Pangeran Yang Hilang
Malam telah menyelubungi persada dengan hamparan kegelapan. Meski langit bertaburan bintang, namun tidak sanggup menyingkirkan kelamnya malam. Sedihnya lagi langit kelam itu tanpa bulan bergelayut.
Di suatu hamparan air yang cukup luas tampak tersamar sebuah rakit kecil yang terus bergerak pelan terbawa angin malam yang dingin. Juga rakit kecil itu terus bergoyang terombang-ambing di tengah hamparan air yang luas ini.
Di atas rakit itu ternyata terdapat sesosok kecil yang tengah duduk melutut. Sesekali kepalanya berputar mengitari sekelilingnya. Namun sepasang matanya yang hitam kelam hanya mendapati melulu hamparan air. Entah dia ini sudah berada di laut atau masih mengambang di atas sungai. Dia sendiri belum tahu.
Sosok kecil itu yang ternyata seorang bocah lelaki berumur sepuluh tahun sejak pagi tadi berada di atas rakitnya ini. Namun sampai malam tiba begini dia belum juga melihat kapal. Meskipun itu kapal kecil. Niatnya sebenarnya, ketika menemukan kapal, dia ingin menumpanginya yang nantinya akan membawanya ke daratan. Namun itu hanyalah sebatas keinginannya saja. Karena sampai saat ini satu biji kapal pun dia belum temukan.
Bocah kecil itu sebenarnya baru saja tadi pagi meninggalkan tempat persembunyiannya selama lima tahun ini. Yah, dia harus bersembunyi agar nyawa cuma satu-satunya di badan bisa selamat dari orang-orang yang akan membunuhnya. Kalau mengingat kisah kelamnya pada lima tahun yang lalu sungguh mengerikan sekaligus menyedihkan. Sepanjang hidupnya terus berlari dan berlari demi menyelamatkan hidupnya.
Terbayang lagi dalam ingatannya tentang bibinya yang merawatnya sejak kecil. Wanita yang sudah dia anggap ibu itu harus mati demi menyelamatkannya. Setelah itu dia lagi terus berlari dan berlari, cuma seorang diri dari kejaran para tentara kerajaan yang akan membunuhnya. Akan tetapi dia juga dapat ditemukan oleh para pengejarnya dan hampir mati di ujung pedang mereka.
Kalau mau dipikir secara akal sehat bocah kecil ini seharusnya sudah mati. Bayangkan saja dalam larinya itu dari para pengejarnya tanpa sengaja dia jatuh ke dalam jurang yang maha dalam. Namun ternyata Yang Maha Kuasa masih menghendaki agar dia hidup.
Seorang lelaki tua yang diketahui siluman putih yang berhati baik menyelamatkannya. Dan selama lima tahun ini membimbingnya mempelajari ilmu pengobatan, ilmu kebatinan, dan ilmu bela diri serta kedigdayaan.
★☆★☆
Tidak lama setelah bocah lelaki itu termenung, sepasang matanya seketika menangkap sesosok hitam. Sosok hitam itu berada di samping kirinya dan masih tampak jauh. Segera dia berdiri dan terus mengamati secara cermat apakah sosok hitam itu. Sosok hitam itu tampak bergerak dan menuju ke arah mana dia berada. Setelah satu penanakan nasi dia menunggu....
"Kapal besar," desisnya bagai berbisik.
Wajahnya yang terselubung duka langsung sumringah begitu mengetahui kalau sosok hitam itu ternyata adalah kapal besar. Segera dia mengambil tas belakangnya yang terbuat dari kulit yang ada di depannya. Lalu disampirkan di belakang punggungnya. Sementara kapal besar itu terus bergerak ke arahnya.
Dia terus mengamati kapal besar itu berjalan. Dan tanpa terasa kapal besar itu tinggal sepuluh tombak lagi sampai ke tempatnya. Dengan jarak itu dia sudah bisa memperkirakan kalau kapal besar itu tidak sampai menabraknya. Dan berat dugaannya kapal besar itu bakal melintas di depannya.
