Kisah Cinta Haifa
Pada suatu sore rumah Haifa kedatangan tamu, yaitu Bibinya yang bekerja di Jakarta. Bibinya yang bernama Nani bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah salah satu pengusaha di Jakarta. Suaminya yang bernama Diman juga bekerja di rumah pengusaha itu sebagai supir pribadi. Bi Nani dan Mang Diman diberi libur selama tiga hari oleh majikannya setiap dua atau tiga bulan sekali untuk pulang kampung. Sepengetahuan Haifa, Bibinya baru datang dua minggu yang lalu Bibinya pulang kampung, namun sekarang ia sudah pulang kampung lagi.
Ada apa, ya? tanya Haifa di dalam hati.
Kecurigaan Haifa akhir terjawab.
“Ibu Deswita sedang mencari menantu untuk putra sulungnya yang sedang sakit jantung,” kata Bi Nani ketika datang berkunjung ke rumah.
“Ia meninginkan yang menjadi menantunya adalah perempuan sholeha dan keturunan yang baik-baik. Tidak masalah walaupun berasal dari golongan ekonomi bawah. Yang penting perempuan itu bisa mendampingi Den Wisnu dengan baik.”
“Bagaimana menurutmu, Haifah?” tanya Bi Nani.
Haifah mengerutkan keningnya ketika Bibinya bertanya kepadanya.
“Maksud Bibi apa?” tanya Haifah tidak mengerti.
Bi Nani menghela nafas.
“Bibi ingin kamu yang menikah dengan Den Wisnu,” jawab Bi Nani.
“Den Wisnu orangnya baik, sopan dan ramah. Ia juga rajin sholat dan pandai mengaji. Ia tidak pernah bersikap semena-mena dengan semua asisten rumah tangga di rumahnya. Jika ia ingin diambilkan sesuatu ia akan memintanya dengan sopan.”
“ia bekerja di perusahaan milik ayahnya. Perusahaan Pak Broto mengalami kemajuan semenjak Den Wisnu ikut bergabung di perusahaan itu. Pokoknya Den Wisnu calon suami idaman,” kata Bi Nani.
“Kalau Bibi punya anak perempuan, mungkin sudah Bibi kenalkan kepada Den Wisnu,” lanjut Bi Nani.
Haifa tidak mengerti mengapa laki-laki seperti Wisnu tidak bisa mencari istri. Mengapa harus Bi Nani yang sibuk mencarikan istri untuk Den Wisnu? tanya Haifa di dalam hati.
“Apa Den Wisnu tidak bisa cari calon istri sendiri? Apalagi dia anak orang kaya pasti banyak perempuan yang ingin menjadi istrinya,” tanya Haifah.
“Banyak perempuan yang mendekati Den Wisnu karena ketampanannya dan kekayaannya. Namun Den Wisnu tidak memberi hati kepada perempuan-perempuan itu, ia hanya menganggap mereka sebagai teman tidak lebih dari itu,” jawab Bi Nani.
“Kalau Den Wisnu tidak tertarik dengan teman-temannya, apalagi dengan Haifa yang cuma gadis desa cuma tamatan SMA,” kata Haifa.
“Kamu belum ketemu dengan Den Wisnu sudah pesimis duluan. Harus optimis, dong!” seru Bi Nani.
Ibu Euis yang dari tadi hanya menjadi pendengar langsung menengahi Bi Nani yang begitu menggebu mempromosikan Wisnu kepada Haifa.
“Sudahlah, Nan. Haifa tidak akan tertarik dengan Den Wisnu. Haifa sudah punya pacar,” sahut Ibu Euis, Mamahnya Haifa.
Bi Nani menoleh ke Ibu Euis.
“Siapa?” tanya Ibu Nani.
“Syaiful, anak RW sebelah,” jawab Ibu Euis.
“Baik nggak orangnya?” tanya Bi Nani.
“Anaknya baik, sopan lagi. Dia kerja di minimarket Indojuni,” jawab Ibu Euis.
