Dhafin dan Jenderal Felix beserta Letnan Fidell telah sampai di Istana Kerajaan Amerta. Ikut bersama mereka Nyonya Carissa dan putrinya, Ariesha Divya. Namun tujuan kedua wanita ibu-anak ke istana hendak berkunjung ke Istana Kristal Biru, kediaman Permaisuri Raja. Nyonya Carissa dengan Permaisuri adalah teman dekat. Tujuannya ingin berkunjung ke kediaman Permaisuri adalah untuk memperkenalkan putrinya yang baru dia temukan itu.
Sementara itu Dhafin dan Jenderal Felix terus melangkah menuju Balairung Istana, tempat pertemuan Raja Darian Cashel dengan para pejabatnya. Di belakangnya ikut Letnan Fidell. Tapi pemuda berusia 25 tahun itu tidak sampai ikut ke hadapan Raja Darian Cashel. Dia langsung duduk di kursi belakang para pejabat istana yang sudah berkumpul di Balairung Istana.
Ketika Dhafin dan Jenderal Felix berjalan menuju ke hadapan Raja Darian, semua orang yang berada di Balairung Istana itu memandang Dhafin. Baik itu yang ada di deretan kursi pejabat maupun yang ada di sekitar panggung singgasana. Termasuk Raja Darian Cashel yang duduk di singgasananya yang berlapis emas.
Kasak-kusuk segera terdengar dari para pejabat serta wakil pejabat sambil melirik Dhafin. Bermacam-macam raut muka yang ditunjukkan oleh masing-masing mereka. Namun Dhafin seakan tidak perduli, dia terus saja melangkah beriringan dengan Jenderal Felix.
Begitu Jenderal Felix dan Dhafin sudah dekat dengan panggung singgasana yang tingginya tiga hasta itu, sekitar dua tombak dari panggung singgasana, mereka berhenti melangkah. Mereka berhenti tepat di tentangan hadapan Yang Mulia Raja Darian Cashel.
Jenderal Felix segera berlutut memberi takzim. Kaki kiri dengan lutut merapat di lantai berikut telapak tangan kiri menapak lantai. Sedangkan kaki kanan menapak lantai, lutut menghadap atas dengan telapak tangan kanan mencengkramnya. Badan berikut kepala merunduk cukup dalam. Lalu terdengarlah salam penghormatannya.
"Keberkahan dan keselamatan terlimpah kepada Yang Mulia Raja. Terimalah salam hormat hamba."
Jenderal Felix sudah memberikan penghormatan, namun Dhafin belum bergeming sedikitpun. Bocah itu masih saja berdiri tegak seraya menatap Raja Darian Cashel tak berkedip. Sementara sang raja yang santun dan bijaksana itu, ditatap demikian membuatnya heran, tapi tidak tersinggung sama sekali.
Sedangkan para pejabat istana beserta wakilnya langsung terkejut bukan main menyaksikan sikap ketidak sopanan Dhafin. Sebagian dari mereka hanya bisa mengelus dada atas keberanian Dhafin bertindak demikian. Sebagiannya lagi menatap sinis, mendengus kesal, menggeram marah.
Termasuk anak kecil seusia Dhafin yang duduk tak jauh di samping kanan singgasana, di dekat Pejabat Penasehat Istana. Mata sinisnya menatap Dhafin penuh perendahan. Wajah tampannya yang angkuh menerbitkan kegeraman.
Sedangkan anak kecil yang duduk bersebelahan dengan Pejabat Kepala Kerajaan, tak jauh di samping kiri singgasana, memandang Dhafin agak dengan berbeda. Anak yang umurnya tidak jauh beda dengan anak yang tadi memang heran melihat keberanian Dhafin. Berdiri tegak sambil menatap sang raja merupakan nyali yang sungguh hebat menurutnya. Malah hatinya senang melihat keberanian anak muda itu. Tanpa terasa bibirnya tersenyum.
Sementara itu Jenderal Felix baru menyadari kalau Dhafin ternyata belum memberikan penghormatan kepada Yang Mulia Raja. Namun baru saja dia hendak menegurnya, Pangeran Adrian Carel yang angkuh itu sudah menegurnya dengan penuh penghinaan.
"Hei, Bocah Rendah! Beraninya kau berlaku lancang di hadapan Yang Mulia Ayahanda! Bukannya memberi takzim malah kau bersikap seolah menantang Yang Mulia!"
Dhafin tidak menggubris hardikan pangeran sombong itu. Dia masih saja menatap Raja Darian tanpa bergeming. Siapa yang menyangka kalau ternyata tatapan Dhafin itu bukan sekedar tatapan biasa, melainkan mengamati seputar wajah yang penuh ketenangan dan keteduhan itu.
