Cinta Dua Batas
Namaku Ais, nama yang sangat singkat. Kebanyakan orang mengira jika nama itu hanya nama panggilan. Tapi faktanya itulah nama yang terpampang di akte, KTP, dan ijazah yang belum setahun kumiliki.
Ya...,ijazah SMA yang belum setahun kumiliki. Jika mengingat hal itu rasa sedih kembali kurasakan, bagaimana tidak, di saat semua teman-temanku sibuk mengurus administrasi keperguruan tinggi, aku malah sibuk dikantor imigrasi. Bukan karna ingin jalan-jalan keluar negeri, melainkan menjadi maid alias pembantu, profesi yang tak pernah kuinginkan.
Ini bukan keinginanku, melainkan takdirku.
Takdir yang tak pernah kuinginkan.
🍀🍀🍀
Hampir tiga bulan sudah aku menjadi pembantu di rumah mewah ini. Alhamdulillah, kini aku menjalani takdir ini dengan rasa syukur yang tiada henti. Karena dalam waktu yang terbilang masih singkat, sudah dua kali aku mentransfer uang untuk keluargaku dikampung.
Meskipun jumlah yang tak seberapa, paling tidak, bisa dipakai untuk makan dan biaya berobat ayah dikampung.
Aku masih memiliki orang tua yang lengkap, hanya saja, saat ini ayah sering sakit-sakitan, sehingga beliau tidak bisa lagi menafkahi keluargaku. Ibuku hanya seorang ibu rumah tangga yang setiap harinya menjadi kuli di sawah orang.
Aku hanya memiliki seorang adik perempuan yang bernama Fia. Sekarang ia masih duduk dikelas tiga SMP. Berarti harus ada biaya yang dipersiapkan untuk ia masuk ke jenjang berikutnya. Itulah alasanku memilih menjadi pembantu dinegeri seberang.
Pada awalnya orang tuaku tidak mengizinkan, tapi mau bagaimana lagi, kami tidak ada pilihan.
Disaat ayah terbaring lemah, datang seorang temannya bernama Mohtar yang juga sebagai agen penyalur TKI, menawariku pekerjaan menjadi pembantu di Malaysia. Dia juga memberikan pinjaman ke padaku dan keluarga sebesar 1,5 juta.
Pinjaman itu, akan ku bayar setelah aku menjadi pembantu di Malaysia.
Paspor dan visa juga beliau yang membiayai. Ibaratnya aku hanya menyiapkan badan.
🍀🍀🍀
"Aunty Ais...can u help me?"
Suara anak kecil minta tolong sambil menyodorkan mainan ke arahku. Aku yang sedang mengemaskan mainan dilantai, menghentikan gerak tanganku, dan tersenyum manis ke arah gadis kecil yang cantik dan lucu ini.
"Oalaaaa...mainannya lepas ya?"
Aku melihat boneka kecil tanpa tangan, yang beberapa detik tadi diserahkan Adira ke padaku. Adira hanya mengangguk, sambil menggaruk kepala.
Tingkah anak ini sungguh lucu. Karena itu, aku sangat menyayanginya seperti adikku sendiri.
Adira, itulah nama gadis kecil berkepang dua yang ada dihadapanku ini. Umurnya jika tidak salah baru tiga tahun. Namun kecerdasannya luar biasa bagi anak seusianya.
Adira adalah cucu pertama dan dari anak pertama, majikanku. Adira dibesarkan oleh opah dan ayahnya saja. Hampir tiga bulan aku disini, tidak pernah sekalipun melihat istri dari tuan Hafiz.
Aku juga tidak pernah menanyakan keberadaan ibu Adira, bagiku itu terlalu kepo dan mencampuri urusan orang lain.
Hafiz, ayah Adira adalah laki-laki yang kuanggap dingin dan sombong. Jangankan bicara, menatapku saja ia tak pernah. Apa mungkin ia selalu memposisikan dirinya adalah majikan, sedang aku tak lebih dari seorang maid.
Walau aku maid, setidaknya posisikanlah aku sebagai makhluk sosial. Tapi tidak masalah juga bagiku, yang penting opah Adira yang bernama Puan Jijah sangat baik dan perhatian terhadapku.
Puan Jijah selalu memuji pekerjaanku dan membandingkannya dengan pembantunya yang lalu, yang terkesan pemalas dan suka bermain hp di saat menjaga Adira. Karena itulah beliau memecatnya dan menjadikan aku sebagai pembantu yang baru.