Dan benar saja, kapal besar yang laksana gunung berjalan itu tidak sampai menabraknya. Meski begitu dia sedikit takut juga. Masalahnya kapal itu melintas di depannya cuma dua tombak jaraknya. Namun dia tidak mau terlalu memikirkan hal itu. Di benaknya sekarang bagaimana agar dia bisa naik ke atas kapal besar itu. Masalahnya kapal itu cukup tinggi. Takutnya dengan sekali lompatan dia belum bisa menjangkau pinggir kapal besar itu.
Kemudian, tanpa banyak pikir dia mengambil dua potongan kulit kayu di atas rakit kecilnya. Lalu satu potong kulit kayu dilemparkan ke udara ke arah kapal besar itu. Hampir bersamaan dia melesat ke udara dengan menggunakan seluruh ilmu meringankan tubuhnya.
Tak
Kaki kirinya berpijak ke potongan kayu itu dan semakin melambungkan tubuh kecilnya ke udara. Dan....
Tap
Kedua tangannya berhasil menangkap tali besar yang terajut bagai jala yang menempel hampir di sepanjang badan kapal. Untuk sejenak dia berdiam dulu mengumpulkan nyawanya yang hampir terlepas. Jantungnya berdegup kencang bagai berlari ratusan tombak. Wajahnya yang masih tampak imut namun tampan masih pucat. Masalahnya ini pengalaman pertama baginya. Dan dia juga tidak menyangka bakal berhasil naik ke kapal ini dengan cara unik seperti ini.
Setelah perasaannya sudah membaik, dia mengamati dulu keadaan. Mana tahu ada orang yang melihat perbuatan nekadnya ini. Dan dia ketahui pula ternyata dia berada nyaris di belakang kapal. Setelah dirasa aman, perlahan dia merayap ke atas yang tak sampai satu tombak lagi mencapai pinggiran kapal. Namun baru saja kepalanya menyembul ke atas, bertepatan dengan dua orang lelaki dewasa mendongak ke bawah.
"Haaah!"
"Wuaahhh!"
Terang saja bocah lelaki itu terkejut bukan main dan langsung menarik kepalanya ke bawah. Lebih terkejut lagi dua lelaki dewasa itu. Mereka tidak menyangka sampai ada kepala menyembul tiba-tiba. Sampai-sampai mereka terlonjak tiga langkah ke belakang saking terkejutnya. Jantung mereka hampir copot dibuatnya. Dan salah seorang di antara mereka mau lari. Tapi temannya langsung mencegatnya.
"Kenapa kau menahanku?" sengit lelaki berkumis tebal itu jengkel. "Apa kau mau dimakan hantu laut?"
"Itu bukan hantu," sanggah temannya, "itu manusia, tepatnya seorang bocah."
"Bocah?!" kejut si kumis tebal heran. "Apa kau yakin?"
"Untuk membuktikannya sebaiknya kita melihatnya."
"Ah, kamu saja yang menengoknya, aku tidak mau."
"Dasar penakut!" sungut temannya itu.
Lalu dia dengan berani mendekat ke pinggir kapal, lalu menengok ke bawah. Dan mendapati bocah yang dilihat tadi masih bergelantungan di tali rajutan.
"Hei, Bocah! Apa yang kau lakukan di situ?" bentaknya garang. "Apa kau mau bunuh diri?"
Bocah lelaki itu segera menengok ke atas dengan wajah takut-takut. Lalu dia menjawab pertanyaan orang itu dengan sedikit terbatah-batah, "Ma... maaf, Paman aman.... Sa... saya tergelincir tadi, dan hampir terjatuh...."
Jelas sekali bocah lelaki itu berbohong. Tapi sepertinya lelaki dewasa itu mempercayainya. Dan segera menyuruh bocah itu naik. Tanpa pikir panjang bocah lelaki itu naik ke atas yang dibantu oleh lelaki dewasa itu. Setelah bocah lelaki itu berada di atas kapal, baru si kumis tebal tadi berani mendekat.
"Kamu ini! Aku kira kamu hantu laut," omel si kumis tebal begitu sampai di depan si bocah. "Bikin kaget saja. Kalau kamu sampai jatuh di laut, terus mati, kami juga yang susah. Orang tuamu pasti bakal menuntut pada juragan kami karena ada salah satu penumpang yang meninggal karena kecelakaan."