★☆★☆
"Jaga bicaramu, Pangeran Adrian!" tegur Raja Darian. Tidak membentak, tapi penuh penekanan. "Tidak ada yang menyuruhmu bicara."
"Tapi, Yang Mulia...."
"Diamlah!"
Pangeran Adrian Carel hanya mendengus kesal. Dia menatap Dhafin dengan penuh kemarahan seolah hendak memutahkan penghinaannya.
"Ada apa kamu menatapku begitu rupa, Anak Muda?" Raja Darian beralih memandang Dhafin, bertanya dengan nada lembut penuh santun. "Ada sesuatu yang kamu lihat?"
Dhafin tidak lantas menjawab pertanyaan Raja Darian. Setelah merasa cukup mengamati raut wajahnya, Dhafin segera berlutut memberi takzim seperti halnya yang dilakukan Jenderal Felix. Lalu dia berkata.
"Keberkahan dan keselamatan terlimpah atas Yang Mulia Raja. Terimalah salam hormat hamba yang hina ini."
"Kalian, bangunlah!" titah Raja Darian penuh wibawa.
Kemudian Jenderal Felix dan Dhafin bangkit dari berlututnya. Jenderal Felix meski sudah berdiri tapi masih bersikap takzim, kepala sedikit tertuntuk. Namun Dhafin hanya bersikap biasa saja, tapi bukan berarti dia tidak menghormati Raja Darian.
"Aku tidak yakin Anak Rendahan itu ikut andil dalam penangkapan pejabat kotor, Yang Mulia," dengus Pangeran Adrian belum puas menindas Dhafin. "Dia hanya ingin mendapat muka di hadapan Yang Mulia melalui Letnan Fidell. Aku yakin itu."
Raja Darian Cashel tidak menggubris dengusan Putra Mahkota itu. Raja penuh santun itu memandang Jenderal Felix dan bertanya.
"Inikah anak angkatmu, Jenderal Felix?"
"Ampun, Yang Mulia. Anak Muda ini sebenarnya bukan anak angkat hamba," sahut Jenderal Felix penuh hormat. "Dia hanyalah sahabat hamba."
"Lantas yang mana anak angkatmu yang Letnan Fidell maksud?" tanya Raja Darian masih penasaran.
"Ampun, Yang Mulia. Hamba belum mengerti mengapa Yang Mulia tiba-tiba mengganggap hamba punya anak angkat? Padahal hamba belum pernah mengatakan apa-apa kepada Letnan Fidell."
Sejenak Raja Darian menatap Jenderal Felix cukup lama. Seolah mencari kebohongan pada raut wajah Jenderal Felix. Merasa dia tidak mendapat apa-apa dari usahanya itu, lalu dia menitahkan Jenderal Felix untuk duduk di kursinya.
Sementara Jenderal Felix melangkah menuju kursinya dengan mengajak Dhafin, Raja Darian Cashel beralih memandang Jenderal Myles, sang Pengawal Raja-nya. Seolah mengetahui arti pandangan itu, Jenderal Myles lalu memanggil Letnan Fidell yang duduk paling belakang.
"Letnan Fidell, kemarilah!"
Tanpa lama-lama Letnan Fidell segera melangkah cepat ke hadapan Raja. Begitu sudah dekat dia langsung berlutut memberi takzim sebagaimana selayaknya. Tak lama dia berlutut dia segera bangkit setelah Raja Darian Cashel menitahkannya bangun.
"Letnan Fidell!" tanya Jenderal Myles. "Bukankah kamu melaporkan kemarin bahwa ada seorang anak kecil yang kamu bilang anak angkat Jenderal Felix ikut andil dalam membongkar kejahatan besar Pejabat Kota Pendar?"
"Maaf, Tuan Jenderal," kata Letnan Fidell seperti orang kebingungan. "Saya... saya merasa tidak pernah melaporkan hal itu kepada tuan."
Apa yang dikatakan oleh Jenderal Myles adalah benar adanya. Letnan Fidell memang melaporkan hal itu kemarin, di hadapan Raja Darian di kediamannya di Istana Kristal Ungu. Pejabat penting yang ada waktu itu cuma Jenderal Myles dan Pejabat Penasehat Istana.
Waktu melaporkan itu, anak kecil yang Letnan Fidell maksud adalah Dhafin. Itu sebelum ingatannya tentang Dhafin belum hilang. Sehingga Raja Darian menyuruh Letnan Fidell untuk memberi tahu Dhafin agar menghadap kepadanya bersama Jenderal Felix.
Lah sekarang Letnan Fidell sudah tidak ingat lagi siapa itu Dhafin. Sehingga hal yang dia laporkan kemarin dia sudah tidak ingat lagi karena hal itu menyangkut tentang Dhafin. Maka keluarlah jawabannya yang seperti kebingungan itu.
