Satu Minggu kemudian, acara lamaranan ayah Hana dan wanita yang dikenalnya beberapa bulan belakang ini pun selesai digelar. Sepasang sejoli yang sudah lanjut usia itu telah usai bertukar cincin. Sekarang saatnya mereka menikmati pesta perayaan di kediaman Arman yang tak lain tak bukan adalah Ayah Hana. Di sana, di rumah dua lantai itu beberapa tamu sudah hadir. Mereka mengucapkan selamat pada Arman dan Tantri yang menurut rencana akan melangsungkan pernikahan bulan depan.
"Ayah, apa Ayah sebahagia itu?" oceh Hana. Dia yang memakai gaun besar tersenyum jail pada sang ayah yang sedari tadi memperhatikan Tantri. Calon ibu tirinya itu memang tampak cantik dan bersahaja ketika menyapa para tamu undangan.
"Tentu saja, Hana. Ayah bahagia bisa mendapatkan cinta di umur senja. Bertemu dengannya itu anugerah. Ayah yakin, setelah menikah nanti hidup ayah akan lebih berwarna," balas Arman disertai kekehan kecil.
Begitupun Hana, raut bahagia terpancar dari wajahnya. Melihat sang ayah tertawa, menyisakan bahagia juga di hatinya. Sang ayah yang dia punya kini akan menjemput bahagia. Sebagai anak tentulah dia cukup mengaminkan dan merestui. Lagi pula baginya, Tantri itu sosok ibu tiri yang baik. Dia sudah beberapa kali bertemu dan cocok dengannya. Tantri terlihat supel, tidak kaku dan ya, dia yakin pasti bisa mewarnai hari tua sang ayah yang sudah lama menduda.
"Oh iya Ayah, bukankah kata Ayah Bunga akan datang malam ini?" tanya Hana. Matanya yang cantik melihat sekitar. Dia belum pernah bertemu Bunga, Bunga Tantria nama lengkapnya. Bunga adalah anak Tantri dari suami terdahulu. Usianya lebih muda dua tahun dari Hana.
"Mungkin sebentar lagi," sahut Arman.
Hana pun manggut-manggut, dia menyesap lagi air soda dalam gelas lalu melihat sekitar. Tampak sang suami mendekat dengan wajah agak ditekuk. Namun, ketika berhadapan dengan mertua, senyum pun segera Bagas ukir di wajahnya.
"Bagaimana pestanya, Gas?" tanya Arman.
"Luar biasa. Aku menikmatinya," balas Bagas yang sebenarnya adalah dusta. Bagaimana mungkin dia bisa menikmati pesta yang kebanyakan tamu undangannya adalah lansia. Dekorasi, musik dan lain-lain juga membosankan menurut Bagas. Tema zaman dulu tak cocok dengannya.
"Ayah dan calon ibu tiri Hana yang meminta konsep ini. Bagus kan? Kami merasa kembali muda," oceh Arman lagi. Lelaki berusia lima puluh lima tahun itu semakin terlihat bahagia ketika mendapati sang bidadari mendekat sembari tersenyum ramah.
"Yah, jaga ekspresi. Masih sebulan lagi," sindir Hana yang seketika dibalas dengan tawa. Semuanya tampak bahagia kecuali Bagas. dia bosan dan ingin segera pulang.
Namun sorot mata bosan Bagas sirna ketika melihat seorang gadis masuk dengan langkah gemulai. Langkah yang entah kenapa membuatnya sedikit terkesima dengan jantung yang yang tak berdetak normal seperti semula.
"Bunga!" Tantri langsung mendekat, setelahnya menghamburkan diri ke tubuh seorang gadis muda cantik berambut lurus sepunggung itu. Gadis muda itu terlihat sangat cantik dengan senyum merekah. Keduanya pun berjalan mendekat ke arah Arman, Hana dan juga Bagas.
"Perkenalkan ini Bunga. Anak yang sering aku ceritakan ke kamu." Senyum Tantri merekah lebar yang dibalas Arman dengan anggukan. Lelaki itu pun memeluk hangat sang calon anak tiri.
"Selamat datang, Bunga. Semoga betah di sini. Ini rumah kamu juga," tutur Arman. Dia menyanggupi permintaan Tantri yang menginginkan Bunga tinggal bersama mereka setelah menikah nanti.
"Iya, Om. Terima kasih banyak," balas Bunga. wajahnya yang memang ayu ketika tersenyum memancarkan aura tersendiri.
"Ini, kenalkan anak saya namanya Hana dan itu suaminya Bagas," tutur Arman yang dibalas Bunga, Hana dan Bagas dengan senyuman. Mereka saling bersalaman. Hanya saja ada yang aneh di sini, beberapa kali Bunga kedapatan melirik Bagas.