"Sudah, kamu tidak usah mengomelinya," tegur temannya. "Apa kamu tidak lihat mukanya itu masih pucat karena ketakutan."
Lalu lelaki dewasa itu memandang si bocah lagi dan berkata penuh nasehat, "Lain kali kamu hati-hati, jangan sembarangan berkeliaran. Atau sebaiknya kamu kembali ke kamarmu dan tidur. Karena ini sudah larut malam."
"Baik, Paman," ucap bocah lelaki itu penuh kesopanan. "Sekali lagi saya minta maaf telah merepotkan paman berdua."
"Ya tidak mengapa," kata lelaki dewasa itu seraya mengelus-elus kepala bocah lelaki itu.
Kemudian dia meninggalkan si bocah begitu saja yang diikuti oleh si kumis. Dan tak lama terdengar mereka saling bercakap-cakap. Sementara bocah lelaki itu, sejenak memperhatikan dua orang dewasa itu beberapa saat. Lalu beralih menatap ke hampar laut yang terselubung kegelapan.
Malam ini awal kisah hidupnya dalam mengembara di dunia yang kejam ini. Yah, awal pengembaraan dalam melakoni takdirnya sendiri, seorang diri....
★☆★☆
Bocah lelaki bertas kulit cukup besar itu terus melangkah menyusuri geladak kapal yang cukup luas ini. Tanpa sengaja dia mendengar percakapan empat orang bapak-bapak yang tengah membicarakan tentang seseorang yang sakit. Dari percakapan mereka itu si bocah sudah bisa menyimpulkan seseorang yang dibicarakan itu penyakitnya apa dan kebetulan dia membawa obatnya yang ada di tasnya. Tanpa banyak pikir dia segera menghampiri bapak-bapak itu, terus menyapa dengan sopan.
"Maaf, Tuan-tuan."
Empat orang lelaki yang hampir seumuran itu seketika menghentikan percakapan, terus menoleh ke bocah lelaki itu dengan sedikit keheranan. Lalu salah seorang di antara mereka menanggapi sapaan si bocah.
"Ada apa, Nak?"
"Maaf, Tuan, kalau saya lancang," sahut si bocah dengan penuh kesopanan. "Saya tadi sempat mendengar percakapan tuan-tuan tentang seseorang yang sakit. Apa bisa saya diantarkan ke orang yang sakit itu?"
"Memangnya kamu mau apa, Nak?" tanya orang tua yang tadi bernada heran.
"Jangan bilang kamu mau mengobatinya," kata temannya yang duduk di ujung kiri seolah menebak. Batinnya tidak yakin kalau bocah kecil ini mengerti ilmu pengobatan.
"Kebetulan saya sedikit tahu ilmu pengobatan," sahut si bocah berusaha meyakinkan empat orang tua itu dengan sikap sopannya. "Dan saya tahu penyakit yang diderita oleh juragan kalian. Kebetulan saya bawa obatnya."
"Jangan main-main kamu, Nak!" berang orang yang duduk di pinggir tadi sambil berdiri. Emosinya sepertinya sudah mencapai ubun-ubunnya. "Penyakit yang diderita juragan terbilang langka. Bocah sepertimu mau berlagak menyembuhkan. Apa kamu meledek kami hah?!"
"Maaf, Pak, penyakit juragan bapak salah satu penyakit berbahaya," ucap bocah lelaki itu lagi masih berusaha meyakinkan. Meski dengan mimik ketakutan akibat kemarahan si bapak. "Kalau tidak cepat diobati bisa menyebabkan kematian."
Terang saja empat orang bapak itu terkejut bukan main. Sampai-sampai tiga orang lainnya yang belum berdiri langsung terlonjak bangun. Dan bapak yang sudah emosi tadi bertambah berang dan hendak mendamprat bocah itu lagi. Namun segera dicegah oleh bapak yang pertama bicara tadi. Lalu tanpa banyak pikir dia langsung meraih tangan si bocah untuk dibawa ke kamar juragannya.
★☆★☆
Tok! Tok! Tok!
