Malam belum begitu lama menyelimuti mayapada dengan selimut kegelapan. Penghuni kotaraja belum semua terlelap dalam tidur. Meski malam ini udara cukup dingin merindingkan bulu kuduk.
Di kediaman Jenderal Felix, tampak Jenderal Felix dan Dhafin tengah bercakap-cakap di taman belakang, tempak kesukaan mereka jika hanya berbincang berdua.
Sudah hampir malam Jenderal Felix baru pulang dari istana. Dan selepas makan malam baru dia mengajak Dhafin untuk berbincang di taman belakang ini.
Di samping untuk memenuhi permintaan Dhafin yang tadi siang berpesan kalau ada hal penting yang mau dibicarakan oleh anak itu, Jenderal Felix juga membawa berita cukup menarik dari istana.
Dia mengabarkan bahwa para pejabat banyak yang membicarakan tentang Dhafin. Baik itu pejabat yang bersimpati kepada Dhafin, termasuk Raja Darian Cashel dan Pendeta Noman, maupun yang membeci terhadap diri Dhafin dan keberadaannya di kotaraja ini.
Para pejabat yang tidak suka itu seperti merasa terancam akan adanya Dhafin di sisi Jenderal Felix. Masalahnya, Jenderal Felix adalah Pejabat Penyelidik Rahasia. Kalau sampai tugasnya dibantu oleh Dhafin, maka bisa jadi banyak pejabat pengkhianat yang tertangkap.
Terlepas mereka mengetahui kalau Dhafin yang ikut andil dalam penangkapan Pejabat Kota Pendar atau tidak, pernyataan-pernyataan Dhafin yang begitu hebat membuat pejabat yang membencinya merasa tidak tenang.
Pejabat secerdas Pejabat Keegen, Pejabat Kepala saja dibuat tidak berdaya oleh Dhafin ini. Apalagi pejabat di bawah Pejabat Keegen. Mereka menganggap Dhafin itu seperti peramal yang bisa tahu apa yang akan terjadi.
Apalagi mendengar ucapan Dhafin yang mengatakan bahwa gelandangan itu lebih baik dan lebih mulia daripada pengkhianat. Sebagian pejabat mengganggap kalau Dhafin bisa mengetahui siapa pengkhianat kerajaan. Bukankah pejabat-pejabat yang punya penyakit di dalam hatinya merasa terancam?
Ada berita yang cukup menghebohkan lagi, dan itu langsung disampaikan kepada Dhafin.
"...Kamu telah mengalahkan juara Turnamen Beladiri Anak Bangsawan yang baru diadakan tahun lalu," kata Jenderal Felix mengabarkan seraya tersenyum.
Nada suaranya seperti merasa bangga akan hal itu, sebagai mana bangganya orang tua terhadap prestasi anaknya.
Meskipun Dhafin belum menyatakan kalau dia adalah ayah angkatnya, tapi Jenderal Felix sudah menganggap Dhafin adalah anak angkatnya. Maka orang tua mana yang tidak merasa bangga atas apa yang ada pada Dhafin ini?
"Mengapa hal seperti itu dianggap suatu berita yang menghebohkan?" kata Dhafin jelas tidak merasa tertarik. Setelah itu di seruput teh hangatnya sekali. Setelah meletakkan cangkir tehnya, dia mengambil satu keping kue kering kesukaannya.
"Jelas peristiwa itu salah satu berita menghebohkan," kata Jenderal Felix, "karena dia termasuk dalam jajaran 10 besar anak bangsawan terhebat di kotaraja, dan yang terhebat adalah dia...."
"...Tapi kamu mengalahkannya seperti begitu mudah," lanjutnya. "Bagaimana hal itu tidak dikatakan berita yang menghebohkan?"
"Sebenarnya aku tidak menghendaki hal itu terjadi, Paman," kata Dhafin di tengah Jenderal Felix menyeruput kopinya. "Aku terpaksa meladeni pangeran malang itu karena dia sudah keterlaluan menghinaku...."
