Tempat yang paling tinggi, lebih tepatnya bukit yang paling tinggi di Kerajaan Amerta yaitu di Bukit Kanaya. Letaknya di sebelah selatan Kerajaan Amerta. Jaraknya dari kotaraja sehari perjalanan berkuda dengan melaju normal, tidak kencang tidak pula lamban.
Pagi itu masih terang tanah di puncak Bukit Kanaya. Selendang kabut masih mengambang di udara cukup tebal, menebar hawa dingin menusuk tulang. Tampak embun pagi masih terlelap malas di atas dedaunan, seakan enggan untuk pergi.
Dari arah selatan puncak bukit, seketika muncul dua sosok anak kecil dari balik kabut tebal. Dua sosok kecil itu terus berkelebat cepat laksana hantu kecil yang kesiangan. Mereka baru berhenti ketika sampai di sebuah dataran tanah sedikit berbatu.
"Bagaimana dengan tempat ini, Dhafin?" bertanya salah seorang anak sambil menghirup udara pagi yang segar.
"Rupanya penikmat sunyi sepertimu paling tahu tempat yang cocok dengan suasana hatimu, Brian," berkata anak yang memang Dhafin adanya sambil mengamati keadaan sekitar. Anak itu kalau bepergian jauh tidak pernah lepas dengan tasnya yang saat ini bertengger di punggung belakangnya.
"Di bukit inilah aku sering mengisi hari-hariku untuk latihan dan bersemedi," kata anak yang ternyata Pangeran Brian. "Seperti yang sudah aku beritahu kalau aku jarang berlatih di istana atau di kediaman Guru Noman."
"Bukit ini memang sunyi dan tidak terlalu indah, tapi sejuk," kata Dhafin berkomentar. "Sangat cocok untuk melatih bela diri dan bersemedi."
"Bukit ini memang tidak terlalu menarik," kata Brian menimpali. "Makanya hampir tidak pernah orang berkunjung kemari. Tapi tempat yang begini aku suka."
"Sekarang tunjukkan tempat yang bagus agar aku bisa tenang mengobatimu!" pinta Dhafin.
Sewaktu mereka masih di kotaraja kemarin, Brian mengeluhkan suatu penyakit yang ketika dia melihat seorang gadis atau membayangkannya saja, dan ada rasa suka di dalam hatinya, maka seketika itu juga dada dan hatinya bergolak cukup kencang dan terasa panas. Kemudian setelah itu terasa perih meski belum terlalu.
Maka Dhafin menjelaskan kalau Brian terkena racun, tepatnya 'Racun Bunga Cinta'. Racun itu juga termasuk racun berbahaya yang bisa membunuh korbannya perlahan-lahan.
Ketika seseorang sudah terkena 'Racun Bunga Cinta', saat dia melihat orang yang dia sukai, atau bahkan cuma membayangkan saja orang yang dia sukai, racun itu akan bekerja. Saat racun itu sudah parah menyerang korbannya, si korban bisa muntah darah.
Setelah itu Dhafin meminta Pangeran Brian untuk menunjukkan tempat yang aman yang bukan di kotaraja. Maka Pangeran Brian mengajaknya ke Bukit Kanaya waktu itu juga.
Mereka baru sampai di kaki Bukit Kanaya hampir magrib. Mereka memutuskan untuk menginap di salah satu kampung di kaki bukit dulu, baru keesokan harinya mereka naik ke puncak bukit.
"Ikut aku!"
Kemudian Brian kembali berkelebat menuju ke satu arah. Dhafin mengikuti di belakangnya. Setiap kali Brian melompati sebuah batu sebesar kerbau Dhafin mengikutinya. Sedangkan jalur yang mereka lintasi adalah jalur lumayan menanjak.
Memang jalur yang mereka lintasi sekarang bukanlah disebut jalan. Karena banyak batu-batu besar pada jalur lintasan mereka. Maka kalau mau mulus melintasi jalur itu mereka harus melompati batu-batu itu.
Dari sini sudah dapat dilihat betapa hebatnya ilmu meringankan tubuh kedua anak itu. Biasanya orang yang memiliki ilmu meringankan tubuh yang tinggi, ilmu bela diri dan tenaga dalamnya juga tinggi.
