Pejabat Keegen, Pejabat Kepala Kerajaan segera beralih memandang Dhafin. Sejenak dia menatap anak itu dengan tatapan yang sulit di tebak. Raut wajahnya pula tampak tenang.
Sedangkan Dhafin tidak menunjukkan perubahan apa-apa ketika ditatap. Pandangan matanya tetap ke depan, tidak bergeming. Tapi bukan berarti pandangannya kosong. Raut wajahnya begitu santun dan tenang. Kakinya masih duduk bersila. Kedua tangannya terkumpul di bawah pusarnya. Saking tenangnya anak itu, orang yang melihatnya laksana patung yang sedang duduk. Bisanya....
Terus terang Pejabat Keegen sudah beberapa kali mengamati anak itu. Dia cukup heran juga melihat sikapnya yang begitu tenang. Paling tidak anak itu berusia sekitar sebelas tahun, sama seperti Pangeran Adrian Carel, atau sedikit di atasnya Pangeran Brian Darel. Tapi Dhafin yang baru seusia itu sudah memiliki pembawaan yang tenang.
"Dhafin!" akhirnya terdengar juga Pejabat Keegen berkata. "Seperti yang sudah kamu dengar dari Yang Mulia tadi, bahwa Yang Mulia akan memberikan hadiah yang besar dan penghargaan bagi anak yang ikut berjasa atas terbongkarnya kejahatan Pejabat Kota Pendar. Atau mungkin bisa jadi Yang Mulia memberi suatu posisi di sisi beliau kepadamu. Tidakkah kamu tertarik?"
Entah apa maksud ucapan sederhana ini dilontarkan Pejabat Keegen kepada Dhafin? Apakah dia menganggap Dhafin itu seperti anak kebanyakan yang senang akan hadiah dan penghargaan? Orang dewasa saja pasti senang tentunya. Atau dia bermaksud memancing sesuatu dari Dhafin dengan ucapannya itu?
Lantas apa tanggapan Dhafin? Ya, dia ingin tanggapan dari Dhafin, bukan sekedar jawaban.
"Sebelum saya menanggapi perkataan tuan, bolehkah saya berpesan sesuatu, Tuan Pejabat?" awal kali Dhafin bicara langsung mengatakan 'menanggapi'. Rupanya dia tahu kalau Pejabat Keegen bukan sekedar membutuhkan jawaban saja.
"Hei, Bocah Rendah!" damprat Pangeran Adrian bernada ketus penuh penghinaan. "Kenapa kamu mesti berbelit-belit dalam berbicara hah? Tinggal kamu jawab saja pertanyaan Paman Keegen kalau sebenarnya kamu tertarik. Iya 'kan?"
"...Tapi aku katakan," lanjutnya makin ketus, "kamu sungguh tidak tahu malu mengharapkan hadiah dan penghargaan yang tidak berhak kamu terima, karena aku tidak yakin kamu yang melakukan hal besar seperti itu, yang orang dewasa saja belum tentu bisa...!"
Begitu lancarnya Pangeran Adrian memuntahkan hinaannya itu yang didengar oleh semua yang ada di Balairung Istana. Sebagian pejabat, termasuk Jenderal Felix, hanya mampu mengelus dada serta menahan kedongkolan atas sikap pangeran angkuh itu yang begitu mudahnya menghina orang. Sungguh pangeran yang tidak tahu adat ini sudah menunjukkan citra yang buruk di hadapan Dhafin yang dia katakan bocah rendahan.
Sedangkan pejabat lainnya merasa senang kalau Pangeran Adrian berbicara. Karena ucapannya itu mereka anggap sebagai bumbu penyedap dalam setiap pertemuan.
Sementara Raja Darian sebenarnya resah juga kalau putra pertamanya itu berbicara yang sering melontarkan hinaan. Tapi diamkan saja dulu. Dia ingin melihat bagaimana tanggapan Dhafin atas setiap ucapan Pangeran Pertama itu.
★☆★☆
Sedangkan Dhafin tidak bergeming sedikitpun atas ucapan murahan Pangeran Adrian, apalagi menanggapi. Dia hanya diam menanti Pejabat Keegen menjawab pertanyaannya yang tadi.
Sementara Pangeran Brian Darel mulai tertarik dengan Dhafin ini. Anak itu tidak gampang terpengaruh atas apapun yang terjadi di sekitarnya, termasuk menghirau ocehan murahan kakaknya. Dia tetap tenang dan fokus terhadap siapa lawan bicaranya. Bukankah itu suatu hal yang mengagumkan dari seorang anak kecil seperti Dhafin ini?