"...Lagipula sepertinya Yang Mulia membiarkan aku menghajar putranya itu, ketimbang aku mengajarkan pengalaman padanya."
"Berarti kamu adalah laki-laki sejati," kata Jenderal Felix penuh semangat sambil mengacungkan kedua jempol tangannya ke hadapan Dhafin. "Karena laki-laki sejati pantang dihina harga dirinya...."
Dhafin tidak terlalu menanggapi ucapan Jenderal Felix itu. Baginya lelaki sejati adalah orang yang tidak berkhianat kepada dirinya sendiri, dan tidak pula berkhianat kepada orang lain.
Hanya sekedar harga dirinya dihina orang lain, baginya tidak jadi soal. Yang terpenting, sedapat mungkin dia mengendalikan amarahnya demi kenyamanan orang lain.
★☆★☆
"Eh, tunggu sebentar," kata Jenderal Felix ketika mengingat sesuatu pada ucapan Dhafin. "Kenapa kamu menyebut Pangeran Adrian sebagai pangeran malang? Padahal dia itu pangeran angkuh yang suka menghina dan merendahkan orang."
"Bukankah tabiatnya yang buruk seperti itu patut dikasihani?"
"Aku tidak mengerti maksudmu?" kata Jenderal Felix sambil mengernyitkan alisnya.
"Coba paman bayangkan betapa banyak orang yang benci kepadanya karena tabiat jeleknya itu terus mendoakan keburukan padanya, bahkan mengutuknya...."
"...Bandingkan dengan orang yang bisa bersabar akan tabiat jeleknya itu, dan mau mendoakan kebaikan kepadanya.... Apakah sama jumlahnya?"
"Aku yakin ke manapun pangeran malang itu pergi, pasti ada saja yang membencinya dan mendoakan keburukan kepadanya. Bukankah orang sepertinya sungguh menyedihkan?"
Jenderal Felix tercenung sejenak memikirkan ucapan Dhafin itu. Memang tak bisa dipungkiri kalau banyak orang yang membenci Pangeran Adrian. Dia yang sebagai Putra Mahkota, tapi sudah menunjukkan tabiat jelek sedari kecil. Entah mau jadi apa kerajaan ini kalau dipimpinnya kelak?
"Sudahlah, tidak usah kita pikirkan pangeran angkuh itu," kata Jenderal Felix tidak mau berlama-lama membahas Pangeran Adrian. "Tadi siang kamu bilang ada yang kamu mau bicarakan padaku. Tentang apa?"
"Apakah paman termasuk orang yang akrab dengan Yang Mulia?" tanya Dhafin mengawali maksudnya mengajak Jenderal Felix berbicara.
"Yaaah... bisa dibilang begitu," sahut Jenderal Felix mengungkapkan. "Karena tak jarang Yang Mulia memanggilku di luar urusan dinas."
"Paman tahu siapa saja yang akrab dengan beliau selain paman?"
"Teman akrab Yang Mulia tidak banyak," ungkap Jenderal Felix. "Apalagi dalam lima tahun terakhir ini. Tapi orang yang sering bertemu beliau selain Pendeta Noman dan Jenderal Myles, cuma dua orang. Aku dan Pejabat Militer Kerajaan."
"...Memangnya ada apa kamu bertanya begitu?"
"Apakah banyak yang tahu kalau Yang Mulia sakit?" malah Dhafin bertanya lagi.
Tentu saja Jenderal Felix terkejut bukan main mendengar pertanyaan Dhafin barusan. Tidak banyak orang yang tahu kalau Raja Darian Cashel tengah sakit. Tapi kenapa anak ini bisa tahu kalau Raja Darian sedang sakit?
Dhafin tinggal di kotaraja ini belum ada sepuluh hari. Dan dia juga belum pernah memberitahu kepadanya. Istrinya tidak mungkin memberitahu karena juga tidak tahu. Tapi....