★☆★☆
Tak lama kemudian, sampailah mereka di sebuah tempat yang tidak terlalu luas tapi rata dan datar. Di sekelilingnya di tumbuhi pepohonan besar kecil yang cukup rapat. Di salah satu sudut tak jauh dari pohon berdiri sebuah rumah panggung kecil. Di samping kiri rumah itu terdapat batu cukup besar dan lebar yang bagian atasnya rata.
"Sampai!" kata Brian setengah berseru sambil tersenyum.
Lalu dia menghentikan laju lari cepatnya di depan rumah panggung itu. Dhafin ikut berhenti pula dan terus memindai sekeliling tempat itu. Mengamati rumah kecil berdinding papan itu. Jarak lantainya dari tanah sekitar empat hasta. Rumah panggung itu tidak memakai tangga. Jadi kalau mau naik ke atas atau turun harus melompat.
"Di mana kamu mau mengobatiku?" tanya Brian seraya menoleh pada Dhafin yang kini memperhatikan batu besar di samping rumah kecil itu.
"Tempat ini aman 'kan?" tanya Dhafin ingin kepastian.
"Aman," sahut Brian yakin. "Sudah satu setengah tahun aku di tempat ini belum ada tanda-tanda orang kemari."
"Di atas batu itu saja," putus Dhafin. "Di udara terbuka lebih baik."
Tanpa pikir panjang Brian segera melangkah cepat ke batu besar di samping rumah kecilnya. Setelah itu melenting ke udara dan hinggap di atas batu.
Sedangkan Dhafin tampak merogoh tasnya sebentar. Lalu sambil berjalan menuju rumah panggung, dia mengeluarkan sebotol obat lalu memasukkan ke balik bajunya. Kemudian melompat ke atas rumah.
Setelah menyimpan tasnya di teras rumah panggung itu, Dhafin langsung melompat ke atas batu besar yang mana Brian sudah menunggu di situ.
Tidak lama kemudian, Dhafin sudah duduk bersila di atas batu besar yang atasnya datar itu. Di depannya sudah duduk Brian dengan posisi membelakanginya. Kini pangeran berkulit putih bersih itu tak mengenakan baju karena Dhafin menyuruhnya membukanya.
"Selama pengobatan kamu jangan menyalurkan tenaga dalammu!" kata Dhafin menjelaskan alur pengobatan. "Hanya tenaga batin yang boleh kamu salurkan dan pusatkan ke rongga dadamu...."
"Begitu aku perintahkan agar kamu menyalurkan hawa murni mu, maka kamu segera melakukan. Tapi jika kamu tidak bisa, tidak usah bersuara. Aku tunggu lima helaan napas. Jika lima helaan napas kamu belum menyalurkan hawa murnimu, aku anggap kamu tidak bisa. Dan aku sendiri yang akan menyalurkannya. Mengerti?"
"Ya, mengerti."
"Ada pertanyaan?"
"Kenapa aku tidak boleh menyalurkan tenaga dalamku?"
"Racun yang kamu derita ini menyerang emosi jiwamu," jelas Dhafin. "Tenaga dalam dan emosi jiwa akan menyatu ke dalam tubuhmu dan membentuk satu kekuatan yang akan menyerang metode pengobatanku...."
"...Jika tenaga dalammu kalah dengan tenaga batin dan energi penyembuh yang aku salurkan kedalam tubuhmu, bukan saja pengobatannya akan gagal, bahkan jantungmu akan pecah. Mengerti?"
"Ya, aku mengerti."
"Sekarang kita mulai! Salurkan tenaga batinmu ke rongga dadamu!"
Segera Brian menggerak-gerakkan kedua telapak tangannya di depan dadanya dengan gerakan tertentu. Tidak lama kemudian, kedua telapak tangannya di satukan di depan dadanya dan kedua matanya tertutup. Maka tidak butuh waktu lama tenaga batinnya sudah memenuhi rongga dadanya.