Selain menjaga Adira, aku juga merangkap pekerjaan rumah tangga lainnya, dan yang tak kalah beratnya membatu mengurus tuan Adam, yang sudah setahun ini tidak bisa berjalan akibat kecelakaan. Sehari-harinya tuan Adam hanya beraktivitas dikursi roda.
Terkadang sesak juga membayangkan jika nasib tuan Adam terjadi pada aku sendiri. Diumur 25 tahun belum menikah dan baru bekerja di posisi yang bagus, tiba-tiba mengalami nasib seperti ini. Ya ...itulah namanya takdir, manusia hanya bisa berencana, selebihnya Allah yang menentukan.
🍀🍀🍀
"Nah..., ini udah selesai" Ucapku sambil memberikan mainan ke pada Adira.
"Thanks aunty Ais!" Adira mengambil mainan dan tak lupa mengecup pipiku. Kecupan lembut dari seorang gadis kecil yang masih suci.
Aku hanya tersenyum dan kembali merapikan mainan Adira yang berserakan di lantai. Sedang Adira melanjutkan permainannya. Di saat bersamaan terdengar suara mobil di teras depan. Mungkin itu mobilnya tuan Hafiz, karena saat ini memang jam pulang dari office. Aku pun bangkit berniat membukakan pintu teralis yang memang dikunci dari dalam.
Sesampai di depan pintu, aku melihat di teras rumah, dan ternyata benar, itu adalah mobil tuan Hafiz. Tak lama, terlihat laki-laki ganteng berkemeja putih dengan dasi di leher menyembul dari pintu mobil.
Aku pun buru-buru membuka gembok dan membuka pintu teralis. Setelah itu, kuposisikan diriku dipinggir pintu dengan wajah tertunduk.
"Assalamualaikum" terdengar suara maskulin memberi salam dan berlalu tanpa pernah ingin memandangku.
Aku hanya menjawab salam dengan suara pelan takut melakukan kesalahan "walaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh".
Selanjutnya ku tutup dan kunci kembali teralis besi itu. Di dalam sana terdengar suara anak kecil kegirangan melihat papanya pulang kerja.
"Papa, tadi mainan Dira tangannye lepas"
Sambil bercerita digendongan sang papa.
"iye?
Iye, naseb baek ade aunty Ais, die yang betulkan mainan Dira.
Terus, Dira cakap ape same aunty Ais?
Dira cakap, thanks aunty Ais, terus... Dira cium pipi aunty Ais, muaaaaccch" sambil memperagakan ciumannya pada tuan Hafiz.
Tuan Hafiz pun tertawa lepas mendengar cerita gadis kecilnya sambil curi-curi melirik ke arahku
Aku yang tak menyadari adanya lirikan itu, terus berlalu ke dapur meninggalkan anak dan ayah yang asyik bercengkeramah.
Saat ini jam menunjukkan pukul 16.30 sore, itu artinya aku harus buru-buru menyiapkan makan malam untuk puan dan tuan.
Setibanya di dapur, aku langsung membongkar isi kulkas mencari apa yang akan di sajikan malam ini.
Melihat ikan kakap segar dan pucuk ubi, tanpa berpikir lama, terbesit ide untuk membuat ikan asam pedas dan lalap pucuk ubi.
Sekadar masakan kampung aku terbilang banyak menguasai.
Karena dulu sewaktu masih dikampung aku sering membantu ibu memasak, jadi tidak heran meski di umurku yang ke sembilan belas tahun, aku sangat terampil mengolah berbagai macam menu masakan.
Terlebih di tempat aku bekerja sekarang memiliki cita rasa yang tak jauh berbeda. Maklum antara Melayu Malaysia dan Indonesia, masih terikat satu rumpun, jadi tidak heran jika kedua negara ini memiliki banyak kesamaan.
Tepat satu jam di dapur, semua selesai dimasak, nanti di saat makan malam tiba, barulah akan ku sajikan masakan ini.
Kini aku bersiap-siap ingin membersihkan diri, tapi sebelum itu, aku ingin memastikan kondisi Tuan Adam.
Perlahan aku mendekat ke arah pintu kamar Tuan Adam yang berada di lantai bawah, tak jauh dari ruang keluarga.
Setibanya di depan pintu aku pun mengetuk pintunya.
"Tok..Tok..."
"Masuk!" terdengar suara laki-laki, mempersilakan masuk.