"Dari mana kamu tahu kalau Yang Mulia sedang sakit?" tanya Jenderal Felix tidak bisa menahan keterkejutannya.
"Apakah paman lupa kalau aku ini seorang Tabib Kecil?"
"Bukan begitu," Jenderal Felix meralat dugaan Dhafin. "Masa' tanpa memeriksa kamu bisa tahu kalau Yang Mulia sakit."
"Aku sudah memeriksa tadi siang saat kita memberi salam hormat kepada Yang Mulia."
"Maksudmu saat kamu berdiri lama menatap Yang Mulia begitu?"
"Ya, benar," sahut Dhafin sambil mengangguk.
Anak ini tiap hari selalu saja memunculkan hal yang menakjubkan sekaligus mengagetkan. Sebenarnya dia sudah menduga Dhafin ingin bertemu dengannya pasti akan membicarakan sesuatu yang penting. Tapi sekarang masih juga dia terkejut meski sudah diberitahu.
"Paman menduga Yang Mulia sakit apa?" tanya Dhafin setelah agak lama Jenderal Felix terdiam.
"Aku hanya diberitahu oleh Pendeta Noman bahwa Yang Mulia sering sakit demam."
"Sudah aku duga."
"Maksudmu?" Jenderal Felix tampak seperti bingung.
"Sakit Yang Mulia diakibatkan oleh terkena racun."
Jenderal Felix bertambah terkejut lagi. Pendeta Noman hanya memberitahu kalau Yang Mulia sering sakit demam. Tapi kenapa anak ini mengatakan kalau Yang Mulia terkena racum? Sungguh ajaib! Hanya dengan melihat saja Dhafin sudah tahu kalau Raja Darian terkena racun.
"Demam beliau itu karena efek racun yang bekerja," kata Dhafin seperti tahu di dalam pikiran Jenderal Felix.
"Apa kamu tahu racun apa yang bersarang di tubuh Yang Mulia?" tanya Jenderal Felix ingin tahu.
"Saat ini pemeriksaanku baru sebatas dugaan tapi cukup kuat," tutur Dhafin mengaku. "Aku butuh memeriksa keadaan mata, bibir, dan kondisi kulit tubuh beliau. Ibarat angka 1 sampai 10, aku sudah mengumpulkan 5 angka untuk menduga Yang Mulia terkana racun apa."
"Kalau dugaanmu benar, kira-kira Yang Mulia terkena racun apa?"
"Satu di antar dua," sahut Dhafin setelah menyeruput tehnya. "'Racun Es Merah' atau 'Racun Mayat Beku'."
"Nama-nama racun yang aneh," gumam Jenderal Felix merasa asing dengan dua nama racun itu.
"Asal paman tahu," ungkap Dhafin setelah tersenyum mendengar ucapan Jenderal Felix yang awam dalam dunia racun itu, "di kalangan ahli racun, semakin berbahaya racun yang mereka buat semakin aneh dan unik mereka menamakannya."
"Hahaha..., di dunia ini memang banyak dihuni oleh orang-orang yang aneh," kata Jenderal seraya tertawa cukup lepas, seperti merasakan kelucuan. "Termasuk kamu."
"Kenapa paman bilang aku orang yang aneh?" tanya Dhafin seraya tersenyum, tapi tidak merasa heran dengan ucapan Jenderal Felix itu.
"Umurmu baru sebelas tahun tapi kamu sudah banyak pengetahuan, layaknya kamu itu sudah berumur puluhan tahun yang sudah banyak pengalaman. Dan baru umurmu begitu saja kamu sudah mengetahui berbagai macam racun. Bukankah kamu itu tergolong orang yang aneh?"
Dhafin hanya tersenyum saja mendengar ucapan Jenderal Felix yang bernada kagum itu. Tapi dia enggan untuk membahas lebih jauh tentang hal yang membuat Jenderal Felix kagum kepadanya.