★☆★☆
Tampak Dhafin merentangkan kedua tangannya ke samping tidak penuh. Telapak tangan menghadap langit dengan jerijinya sedikit merenggang. Setelah sepuluh helaan napas kedua tangannya bergerak. Tangan kiri bergerak mendatar, sedangkan tangan kanan bergerak ke atas lalu turun. Hingga kedua telapak tangannya menyatu di depan lambungnya. Telapak tangan kiri menghadap ke atas, tangan kanan menghadap ke bawah.
Tak lama kedua tangannya sebatas siku terbungkus sinar putih berbalut sinar kuning bening. Setelah itu Dhafin segera menempelkan kedua telapak tangannya ke punggung belakang Brian. Tak lama kemudian, kedua sinar yang saling berbalut itu menjalar ke tubuh Brian. Sehingga kedua sinar itu membungkus seluruh badan dan kepala Brian.
Sedangkan Brian yang masih sadar merasakan suatu energi merasuk ke dalam tubuhnya dan kepalanya. Kemudian energi itu berputar-putar di dalam kepalanya agak cepat. Sedangkan di dalam tubuhnya energi aneh itu membaur dengan tenaga batinnya, lalu berputar-putar di seluruh rongga dadanya.
Sementara itu waktu terus bergulir tanpa henti. Sedangkan sang mentari terus merayap naik, meski perlahan namun semakin tinggi.
Tanpa terasa waktu pengobatan Brian sudah menghabiskan enam kali penanakan nasi. Tampak sekujur tubuh Brian bergetar pelan. Kemudian getarannya cukup kencang. Kemudian....
Hoeeek!!!
Keluarlah dari mulutnya muntah berwarna kuning gelap bercampur kemerahan. Lalu muntah cairan aneh itu terhempas begitu saja ke atas batu tak jauh di depannya.
Hoeeek!!!
Tak lama Brian muntah lagi dengan cairan yang sama. Kali ini sedikit lebih banyak dari yang pertama. Dan begitu muntah yang ke tiga kalinya bukan lagi berwarna kuning gelap, melainkan merah segar.
Sementara Brian masih dalam keadaan sadar. Konsentrasinya sedikit terganggu tapi tidak sampai buyar. Tenaga batinnya hampir buyar juga. Tapi dia masih sadar. Dan tubuhnya tidak bergetar kencang lagi.
"Salurkan hawa murnimu!" perintah Dhafin agak mendesis setelah merasa Brian sudah tidak muntah lagi.
Brian mendengar perintah itu. Namun tidak bisa serta merta dia melaksanakan perintah itu. Dia normalkan dulu keadaan dirinya yang sedikit kacau karena habis muntah. Begitu hitungan hampir lima helaan napas dia baru bisa menyalurkan hawa murni ke seluruh tubuhnya.
Tanpa terasa dua penanakan nasi telah berlalu. Sinar yang membungkus badan dan kepala Brian perlahan-lahan menguar, kemudian lenyap begitu saja. Setelah itu Dhafin menarik kedua telapak tangannya dari punggung belakang Brian. Melakukan gerakan tangan seperti di awal tadi. Dan tak lama kedua sinar yang tadi membungkus kedua tangannya hilang.
"Kenakan lagi bajumu!" suruh Dhafin setelah bergeser sedikit posisi duduknya.
Lalu mengambil botol obat di balik bajunya, mengeluarkan isinya sebutir, lalu menyerahkan pada Brian yang sudah memakai bajunya kembali dan posisi duduknya sudah menghadapnya.
"Minum ini!"
Tanpa banyak pikir, Brian mengambil obat pil itu, lalu meminumnya. Setelah itu merubah posisi duduknya menghadap sebelah kiri.
Tidak ada perubahan yang berarti pada Brian setelah pengobatan. Memang orang yang terkena 'Racun Bunga Cinta' tidak tampak pada fisik luar. Wajah dan kulit tampak normal saja, tidak pucat. Hanya kini dia tampak lebih segar setelah meminum obat yang diberikan Dhafin.
Yang terkena adalah jantung dan hatinya. Dan mempengaruhi pikiran dan emosi jiwanya. Ketika melihat atau membayangkan orang yang disukai atau dicintai, maka jantung dan hatinya akan bergolak dan terasa perih. Pikiran dan emosi jiwanya tidak stabil. Brian bisa menekan emosi jiwanya karena sudah mempelajari tenaga batin meski belum terlalu menguasai.