Aku langsung memutar gagang pintu, dan masuk ke dalam kamar dan tentunya dengan pintu yang tetap kubiarkan terbuka. Bagaimana pun juga, aku selalu ingat pesan kedua orang tuaku sewaktu aku akan berangkat ke Malaysia. Mereka selalu mengingatkanku, untuk menjaga diri dan keluarga, dan saat ini yang kulakukan adalah sebagai bagian dari menjaga diri dari fitnah.
Tampak tuan Adam sedang duduk di tempat tidur dengan tangan dan pandangan yang terfokus di layar laptop.
"Tuan Adam ada ingin sesuatu?" itulah kata-kata yang selalu ku ucapkan. Kemudian aku menundukkan pandanganku. Mengenal dan membiasakan diri dilingkungan baru memang tak mudah bagiku, karena aku tergolong anak yang pemalu. Namun demi pekerjaan sebisa mungkin aku mengikis sedikit rasa pemaluku.
Mungkin karena diriku yang pemalu inilah yang membuat tuan Hafiz cuek ke padaku. Tapi tidak dengan tuan Adam.
Adam mengalihkan pandangannya ke padaku sambil tersenyum ia berkata " jangan panggil saye tuan Adam, panggil saye Adam, A-d-a-m" terdengar ia mengeja abjad namanya.
"Maaf, tu- eh ... Adam" aku sedikit ragu untuk menyebutkan namanya.
Adam pun terkekeh mendengar dan melihat tingkah polosku.
"Ya...Allah alangkah sempurnanya lelaki ini jika ia tidak seperti ini" tiba-tiba ada rasa iba dihatiku melihat kondisi Adam, tapi ada satu hal yang harus aku contoh darinya, yaitu semangatnya. Meski menjadi lelaki cacat, ia tetap menjalankan hidup dengan r
ikhlas.
"Oya, apa Adam perlu sesuatu?" aku kembali mengulang pertanyaan, dan kembali menundukkan pandangan.
"Saye ingin sesuatu
Sesuatu?
Ie sesuatu.
Apa itu?" tanyaku polos.
"Bise tak, jike sedang becakap, awak jangan asek tundok kak bawah! pandanglah saye!
Ape saye kurang kacak?" ucap Adam sambil menatap ke arahku.
(Bisakah, jika sedang berbicara, kamu jangan asyik tertunduk ke bawah! pandanglah saya!
Apa saya kurang tampan?)
"Maaf, saya tidak enak tu..eh..Adam maksudnya" ucapku jujur.
Adam kembali terkekeh, "mulai sekarang belajarlah untuk itu!" kata-kata yang sangat sejuk terdengar di telingaku.
"Andai kau adalah salah satu laki-laki yang ada dikampung ku, sudah pasti aku sangat bersedia menjadikanmu pacar pertamaku" itulah suara hatiku.
"Kalau tidak ada yang di inginkan, permisi, saya keluar!" pintaku pada Adam yang kembali sibuk dengan laptopnya.
Ia hanya membalas dengan senyuman. dan menatap kepergian ku. Entah apa yang ada di otak laki-laki itu, aku juga tidak tau, semoga saja ia tidak memikirkan hal-hal aneh tentangku.
Kini satu pekerjaan telah terselesaikan lagi, tinggal mandi selanjutnya shalat magrib, setelah itu barulah menyiapkan makan malam.
Selangkah demi selangkah aku menaiki anak tangga menuju lantai dua, disanalah kamarku berada, tepat di samping kamar tuan Hafiz.
Saat melewati kamar tuan Hafiz terdengar gelak tawa antar anak dan ayah.
Ternyata tuan Hafiz sedang bermain bersama putri kecilnya.
Aku bisa melihat itu dari celah pintu yang tidak tertutup rapat.
"Sungguh sosok ayah yang luar biasa, dengan putrinya ia sangat hangat, penyayang, tapi dengan ku?, ah...peduli apa aku, yang penting gaji tiap bulanku lancar" gumamku dalam hati dan berlalu melewati kamar itu sambil tersenyum kecil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Nenieedesu
sudah aq favoritkan kak jangan lupa mampir dan tinggalkan jejak dinovel aq kak dear Handana
2023-06-23
0
Mom Dee🥰🥰
mampir disini lagi 🤗🤗
2023-04-05
0
auliasiamatir
bagus lamgsung aku subscribe
2023-01-30
0