"Bagaimana, Tuan Pejabat?" tanya Dhafin tetap tenang dan santun.
"Tidakkah kamu tanggapi dulu ucapan Pangeran Adrian?" Pejabat Keegen malah bertanya yang entah masudnya apa. Apakah hendak melibatkan pangeran angkuh itu dalam pembicaraan mereka? Untuk apa?
"Tuan yang berbicara dengan saya, dan saya pula berbicara dengan tuan. Kenapa harus melibatkan orang lain yang tidak punya kepentingan?"
"Kamu menghinaku, Bocah Rendah?!" damprat Pangeran Adrian berang. "Apa kamu tidak tahu aku adalah Pangeran Pertama hah? Bisa-bisanya kamu bilang aku ini tidak berkepentingan? Hah!"
Pangeran Adrian tampak hendak berdiri. Mungkin mau memberi pelajaran pada Dhafin karena berani menghinanya. Tapi belum juga pantatnya bergerak, Pendeta Noman sudah menangkap tangan kirinya dan sedikit menekan pada pegangannya itu. Membuat Pangeran Adrian bukan hanya tidak bisa berdiri, bergerak pun tidak bisa.
"Apa yang hendak kamu lakukan, Pangeran?" tanya Pendeta Noman lembut tapi tegas.
"Bocah Rendah itu menghinaku, Paman," ucap Pangeran Adrian tidak berani meninggikan suaranya. Dia juga tampak sedikit meringis.
"Bukankah sedari tadi yang menghina itu adalah kamu?" Pendeta Noman tetap lembut ucapannya.
"Tapi...."
"Sudahlah, kamu diam saja! Semakin kamu bicara semakin menghinakan dirimu."
Pendeta Noman lalu melepaskan cekalannya pada tangan Pangeran Adrian. Dan pangeran angkuh itu sudah jinak. Tapi dalam hatinya meruntuk geram. Sedangkan Raja Darian cuma melirik sambil tersenyum saja kepada anaknya itu. Sementara Pendeta Noman menoleh pada Pejabat Keegen, lalu berkata.
"Pejabat Keegen! Bukankah tuan sedang berbicara dengan Dhafin? Kenapa harus melibatkan orang lain?"
"Oh, iya." Lalu dia kembali menoleh pada Dhafin dan berkata. "Kamu mau berpesan apa, Dhafin?"
"Tahukah tuan hakekat orang pintar yang sebenarnya?" tanya Dhafin yang membuat sebagian besar orang yang ada di Balairung Istana dibuat sedikit bingung atas pertanyaan Dhafin itu, termasuk Pejabat Keegen.
Pejabat Keegen tahu benar kalau Dhafin bukan hendak memberi tahukan tentang pengertian orang pintar. Tapi Dhafin hendak memberi tahu makna dibalik kata 'orang pintar' itu. Namun dia belum bisa meraba apa maksud ucapan Dhafin. Makanya itu dia bertanya.
"Apa maksud ucapanmu, Dhafin?"
"Orang pintar itu memang bisa berbahaya bagi lawannya, tapi pada hakekatnya bisa juga berbahaya bagi dirinya sendiri. Tuan paham 'kan ucapan saya?"
Raja Darian dan sebagian pejabat dibuat tercenung mendengar ucapan Dhafin yang lembut tapi jelas itu. Mereka tidak mengira anak kecil yang baru seusia itu bisa memikirkan ucapan yang hebat seperti itu. Mereka paham makna tersirat dalam ucapan itu.
Sedangkan sebagian lainnya hanya bisa melontarkan tatapan sinis pada Dhafin atas ucapannya itu. Mereka paham ucapan itu jelas menyindir Pejabat Kepala. Mereka tidak senang atas ucapan itu, tapi tidak berani berkata apa-apa. Salah-salah mereka jadi sasaran selanjutnya setelah Pejabat Kepala itu.
Sementara Pejabat Keegen masih saja diam. Entah dia masih memikirkan perkataan Dhafin atau tengah mencari suatu ucapan hebat untuk menanggapi ucapan Dhafin. Dia tahu Dhafin menyindirnya. Setelah tadi dia menyindir Pejabat Penasehat. Kini giliran dia yang disindir. Apa secara tidak sengaja anak itu berkomplot dengan Penasehat Noman untuk menyerangnya?