Terdengar suara ketukan cukup keras dari luar di sebuah kabin cukup luas. Seorang wanita yang masih tampak muda berwajah cantik, tadinya menatap murung suaminya yang terbaring diam di tempat tidur, segera menatap ke arah pintu yang diketuk. Dua orang gadis pelayan yang duduk terkantuk-kantuk di lantai kabin agak terkejut akibat suara ketukan itu dan langsung menoleh ke arah pintu.
"Coba kamu buka pintunya, Karina!" perintah nyai muda itu kepada salah seorang pelayannya.
"Baik, Nyonya."
Pelayan muda yang bernama Karina langsung berdiri dan menuju ke arah pintu. Setelah selesai membuka pintu, lalu dia berbicara dengan bapak-bapak yang ada di depan pintu kabin.
"Ada apa, Pak?"
"Tolong beritahu Nyonya kalau ada tabib yang hendak mengobati Juragan," kata bapak yang mengantar si bocah tadi yang kini berdiri di sampingnya. Sementara tiga orang temannya berdiri di belakang.
"Suruh masuk saja, Pak!" pinta nyonya muda itu yang rupanya mendengar ucapan bapak tadi.
Begitu bocah lelaki itu di suruh masuk nyai muda langsung terkejut heran sambil menatapnya lekat. Pikirnya tabib yang hendak mengobati suaminya adalah seorang tabib yang sudah tua atau setidaknya seorang yang sudah dewasa. Namun yang dilihatnya ini adalah seorang anak kecil yang masih bau kencur. Apakah dia bisa?
Sementara si bocah itu begitu masuk ruangan terus mengamati seorang lelaki umur empat puluhan yang terbaring diam di tempat tidur dengan wajah pucat. Matanya terpejam rapat. Bocah itu tahu kalau lelaki itu tengah pingsan.
"Apa kamu yang hendak mengobati suami saya, Nak?" tanya nyonya muda itu bernada ragu sambil terus menatap si bocah. "Kamu tidak sedang bergurau 'kan?"
"Maaf, Nyonya, bisa tunjukkan letak luka yang diderita suami Nyonya?" pinta si bocah seolah tak menggubris keheranan nyai muda itu.
"Luka?" kejut nyonya muda itu tambah heran. "Apa kamu yakin suami saya menjadi kaku begini hanya karena luka kecil?"
"Maaf, Nyonya, suami Nyonya harus cepat diobati. Keadaannya sudah hampir mencapai kritis."
Mendengar itu si nyonya muda langsung tercengang. Wajah cantiknya langsung pucat. Tanpa pikir panjang segera dia singkap selimut yang menutupi bagian kaki suaminya dan menunjukkan luka di kaki. Si bocah segera mengamati luka gores sedikit menganga sepanjang hampir satu jari yang ada di betis luar sebelah kanan. Posisi luka itu mendatar.
Setelah memeriksa nadi si juragan, bocah itu meminta dipersiapkan barang perlengkapan yang dia sebutkan. Tanpa banyak pikir si nyonya muda langsung memerintahkan dua pelayannya mempersiapkannya.
Kurang lebih hampir dua penanakkan nasi bocah lelaki itu mengurus si juragan. Membersihkan luka dengan air hangat. Lalu membersihkan lagi dengan cairan coklat yang dicampurkan air. Menaburi luka dengan bubuk kering. Terus membalutnya dengan kain bersih.
Sedangkan si nyonya muda selama pengobatan terus memperhatikan cara bocah itu bekerja. Hatinya langsung berdecak kagum melihat cara kerja bocah itu yang penuh ketelitian, ketenangan, ketelatenan. Dia tidak menyangka bocah yang masih seusia ini dapat mengerjakan suatu pekerjaan layaknya dia sudah ahli. Padahal dia masih kecil. Dia menyesal kini karena sempat meragukan bocah itu.
★☆★☆★
KETERANGAN KATA ASING
Satu tombak \= kurang lebih tiga setengah meter
Satu penanakkan nasi \= sekitar 30 menit
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 228 Episodes
Comments
Heri Wibisono
umur 10th bro....
2024-04-04
1
Andalas 476
bearti pake PANCI nih ,bkn pake Rice Cooker 😀
2023-12-12
1
Andalas 476
masak Nasinya pake Panci apa Rice Cooker ? karna beda lamanya...😁
2023-12-12
1