michele mengalah dan menjelaskan pada Tian.

“Buku apa?” kini Aldi lah yang bertanya dan menatap istrinya, ia heran karena Michele belum mengatakan dan meminta izin padanya.

“Buku novel lah, apalagi,” jawab Michele sekena nya.

“Sejak kapan kamu suka novel?”

“Sejak kapan yah?” gumam Michele seolah berfikir, “Hem, sejak aku membaca salah satu buku yang di berikan oleh Denis. Kamu tahu kan buku novel bersampul biru di meja rias ku? Yang kemarin aku baca?”

“Buku, bersampul biru? Apakah itu novel?”

“Huum, novel karya Mommy_Ar. Ceritanya ringan tapi cukup menguras emosi ku!” ujarrr Michele kembali menghela napas nya dengan kasar, terlebih saat ia mengingat kembali bagian bagian cerita dari dalam novel yang ia baca.

“Mommy Ar?” gumam Anna seolah berfikir,”Aku seperti pernah mendengar nya, tapi aku tahunya dia penulis di sebuah platform online, dan aku baru dengar kalau sudah ada buku cetak nya.”

“Yang aku baca, itu buku pertama nya. Malah aku tidak tahu kalau dia juga menulis di platform online.”

“Ada kok, di biru sama hijau. Dan ungu juga kalau tidak salah. Tapi aku belum membaca semuanya. Hanya beberapa, yang salah satunya kisah para uyut Pranata.”

“Sudah sudah cukup iklan nya. Jadi kalian mau pergi berapa lama?” kata papa Tian menyudahi cerita Michele dan Anna.

“Gak tahu Pah. Mungkin sore kali ya, karena Michele juga mau nonton dulu dan pulang nya mampir sebentar ke rumah mama.” Jawab Michele menyudahi makan pagi nya.

“Baiklah, tapi jangan terlalu malam. Batas maximal dari papa hanya sampai jam sembilan.”

“Iya pah.” Anna menyengir penuh arti saat matanya bertemu dengan mata Michele, namun gadis itu malah memanyunkan bibir nya dengan kesal.

Yah, gadis. Karena meskipun sudah menikah dengan Aldi beberapa hari yang lalu, dirinya masih gadis hingga saat ini.

“Kamu mau ke rumah mama? Kalau begitu, pulang dari kantor, aku juga di rumah mama, jadi nanti kita pulang bareng ketemu di sana,” kata Aldi yang juga sudah menyelesaikan makanan nya.

Melihat anak anak nya selesai makan sambil berbincang kecil, membuat hati Tian sedikit teriris. Andai, seandainya Cristy masih ada, mungkin wanita itu akan selalu cerewet dan mengatur Anna agar tidak ini dan itu, seperti kakak nya Crystal yang selalu marah marah kepada dua anak nya.

‘Sayang, apakah kamu bisa melihat kami hem? Anak anak kita sudah besar, mereka sudah bahagia. Tapi sayang, kamu tidak disisi ku. Aku berharap, kamu tenang di sana dan bahagia.’ Gumam Tian dalam hatinya, hingga tanpa sadar membuat matanya berembun dan berkaca kaca.

Tidak ingin ketahuan, ia pun menarik nafas nya dengan dalam, lalu segera berpamitan kepada anak anak nya untuk berangkat terlebih dulu. Dirinya sudah menduda selama dua puluh tiga tahun, namun tidak ada niat sedikit pun untuk nya mencari pengganti Cristy, karena baginya menikah hanya satu kali seumur hidup dan juga, dirinya tidak akan bisa melupakan mendiang istrinya. Bahkan, hingga kini setiap malam nya masih selalu mengenang sang istri.