“Ih…Mamah, Aa Syaiful bukan pacar Haifah,” Haifah protes.
“Kalau bukan pacar kamu, terus kenapa dia sering datang ke sini?” tanya Ibu Euis.
“Haifah cuma menganggap dia teman, nggak lebih dari teman,” jawab Haifah.
“Kalau kamu tidak punya pacar berarti kamu mau dikenalkan dengan Den Wisnu?” tanya Bi Nani.
“Kalau kamu menikah dengan Den Wisnu, semua kebutuhan keluarga akan dicukupi oleh Den Wisnu,” kata Bi Nani.
Mendengar perkataan Bibinya Haifa langsung diam. Haifa sekarang ini membutuhkan uang untuk biaya sekolah adiknya. Penghasilan Bapaknya sebagai karyawan di sebuah pabrik hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Sedangkan Haifah belum mendapatkan pekerjaan walaupun ia sudah melamar kemana-mana namun masih belum ada panggilan.
Haruskah aku menikah dengan Den Wisnu? tanya Haifa pada dirinya sendiri.
“Bi, boleh Haifa lihat foto Den Wisnu?” tanya Haifa.
“Boleh,” jawab Bi Nani.
Bi Nani mengambil ponselnya dari dalam tas, lalu ia mencari menscroll ponselnya.
“Ini,” Bi Nani memberikan ponselnya ke Haifa.
Haifa memandangi foto pemuda yang terpampang di ponsel Ibu Nani. Seorang pemuda tampan yang sedang tersenyum dengan manis. Namun wajah pemuda itu terlihat tidak segar, wajahnya terlihat pucat. Mungkin karena penyakit jantung yang di derita pemuda itu.
“Usianya berapa tahun, Bi?’ tanya Haifa.
“Tiga puluh tujuh tahun,” jawab Bi Nani.
“Sudah tua atuh, Nan,” Sahut Ibu Euis.
“Kalau di Jakarta mah, usia segitu wajar belum menikah. Kebanyakan mereka harus hidup mapan dulu baru menikah,” jawab Bi Nani.
“Tidak seperti di kampung, masih pengangguran tapi sudah menikah. Akhirnya jadi beban orang tuanya,” lanjut Bi Nani.
Haifa mengembalikan kembali ponsel Bi Nani.
“Haifa pikir-pikir dulu, Bi,” kata Haifa.
“Iya nggak apa-apa. Bibi di sini sampai lusa. Kalau kamu mau ikut ke Jakarta bisa bareng dengan Bibi,” kata Bi Nani.
“Nanti kamu pura-pura mau mencari kerja di Jakarta,” kata Bi Nani.
“Den Wisnu tidak tau menahu soal Ibu Deswita sedang mencarikan jodoh untuknya,” lanjut Bi Nani.
“Nanti Bibi yang bilang ke Ibu Deswita kalau kamu datang ke Jakarta untuk dikenalkan ke Den Wisnu.”
“Sudah sore, Bibi pulang dulu.” Bi Nani bangun dari tempat sofa.
Haifa menghampiri Bibinya.
“Iya, Bi.” Haifa mencium tangan Bi Nani.
Bi Nani menghampiri Ibu Euis.
“Ceu, Nani pulang dulu, ya. Besok Nani ke sini lagi,” pamit Bi Nani.
“Iya,” jawab Ibu Euis.
“Assalamualaikum,” ucap Bi Nani.
“Waalaikumsalam,” ucap Ibu Euis dan Haifa berbarengan.
Bi Nani keluar dari rumah Ibu Euis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Becky D'lafonte
wow usia 37,udah mateng lah ya
2023-07-19
2
Eva NurMalla
tinggalkan jejak 🤗🤗 dan semangat buat author
2022-09-16
1
momnaz
suka cerita berlatar belakang sederhana dan kearifan lokal...berasa lebih mengena gitu...
2022-05-17
2