★☆★☆
"Paman Felix! Apa paman yakin kalau Pendeta Noman cuma mengetahui Yang Mulia sakit demam?" tanya Dhafin seperti menyelidik.
"Awalnya aku percaya saja kalau Pendeta Noman mengatakan demikian," tutur Jenderal Felix. "Tapi setelah mendengar penjelasanmu barusan, aku rasa Pendeta Noman tahu kalau Yang Mulia sakitnya karena racun dengan keilmuan yang ada padanya."
"Aku juga menduga demikian, Paman," ucap Dhafin sependapat, "Pendeta Noman pasti tahu kalau Yang Mulia terkena racun. Tapi aku tidak bisa memastikan Pendeta Noman menduga Yang Mulia terkena racun yang mana."
"Apa kamu bisa menyembuhkan Yang Mulia?" tanya Jenderal Felix penuh harap.
"Kalau benar Yang Mulia terkena salah satu dari racun itu, dengan ijin Sang Penguasa Langit aku bisa," sahut Dhafin merasa yakin.
Dhafin pernah menyembuhkan orang yang terkena 'Racun Es Merah', yaitu Putri Lavina Aneska. Tapi Dhafin tidak ingin menceritakan kepada Jenderal Felix kalau tidak ditanya. (bisa dilihat pada BAB 3 dan BAB 4)
"Tinggal sekarang mengatur bagaimana bertemu dengan Yang Mulia," kata Dhafin selanjutnya.
"Mungkin kita akan temui dulu Pendeta Noman, Dhafin," kata Jenderal Felix menyarankan. "Biar dia saja yang mengantarmu bertemu Yang Mulia."
"Paman atur saja, aku mengikuti," kata Dhafin manut. "Asal tidak terlalu kentara saja oleh para pejabat istana atau yang tidak senang terhadap Yang Mulia."
"Kenapa kamu mengatakan begitu?" selidik Jenderal Felix.
"Aku menduga Yang Mulia diracuni."
"Kenapa kamu bisa menduga begitu?"
"Orang yang terkena kedua racun itu bukan diakibatkan oleh perkelahian," sahut Dhafin menjelaskan dugaannya. "Korban terkena kedua racun itu karena memakannya atau meminumnya. Entah dicampurkan ke makanan ataupun ke minuman korban...."
"...sekarang aku bertanya pada paman," lanjutnya, "akankah Yang Mulia sengaja meminum salah satu dari racun itu?"
"Ya, dugaanmu benar, Yang Mulia sengaja diracuni. Itu artinya ada makar di dalam istana."
"Seorang pemimpin suatu kerajaan yang sengaja mau dibunuh, apalagi kalau bukan makar," kata Dhafin sejalan dengan dugaan Jenderal Felix. "Dan paman lebih tahu apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan istana. Lebih luas lagi, apa sebenarnya yang terjadi di Kerajaan Amerta ini?"
Jenderal Felix terdiam memikirkan ucapan Dhafin yang sarat akan makna yang tersirat. Apa sebenarnya yang terjadi di Kerajaan Amerta ini? Apakah ada rencana penggulingan kekuasaan Raja Darian Cashel? Jenderal Felix belum bisa memastikan.
Hanya saja di tangan Jenderal Felix sudah ada catatan tentang sebagian pejabat yang diduga sebagai pengkhianat kerajaan. Contohnya seperti Pejabat Kota dan Kepala Keamanan Kota Pendar yang sudah dieksekusi mati.
Seorang gelandangan lebih baik dan lebih mulia daripada pengkhianat! Ucapan Dhafin itu terkadang terngiang-ngiang di dalam benak Jenderal Felix.
★☆★☆★
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
سنم
okeh😁😁😁
2022-09-05
1
anisa
waaah,,aku takjub padamu dhafin🤩🤩
2022-06-08
3