★☆★☆
"Saya kira semuanya sudah dijelaskan, Tuan Pejabat," kata Dhafin lagi setelah beberapa saat menanti tanggapan Pejabat Keegen tidak juga terdengar. "Tidak ada yang membantu Paman Felix dalam membongkar kejahatan besar di Kota Pendar. Tapi kenapa tuan seperti yakin kalau ada yang membantu Paman Felix, dan tuan langsung menunjuk kalau saya lah orangnya? Apakah anda punya bukti, Tuan Pejabat?"
Pada awalnya Jenderal Myles tidak terlalu memperhatikan Dhafin ini. Tapi semakin menyaksikan peran anak itu dalam pertemuan ini membuatnya semakin tertarik ingin mendengar lagi ucapan hebatnya. Bagaimana bisa dia bermain dengan kata-katanya itu dan melontarkan pernyataan-pernyataan yang hanya bisa dipikirkan oleh orang-orang pandai? Sampai-sampai orang yang sepintar Pejabat Keegen tidak bisa langsung menyanggah pernyataan-pernyataan itu.
Sedangkan Raja Darian Cashel semakin dibuat tercenung mendengar semua perkataan Dhafin. Dia terus saja memandang Dhafin tanpa berkedip. Terkadang terlihat kepalanya mengangguk-angguk sambil tersenyum tipis.
Sementara Pangeran Brian Darel, sekarang bukan lagi tertarik, bahkan dia ingin menjadi temannya. Sedangkan Pangeran Adrian semakin membenci kepada Dhafin ini. Apalagi melihat para pejabat tercengang-cengang mendengar ucapannya.
Sementara itu Jenderal Felix maupun Letnan Fidell yang duduk di belakang sedari tadi hanya diam saja. Kalaulah dua orang itu tidak diajak bicara, pastilah mereka diam saja terus. Sandiwara berbahaya ini mereka sudah atur tadi sebelum datang ke istana.
Meskipun Jenderal Felix menyadari kalau Penasehat Noman pastilah sudah tahu kalau dia itu berbohong. Namun sahabatnya itu tetap tidak angkat bicara meski sudah disindir oleh Pejabat Keegen tadi. Dan giliran sekarang Pejabat Kepala kena sindir oleh seorang anak kecil.
"Saya rasa Jenderal Felix membawamu serta ke kotaraja bukan sekedar kamu teman putrinya," kata Pejabat Keegen setelah beberapa saat terdiam. Dia berusaha tetap tenang dalam berbicara, meski hatinya sedikit memunculkan gelagat aneh. Hal ini terlihat dari senyum dan sorot matanya yang sedikit aneh. Dan sekali bicara dia langsung menebak. "Pasti lah ada tujuan yang lebih penting. Bukankah begitu, Pejabat Felix?"
"Maaf, Pejabat Kepala," kata Jenderal Felix tanpa banyak pikir. Ucapannya tetap lembut dan sopan. "Saya tidak bisa mengatakan hal lain selain apa yang sudah saya sampaikan tadi. Jika tuan menghendaki saya berbicara lain, itu saya tidak mengerti. Mohon pengertiannya, Pejabat Kepala."
"Apakah sebegitu pintarnya tuan?" kata Dhafin melontarkan sindiran lagi." Merancang sesuatu yang tidak ada, lalu mengemasnya dalam bentuk tebakan, kemudian hasil karya tuan itu tuan jadikan sebagai barang bukti. Bukti bahwa ada yang ikut andil dalam terbongkarnya kejahatan Pejabat Kota Pendar. Padahal intinya tuan hanya menebak saja. Betapa hebatnya kepintaran tuan kalau begitu."
"Dhafin! Anak gelandangan sepertimu tetap tidak akan naik derajatnya," berkata pejabat ketiga dari tiga pejabat yang menyindir Jenderal Felix tadi bernada sinis penuh hinaan, "meskipun kamu mengeluarkan ucapan-ucapan yang seolah-olah hendak membuat orang-orang di sini terkagum-kagum, kamu tetaplah anak gelandangan, tidak akan mengangkat derajatmu di hadapan Yang Mulia."
Bukan main geramnya Jenderal Felix mendengar hinaan pejabat itu. Tapi dia tetap berusaha tenang. Dia yakin Dhafin bisa mengatasinya.
"Oh, saya tidak menyangka ucapan saya itu bisa membuat orang terkagum-kagum," kata Dhafin tetap santun dan dipoles dengan senyum keheranannya. "Padahal saya hanya mengucapkan sesuatu yang semestinya diucapkan."
"Dan kalau boleh saya beritahu, Tuan," lanjutnya, "gelandangan jauh lebih baik dan lebih mulia daripada seorang bangsawan pengkhianat...."