★☆★☆
Maka heranlah Raja Darian dan Jenderal Myles mendengar pengakuan Letnan Fidell barusan. Sedangkan Pejabat Penasehat Istana bukan merasa heran, tapi dia merasa ada sesuatu yang aneh yang terjadi pada Letnan Fidell. Dan Dhafin bisa melihat kalau Pejabat Penasehat Istana itu merasakan sesuatu yang aneh.
Sementara para pejabat lainnya selain Jenderal Felix bukan cuma heran, tapi bercampur dengan bingung atas pengakuan Letnan Fidell yang bertolak belakang itu. Tidak mungkin Yang Mulia Raja memberitahukan berita bohong kepada mereka. Apa Letnan Fidell yang membawa berita bohong?
"Kamu melaporkan hal itu di hadapan Yang Mulia, Letnan Fidell," kata Jenderal Myles bernada tajam sambil berdiri agak maju ke depan. "Terus sekarang kamu mengaku tidak pernah melaporkannya. Apa kamu hendak mempermainkan Yang Mulia, Letnan Fidell?"
"Ampun, Yang Mulia, hamba tidak berani." kata Letnan Fidell cepat dengan suara gemetar sambil berlutut bagai memberi takzim.
"Aku tanya sekali lagi," kata Jenderal Myles tambah mempertajam ucapannya. "Kamu melaporkan kemarin bahwa ada anak kecil yang kamu bilang anak angkat Jenderal Felix ikut andil dalam membongkar kejahatan Pejabat Kota Pendar. Benar begitu 'kan?"
"Maaf, Tuan Jenderal, saya tidak pernah melaporkan hal itu," sahut Letnan Fidell tetap tidak berubah. "Itu adalah wewenang Tuan Jenderal Felix, atasan saya. Saya tidak punya wewenang akan hal itu."
Jenderal Myles hanya bisa terdiam sambil menahan geram. Dua kali ditanya Letnan Fidell masih juga tidak mengaku. Apa dia hendak mempermainkan Yang Mulia?
"Apa sebenarnya yang terjadi, Pendeta Noman?" tanya Raja Darian masih keheranan. "Kenapa Letnan Fidell mengingkari laporannya kemarin?"
"Hamba juga belum memahaminya, Yang Mulia," sahut Pendeta Noman, Pejabat Penasehat Istana dengan nada tenang sambil menatap Dhafin yang duduk di samping Jenderal Felix.
Bocah itu tidak melihat kepadanya dan juga tidak melihat siapapun di Balairung Istana ini. Bocah itu tampak memejamkan matanya seperti bersemedi.
"Apakah laporan Letnan Fidell kemarin itu adalah laporan palsu, Pendeta Noman?" tanya Jenderal Myles bingung. "Kalau memang demikian berarti Letnan Fidell telah melakukan pelanggaran, memberi laporan palsu sekaligus mempermainkan kewibawaan Yang Mulia."
Mendengar ucapan Jenderal Myles barusan membuat Letnan Fidell semakin gemetar ketakutan. Dia merasa tidak melaporkan apa-apa. Kenapa dituduh memberikan laporan palsu kepada Yang Mulia? Hatinya semakin bingung.
"Jangan secepat itu memberi kesimpulan, Jenderal Myles," kata pendeta yang berpembawaan tenang yang tidak pernah lepas menatap Dhafin.
Pejabat Kepala Kerajaan yang duduk di samping kiri singgasana menatap sejenak Letnan Fidell, lalu bertanya.
"Apa kamu mengenal anak itu, Letnan Fidell?" Pejabat Kepala menunjuk ke arah Dhafin.
Lalu Letnan Fidell menoleh memandang pada Dhafin. Dalam pikirannya baru tadi dilihatnya anak itu, sewaktu berangkat menuju istana. Dia tidak mengenal anak itu, dan Jenderal Felix tidak pula memperkenalkannya.
"Saya tidak mengenalnya, Tuan Pejabat Kepala," sahutnya tanpa keraguan.
Pejabat Kepala Kerajaan yang memang tidak terlalu banyak bicara tidak bertanya lagi. Kemudian dia beralih memandang Raja Darian, lalu berkata, "Yang Mulia. Mungkin ada baiknya kita menanyakan hal ini kepada Jenderal Felix dan Anak Muda itu."
"Ya, coba kita tanya mereka mengenai hal ini," kata Raja Darian yang tetap bersikap tenang, tidak gegabah mengambil keputusan.
Kemudian dia memerintahkan Letnan Fidell untuk kembali ke tempat duduknya.
★☆★☆★
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Arya00
joss
2024-01-14
1
Harman LokeST
next author
2022-09-17
3