"Bunga, apa suamiku terlihat mirip aktor?" seloroh Hana yang tak sengaja melihat gelagat aneh Bunga.
"Iya Kak. Suami kakak tampan seperti aktor," balas Bunga yang membuat Bagas kembali merasakan jantungnya berdetak tak karuan. Sudah lama dia tidak dipuji wanita secantik itu.
***
Dua bulan setelah acara lamaran ayahnya dan Tantri. Hana merasa ada yang aneh dengan gelagat Bagas. Suaminya itu memang cuek, hanya saja semakin kesini semakin mencurigakan. Bagas jarang pulang, jika ditelepon jarang diangkat, dan juga jika ditanya akan menjawab dengan nada sedikit ketus.
Akan tetapi karena rasa cintanya pada Bagas, Hana pun mengesampingkan kecurigaan itu dan masih menjalani perannya sebagai istri yang baik dan penurut. Dia melakukan semuanya dengan hati gembira.
Namun, kebahagiaan itu sirna ketika mendapati ada yang mengganjal. Pagi itu dia menatap sedikit tak percaya kemeja kerja Bagas. Ada yang aneh menurut Hana.
Tak ingin berspekulasi, Hana pun segera menghampiri sang suami yang sedang membaca koran di teras rumah, kebetulan hari ini adalah hari Minggu dan sang suami baru saja bangun tidur.
"Sayang, kemeja kamu kenapa?" tanya Hana sembari mendekat. Dia menenteng kemeja di tangan dan memperlihatkannya ke sang suami.
"Memangnya ada apa dengan kemeja itu?" tanya Bagas balik. Air mukanya sedikit pucat. Bergegas dia ambil kemeja dari tangan Hana, lantas memeriksa. Sepanjang pengamatan menurutnya tidak ada yang aneh di kemeja itu.
"Tidak ada yang aneh. Kamu ini kurang kerjaan atau bagaimana? Kemeja kotor saja jadi pembahasan. Aneh kamu," ketus Bagas, setelah itu kembali menatap koran yang tadi di abaca.
"Aku tidak aneh, Mas. Ini ...." Hana menunjuk satu buah kancing yang berderet di kemeja itu. Sekilas tak ada yang salah, semuanya sama, mulai dari benang serta warna kancingnya. Sama-sama putih.
"Ini tidak ada yang salah. Ayo jelaskan, di mana salahnya?" Bagas terlihat sewot.
"Ini jari telunjuk Hana tertuju ke kancing deretan dua paling bawah. "Motif kancing ini beda. Aku tidak punya kancing model ini."
Bagas tampak gelisah. Beberapa kali dia menelan saliva. Tentulah gelagat itu semakin memantik rasa penasaran Hana. Nyalang dia menatap Bagas yang hanya mengenakan singlet dan celana pendek.
"Ayo katakan, siapa yang menjahit ini untukmu. Apa kamu selingkuh di belakangku?"
Tuduhan Hana sangat beralasan. Dia adalah sosok wanita yang jeli dalam hal apa pun, dan motif kancing di kemeja suaminya itu benar-benar berbeda.
Sayangnya Bagas terus berkelit dan menampik, kalau kancing baju itu memang sudah begitu saat dibeli. Hana tak bisa membahasnya karena memang tidak ada bukti.
Dari sana kecurigaan Hana bermula, dan setelahnya terus saja menemukan keganjilan-keganjilan lain. Mereka jarang melakukan hubungan layaknya pasangan suami istri. Bagas juga jarang mengomel dan selalu tersenyum jika sendiri. Ketika ditanya, suaminya hanya mengatakan tidak ada apa-apa. Jika, Hana masih bertanya, maka Bagas akan mulai marah dan memilih pergi dari rumah.
Yang lebih kentara adalah ponsel Bagas yang kini diberi sandi padahal dulunya tidak. Hana mencintai sang suami, selama menikah tak pernah sekali pun dia mengecek ponsel suaminya itu. Perubahan Bagas membuat Hana berpikir, mungkinkah pria itu memiliki wanita idaman lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 286 Episodes
Comments
나의 햇살
kalau udah bersuami sebaiknya istrinya selalu meriksa hp suaminya begitupun sebaliknya, bukannya apa² tapi harus waspada apalagi di zaman sekarang
2023-02-01
3
'Nchie
jadi oere6 sek6 harus pintar Hana..jangan nurut2 aja
2023-01-17
0
Morgan Nero
yaaahhh begitulah laki2 selalu cinta keindahan.. sbg wanita pntar2 lah merawat diri, walau tdk hrs menor yg pntng tampak rapih dan cantik didepan suami.
2023-01-03
0