Bukan main tercengangnya pejabat tadi mendengar ucapan hebat Dhafin barusan. Dan bukan cuma dia, beberapa pejabat lainnya pula, termasuk Pejabat Keegen yang tidak bisa langsung menemukan kalimat untuk menyanggah ucapan Dhafin yang tadi. Seolah-olah ucapan Dhafin barusan merupakan sindiran telak bagi mereka. Lantas, kenapa mereka merasa tersindir?
Sedangkan pejabat yang lain, tampak mengangguk-angguk mendengar ucapan Dhafin itu, termasuk Jenderal Myles. Tampak dari raut muka mereka membenarkan ucapan itu. Ya, seorang gelandangan jauh lebih baik dan lebih mulia daripada seorang bangsawan pengkhianat!
★☆★☆
"Pejabat Keegen!" Raja Darian Cashel beralih memandang pejabat yang tampak seperti orang termangu di kursinya. "Masih ada hal yang hendak kamu katakan?"
"Ampun, Yang Mulia," kata Pejabat Keegen penuh takzim. Nada ucapannya seakan menyesalkan sesuatu. "Hamba hanya menyayangkan anak yang ikut andil itu tidak bisa mendapat hadiah dan penghargaan dari Yang Mulia. Padahal kami ingin menyaksikannya."
"Tuan Pejabat! Apakah tuan benar-benar ingin menyaksikan orang yang mendapat hadiah dan penghargaan," tanya Dhafin dengan kalimat yang tidak kalah hebatnya, "atau ingin mengetahui siapa yang ikut andil dalam membongkar kejahatan Pejabat Kota Pendar?"
Ucapan ini mengandung makna tersirat, dan orang cerdas seperti Pejabat Keegen tentu mengetahuinya, lantas membuatnya tercengang tidak tanggung-tanggung. Ucapan Dhafin yang tadi saja dia belum menemukan kalimat yang akurat untuk menyangganya. Ditambah lagi ucapan yang barusan. Jelas sekali ucapan ini menyindirnya.
Sudahlah. Dia tidak mau lagi meladeni ucapan bocah ajaib itu. Ucapan-ucapan anak itu seakan-akan hendak menelanjangi kewibawaannya sebagai seorang Pejabat Kepala Kerajaan.
"Haha..., kamu terlalu berpikir jauh, Dhafin," ucap Raja Darian diselingi tawa pelan. "Tentu saja kami ingin menyaksikan orang yang ikut andil itu mendapatkan hadiah dan penghargaan dariku...."
"Tapi sudahlah," ucapnya selanjutnya. "Karena ternyata tidak ada orang yang ikut andil membantu kerajaan itu, maka acara penyerahan hadiah dan penghargaan tidak ada pula."
"Ampun, Yang Mulia," kata Pejabat Keegen mengingatkan sesuatu. "Bagaimana dengan laporan palsu Letnan Fidell?"
Raja Darian Cashel tampak seolah teringat akan nasib Letnan Fidell. Kemudian dia beralih pada pemuda tampan yang sedari tadi diam termangu itu, lalu memanggil.
"Letnan Fidell!"
"Hamba, Yang Mulia."
Kemudian wakil Jenderal Felix itu melangkah cepat maju ke hadapan Raja Darian. Lagu segera dia berlutut memberi takzim.
"Hamba siap menerima hukuman, Yang Mulia," ucapnya bernada mantap.
"Kali ini kamu aku ampuni," ucap Raja Darian penuh santun. "Lain kali jangan berbuat hal semisal ini lagi, bisa-bisa kamu tidak diampuni lagi."
"Kesejahteraan dan keselamatan terlimpah kepada Yang Mulia," Letnan Fidell makin merunduk takzim, bersyukur atas pengampunan dan kemurahan hati Raja Darian. "Hamba menghanturkan beribu syukur atas pengampunan dan kemurahan hati Yang Mulia."
Setelah menyuruh Letnan Fidell kembali ke tempatnya, Raja Darian beralih memandang Jenderal Felix dan berpesan padanya untuk lebih menertibkan kesatuannya dan tidak bertindak diluar perintahnya.
Sedangkan Pejabat Keegen hanya diam saja mendengar keputusan Raja Darian, tanpa berpikir untuk memprotesnya. Pikirannya masih penasaran atas tindakan Dhafin di Balairung Istana ini.
★☆★☆★
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Harman LokeST
perkataannya penuh makna yang tak terbantahkan
2022-09-17
1