Sedangkan Dhafin juga tidak tampak ada perubahan berarti setelah mengobati Brian. Hanya tampak sedikit kelelahan setelah mengeluarkan tenaga. Diobati dengan semedi sudah membaik.
Kenapa bisa demikian? Karena Brian membantunya dalam melakukan pengobatan dengan mengerahkan tenaga batin. Dan Brian membantu pula dengan energi hawa murninya sendiri. Sehingga Dhafin tidak terlalu banyak mengeluarkan energinya.
★☆★☆
"Coba kamu bayangkan orang yang kamu sukai!" pinta Dhafin yang juga sudah merubah posisi duduknya sejajar dengan Brian.
"Ini aku sedang membayangkannya," kata Brian sambil tersenyum bahagia. Matanya terpejam rapat seolah menikmati khayalannya.
Dia amat bahagia karena Dhafin berhasil mengobatinya. Lebih bahagia lagi karena kini dia bebas membayangkan gadis cantik yang dia sukai.
"Siapa yang kamu bayangkan?" tanya Dhafin sambil menoleh menatap wajah Brian.
"Aku tidak yakin kamu tidak tahu," kata Brian tetap pada pekerjaannya.
"Aku harap kamu tidak bermain-main dalam menyukainya," kata Dhafin seolah tahu siapa yang dibayangkan Brian. "Jika suatu saat kelak kamu melukai perasaannya, aku tidak perduli kamu anak seorang raja, kamu berhadapan denganku."
Brian sedikit tersentak mendengar ucapan Dhafin yang bernada tenang tanpa ada getaran emosi itu. Maka khayalannya buyar senyumnya sirna. Buru-buru dia menatap Dhafin yang kepalanya sudah menghadap depan. Keadaan Dhafin sudah siap melakukan semedi.
Tak lama wajahnya tidak lagi bagai terkejut. Kembali tersenyum sambil menghadap depan. Kini juga dia akan melakukan semedi seperti Dhafin.
Tanpa terasa tempat itu sudah ditenggelamkan oleh kegelapan malam. Namun kedua anak itu terus saja bersemedi hingga keesokan harinya. Memang ketika seseorang itu sudah hanyut dalam semedi, dunia nyatanya seakan terlupakan.
"Kapan kamu akan ke kotaraja?" tanya Dhafin yang sudah siap-siap meninggalkan tempat itu.
"Nanti, saat acara penerimaan calon pengawal putra-putri raja," sahut Brian yang berada di teras rumah panggungnya sambil memandang Dhafin yang ada di bawah.
"Itu masih dua bulan lagi."
"Ya, aku memang ingin tinggal dulu di sini untuk mempersiapkan diri menonton Turnamen Beladiri Anak Bangsawan."
Dhafin tahu maksud ucapan Brian itu. Dan dia juga tahu kapan turnamen bergengsi tahunan itu akan digelar. Yaitu dua bulan lagi setelah acara penerimaan calon pelatihan pengawal putra-putri raja.
"Kenapa tidak tinggal beberapa hari saja?" tawar Brian.
"Aku masih ada urusan di kotaraja," kata Dhafin tidak berterus terang. Padahal dia ingin menemui Raja Darian, ayah Brian untuk mengobatinya.
"Lagipula," lanjutnya, "aku tidak bisa lepas mengawasi adikku terlalu lama yang sedang giat latihan. Kapan-kapan aku ke sini lagi."
Sebenarnya Brian ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi. Dilihatnya Dhafin melambaikan tangan ke atas tanpa berbalik ke arahnya. Pertanda dia hendak pergi.
Dan tak lama kemudian, Dhafin berkelebat cepat tinggalkan tempat itu. Sedangkan Brian terus menatap kepergian Dhafin meski sudah hilang di balik pepohonan.
★☆★☆★
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
mirza nazaros
Magrib anjy
2022-10-07
2
Harman LokeST
rencana mau mengobati raja dari keracunan
2022-09-17
1